Liputan6.com, Washington DC - Mungkin Anda perlu berpikir dua kali jika ingin mendaftarkan diri ke sebuah paket wisata yang menawarkan liburan ke Mars. Sebuah penelitian baru menunjukkan, perjalanan sejauh 225 juta kilometer ke Planet Merah itu tak hanya menyebabkan jet lag kronis, namun bahaya besar mengintai di baliknya.
Studi yang dipublikasi di Scientific Reports menemukan bahwa tingkat radiasi kosmik yang terpapar ke para wisatawan dapat menyebabkan kerusakan otak, kecemasan, dan demensia kronis.
Baca Juga
Padahal Amerika Serikat sedang berencana melakukan perjalanan ke Mars dalam dua dekade mendatang. Tahun lalu, NASA merilis rencana tiga tahap Journey to Mars, di mana pengiriman manusia ke Planet Merah akan diperkirakan dilakukan pada 2030-an.
Advertisement
Meski menjejakkan kaki di Mars terdengar menyenangkan, namun terdapat sejumlah dampak negatif dari misi tersebut. Sejumlah ilmuwan juga mengkhawatirkan adanya masalah serius karbon hitam.
Penelitian pada 2010 menemukan, emisi karbon hitam dari perjalanan angkasa luar akan menyebabkan peningkatan suhu di kutub Bumi, yang diprediksi akan mengancam Arktik, Antartika, atau bahkan dunia.
Namun, studi tersebut belum dapat disimpulkan, bahkan sejumlah perusahaan berulang kali menekankan bahwa perjalanan angkasa luar hanya memberikan sedikit ancaman terhadap lingkungan.
Virgin Galactic bahkan mengatakan, perjalanan sub-orbital lebih ramah lingkungan dibandingkan penerbangan New York ke London.
Hingga saat ini, belum ada satu orang yang tahu betul bagaimana perjalanan angkasa luar akan berdampak pada Bumi. Jika lemari es dapat menimbulkan ancaman bagi lingkungan, tampaknya bukan hal berlebihan ketika kita menganggap perjalanan angkasa luar dapat berdampak buruk bagi Bumi.
Hingga saat ini belum ada pesawat angkasa luar yang mampu membawa manusia menempuh perjalanan 7 bulan atau lebih lama. Belum termasuk soal rencana mengembalikan mereka ke Bumi, yang belum diketahui bagaimana.
Para ahli medis juga belum yakin apa konsekuensi fisik yang dialami orang-orang yang mencoba untuk melakukan perjalanan dalam lingkungan radiasi tinggi, dalam waktu lama.
Lebih jauh lagi, belum diketahui bagaimana manusia bisa selamat, makan, bernafas, minum, di planet yang kering kerontang, tanpa air dan oksigen.
Pantaskah Kita Pergi ke Mars?
Sudah Pantaskah Kita Pergi ke Mars?
Dalam kolom opini di CNN, Obama menulis, "Kita pernah menjelajahi di setiap planet di tata surya--sesuatu yang belum bisa dilakukan bangsa lain."
Yang dimaksud Obama bukan manusia yang dikirim ke planet-planet di luar Bumi, melainkan pesawat.
Penjelajahan ke dunia lain memang terdengar wah, meski sebetulnya masih banyak permasalahan nyata yang harus diselesaikan di Bumi. Misalnya saja, orang-orang di Flint, Michigan, belum seluruhnya memiliki akses air bersih untuk minum, belum lagi penderitaan dan kemiskinan di negara yang terbelakang.
Tak hanya negara yang berambisi untuk pergi ke Mars. Pendiri sejumlah perusahaan teknologi juga saling bersaing untuk mencapai Planet Merah terlebih dahulu.
Belum lama ini CEO Boeing mengatakan bahwa ia yakin roket buatan perusahannya menjadi yang pertama mendarat di Mars. Sementara itu Elon Musk, CEO SpaceX, mengklaim roket buatan perusahaannya merupakan yang terbaik.
Justin Bieber, Ashton Kutcher, Leonardo DiCaprio, dan Katy Perry merupakan sejumlah selebritas yang telah membayar US$ 250.000 (sekitar Rp 3,2 miliar dan mendaftar untuk melakukan perjalanan suborbital angkasa luar di Virgin Galactic.
Saat ini dunia sedang menghadapi krisis nyata, mulai dari perubahan iklim, pendidikan, kesehatan, perang, ketidaksetaraan gender, dan sejumlah isu krusial lainnya.
Namun di sisi lain segelintir orang menghabiskan banyak biaya dan berfokus untuk mewujudkan ambisinya mencapai Mars, yang dinilai banyak orang bukan merupakan hal krusial. Bagaimana menurut Anda?
Advertisement