Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir akan menjadi Ketua Delegasi Indonesia dalam Koferensi Paris. Pertemuan tingkat menteri di Ibu kota Prancis ini ditujukan untuk mendorong perdamaian antara Israel dan Palestina.
Rencananya pertemuan ini akan digelar pada 15-17 Januari 2017. Indonesia pun membawa sejumlah misi penting.
"Kita mendorong dihentikannya pembangunan pemukiman yang dilakukan Israel di wilayah Palestina," ucap Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir, di kantor Kemlu, Kamis, 12 Januari kemarin.
Langkah Indonesia ini, sesuai dengan dinamika global. Saat ini Israel, kata pria yang kerap disapa Tata, terus ditekan untuk menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi agar perundingan damai bisa berjalan.
"Saya rasa tekanan dunia internasional terhadap Israel sudah cukup tinggi mengenai ini," sebutnya.
Penghentian pembangunan pemukiman, ditegaskan Tata sudah jadi syarat mutlak. Sebab, jika Israel tetap melakukan tindakan ilegal itu maka perundingan tidak akan pernah dimulai.
Baca Juga
Terkait sikap Indonesia soal kemerdekaan Palestina, digarisbawahi Tata, RI selalu konsisten. Palestina harus segera merdeka.
Kemerdekaan Palestina pun harus dilakukan dengan menerapkan kebijakan two state solution.
"Di Konferensi Paris ini, Indonesia juga terus mendorong two state solution untuk perdamaian Israel dan Palestina," kata Tata.
Penghentian pembangunan pemukiman Yahudi oleh Israel belakangan ini mendapat titik terang. Hal tersebut usai AS tidak menggunakan veto dalam jajak pendapat Dewan Keamanan (DK) PBB.
Advertisement
Melalui hak vetonya, AS selama ini kerap melindungi Israel. Yang teranyar, Negeri Paman Sam justru memilih abstain.
Israel pun dibuat kian terpojok saat 14 negara anggota Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi yang mendesak penghentian pembangunan pemukiman.
Dijelaskan Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power, bukan tanpa alasan negaranya memilih abstain. Ia menekankan, resolusi sudah sesuai fakta di lapangan yang menunjukkan, pembangunan pemukiman Yahudi ilegal terus bertambah.
"Masalah permukiman ilegal semakin buruk dan ini membahayakan two state solution (solusi dua negara)," sebut Power.
Hasil Sidang DK PBB tersebut sontak membuat Israel naik pitam. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pun segera mengeluarkan komentar keras.
"Kami tidak akan mematuhi putusan itu," sebut Netanyahu seperti dikutip dari BBC, pada 24 Desember lalu.
Sejak 1967, ada 500 ribu warga Yahudi yang menduduki wilayah Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Pembangunan permukiman Yahudi menyalahi aturan hukum internasional namun Israel sama sekali acuh atas pelanggaran yang sudah dibuatnya.