Liputan6.com, Jakarta - Kabar duka menyelimuti dunia sepak bola menyusul kecelakaan pesawat sewaan yang mengangkut klub asal Brasil, Chapecoense. Dari 81 orang yang berada di dalam pesawat, 76 di antaranya tewas termasuk nyaris seluruh anggota tim Chapecoense. Sementara korban selama hanya lima orang.
Pesawat nahas dari maskapai LaMia Bolivia itu dilaporkan jatuh di La Union, Antioquia, Kolombia ketika dalam perjalanan mengantar tim Chapecoense menuju Kota Medellin.
Di sana mereka akan bertanding melawan tim Kota Medellin, Atletico Nacional dalam final Copa Sudamericana, kompetisi antarklub terbesar kedua di Amerika Selatan. Keduanya dijadwalkan akan bertemu di lapangan hijau pada Rabu waktu setempat.
Advertisement
Praktis, pertandingan batal seiring dengan peristiwa nahas tersebut. Panitia penyelenggara mengatakan, Atletico Nacional meminta agar piala diberikan kepada Chapecoense.
Copa Sudamericana musim ini menjadi pertandingan yang penuh dengan petualangan bagi Chapecoense. Mereka telah bepergian dua kali ke Argentina untuk mengalahkan Independiente dan San Lorenzo dalam perjalanannya menuju final, serta mencetak kemenangan agregat atas klub Kolombia Junior.
Kemungkinan untuk menang di Copa Sudamericana tak hanya menjadi hal besar bagi sejarah Chapecoense, tetapi juga membuka pintu bagi mereka untuk bertanding dalam Copa Libertadores, pertandingan sepak bola paling bergengsi di Amerika Selatan.
Tragedi jatuhnya pesawat yang mengangkut pesebakbola ternyata pernah beberapa kali terjadi. Sebut saja tragedi Superga 1949.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut beberapa kecelakaan pesawat yang ditumpangi oleh tim sepak bola:
Superga 1949
Pada 4 Mei 1949, jarum jam menunjukkan pukul 15.45 ketika pesawat jenis Fiat G212CP rute Barcelona - Turin berangkat setelah transit di Lisbon. Dan sekitar pukul 16.45 pilot burung besi itu, Perluigi Meroni mengabarkan otoritas bandara kota Turin bahwa cuaca buruk. Jarak pandang hanya 40 meter.
Pesawat tersebut mengangkut 31 penumpang di mana 18 di antaranya adalah anggota klub sepak bola Torino. Saat itu, Torino merupakan salah satu klub tersukses di Italia dan Eropa dan menyumbangkan kejayaan bagi tim nasional sepak bola negeri asal piza itu. Beberapa lainnya adalah staf pelatih, wartawan, dan kru pesawat.
Pukul 17.04, otoritas bandara Turin mengatakan kehilangan kontak dengan pesawat. Belakangan diketahui pesawat gagal melakukan pendaratan darurat setelah menabrak bagian belakang gereja yang berada di puncak bukit Superga.
Burung besi itu meledak dan menewaskan seluruh penumpang. Berada dalam daftar korban tewas saat itu adalah legenda sepak bola Italia, Giovani Agnelli dan Vitorio Pozzo. Dunia pun berduka.
Pada saat tragedi tersebut terjadi, pesawat itu tengah membawa kembali tim Torino Italia usai menjalani laga persahabatan melawan Benfica di Lisbon.
Peristiwa mengenaskan itu sekaligus menandai berakhirnya sebuah era dalam sepakbola khususnya bagi Italia. Era Torino yang sukses meraih gelar Serie A lima kali beruntun, sejak musim 1942/43 hingga 1948/49. Dari seluruh skuatnya hanya ada satu pemain yang selamat, yakni Sauro Toma. Sang pemain tidak ikut pergi ke Lisbon karena cedera.
Tujuh di antara 18 anggota tim Torino yang tewas merupakan pasukan andalan timnas Italia di kancah internasional. Salah satunya tentu sang kapten, Vito Mazzola. Pemain berjuluk kapten dari segala kapten ini sukses mencetak 100 gol sebelum usianya menginjak 30 tahun.
Pasca tragedi tersebut, Juventus sebagai saudara sekota menjadi tim pemutus rangkaian scudetto Torino. Bagai kutukan, klub berlambang banteng tersebut tak pernah bisa bangkit kembali sebagai klub besar hingga saat ini.
Gli Azzurri--julukan bagi timnas Italia juga terkena imbasnya. Mereka disebut "lemah" setelah ditinggal Mazzola cs. Timnas Italia butuh 44 tahun berselang untuk kembali menjadi juara dunia, setelah melepas gelar juara beruntun pada 1934 dan 1938.
Advertisement
Tragedi Munich
Dunia sepak bola Inggris terguncang pada 6 Februari 1958. Saat itu pesawat British European Airways dengan nomor penerbangan 609 yang membawa lebih dari 38 penumpang kehilangan kendali dan jatuh setelah mencoba tiga kali lepas landas dari lintasan yang tertutup es di Bandara Munich-Riem, Jerman Barat.
Delapan pemain klub sepak bola Inggris, Manchester United (MU) dilaporkan tewas dalam peristiwa itu. Saat itu mereka tengah dalam perjalanan pulang setelah menjalani pertandingan European Cup di Serbia.
Matt Busby, manajer MU kala itu selamat dari kecelakaan. Namun ia harus menerima kenyataan pahit, yakni kehilangan sejumlah pemain terbaik yang digadang-gadang akan menjadi tulang punggung timnas Inggris. Sebut saja seperti Duncan Edwars, Tommy Taylor, dan Roger Byrne.
Sementara itu, di antara korban selamat lainnya terdapat nama Sir Bobby Charlton. Kelak ia dikenal sebagai salah satu pemain terbaik Inggris yang turut dalam timnas ketika negara itu menjuarai Piala Dunia 1966.
Maut Pakhtakor Taskent
Pada 11 Agustus 1979, 17 anggota tim sepak bola Pakhtakor Tashkent dan pihak manajemen termasuk dalam 178 korban tewas saat pesawat yang mereka tumpangi mengalami tabrakan di udara. Insiden itu terjadi ketika mereka tengah melintasi langit Ukraina.
Burung besi itu tadinya akan mengatakan mereka menjalani pertandingan melawan Dinamo Minsk di liga sepak bola Uni Soviet.
Setiap tim lain dari seluruh liga sepak bola Uni Soviet kemudian menyumbangkan pemain untuk FC Pakhtakor agar klub bisa menyelesaikan kompetisi musim itu.
Pakhtakor pada saat itu merupakan satu-satunya klub dari wilayah yang sekarang dikenal sebagai Uzbekistan yang berkompetisi di liga teratas Uni Soviet.
Advertisement
Tragedi Lima
Sebanyak 43 orang tewas, termasuk 16 pemain dan staf dari klub raksasa Peru, Alianza Lima, saat pesawat yang mereka tumpangi jatuh. Hanya pilot pesawat yang selamat dalam kecelakaan tersebut.
Alianza Lima adalah salah satu klub tertua, paling sukses, dan memiliki banyak pendukung di Peru. Mereka ada di puncak klasemen saat tragedi terjadi.
Klub ini menggunakan pemain-pemain dari tim junior dan pinjaman dari Chile, agar bisa menyelesaikan musim. Namun sayang, mereka gagal menjadi juara.
Kecelakaan terjadi saat pesawat membawa mereka kembali dari bertanding melawan Deportivo Pucallpa di Kota Pucallpa. Pesawat jatuh ketika hendak mendarat di Bandara Callao di Lima, ibu kota Peru.
Nahas Bagi Timnas Zambia
Delapan belas anggota tim nasional sepak bola Zambia tewas ketika pesawat Angkatan Udara Zambia yang mereka tumpangi jatuh ke laut di dekat Gabon pada tanggal 28 April 1993.
Burung besi tersebut dalam perjalanan menuju Senegal untuk bertanding dalam kualifikasi Piala Dunia. Dalam laporan resmi atas insiden tersebut 10 tahun kemudian disebutkan bahwa kecelakaan itu terjadi akibat masalah mekanik di mesin kiri.
Namun akibat 'lampu indikator yang cahayanya redup,' pilot secara keliru mematikan mesin kanan yang sebetulnya masih berfungsi. Hal ini menyebabkan pesawat kehilangan semua daya dan mengalami kecelakaan, kata laporan itu.
Seluruh 30 penumpang Zambia Air Force, termasuk 18 pemain tim nasional negara Afrika itu tewas. Kalusha Bwalya, kapten tim dan saat ini menjadi Presiden Federasi Sepak Bola Zambia selamat karena dirinya tidak ikut dalam penerbangan itu. Ia datang dari tempat lain setelah menjalani pertandingan berbeda.
Pada 2012, timnas Zambia berhasil menjuarai Piala Afrika, gelar satu-satunya yang mereka peroleh hingga sekarang. Saat itu Zambia menundukkan Pantai Gading dalam pertandingan final yang digelar di Libreville, Ibu kota Gabon.
Lokasi ini hanya berjarak beberapa kilometer dari lokasi jatuhnya pesawat tersebut, 19 tahun lalu.
Advertisement