Bantuan RI 'Dirampas' Pemberontak, Ini Penjelasan KBRI Damaskus

KBRI Damaskus menyatakan ada beberapa lembaga Tanah Air yang bantuannya disalurkan melalui mereka.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 28 Des 2016, 13:20 WIB
Diterbitkan 28 Des 2016, 13:20 WIB
20161216-Warga-Aleppo-Suriah-Reuters
Seorang ibu yang dievakuasi membawa bantuan makanan dari lembaga kemanusiaan di kota al-Rasyidin, Suriah (15/12). Ribuan warga telah dievakuasi di kota yang kini porak-poranda. (REUTERS/Ammar Abdullah)

Liputan6.com, Damaskus - Beberapa hari lalu, Tanah Air dibuat heboh. Penyebabnya bantuan dari Indonesia untuk masyarakat Aleppo  diduga tidak diterima oleh masyarakat sipil yang membutuhkan.

Diketahui bantuan tersebut berasal dari lembaga non-pemerintah yang didirikan dan dikelola oleh aktivis kemanusiaan, paralegal, dan tokoh masyarakat, 'Indonesian Humanitarian Relief' (IHR).

Menurut Pejabat Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI Damaskus, A.M. Sidqi, Perwakilan Indonesia di Suriah memang memfasilitasi bantuan dari Tanah Air. Namun, hanya beberapa lembaga saja yang difasilitasi.

"KBRI memfasilitasi bantuan kemanusiaan melalui PPI Suriah dan PPI Dunia kepada Bulan Sabit Merah Suriah pada April 2016 dan kini tengah memfasilitasi bantuan ambulances dari MERC dan Dompet Dhuafa," ucap Sidqi dalam keterangann pers kepada Liputan6.com.

"Selain lembaga-lembaga itu, KBRI tidak memfasilitasi bantuan kemanusian untuk Suriah," tambah dia.

Selain dari Indonesia, bantuan negara lain juga dituding tidak tepat sasaran. Penduduk Aleppo menuduh bantuan tersebut direbut pemberontak.

Mereka mengatakan menemukan makanan dan perlengkapan lainnya di sebuah sekolah yang dipakai kelompok Jaish al-Islam sebagai kantor pusatnya di distrik al-Kalasa.

Jaish al-Islam adalah koalisi yang terlibat dalam perang saudara Suriah. Kelompok ini diduga didukung oleh Arab Saudi.

"Mereka melarang kami melakukan semuanya. Tidak ada susu, tak boleh memasak, tidak ada daging, bahkan lemon," ujar seorang perempuan bernama Hanan al Salem yang mendatangi gedung sekolah itu seperti dilansir euronews, Senin (26/12/2016).

Sementara seorang warga lainnya bernama Amer mengatakan hal serupa, "Mereka menyimpan semuanya disini. Bahkan kami tidak diizinkan untuk memakan sepotong roti. Kami mati kelaparan dan banyak dari kami tidur dalam keadaan perut kosong."

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya