5 Rute Miliarder bagi Orang yang Tak Lahir di Keluarga Kaya

Meski tak dilahirkan dalam keluarga yang kaya tujuh turunan, semua orang berhak bermimpi jadi miliarder. Caranya?

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 24 Mei 2017, 09:09 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2017, 09:09 WIB
Ingin Sukses Jadi Pengusaha? Ini Nasihat Ampuh dari Jack Ma
Nasihat-nasihat dari Jack Ma kepada anak muda yang ingin menjadi pengusaha sukses.

Liputan6.com, Jakarta - Meski tak dilahirkan dalam keluarga yang kaya tujuh turunan, semua orang berhak bermimpi jadi miliarder.

Apalagi fakta membuktikan, mayoritas miliarder bukan dilahirkan, tapi menciptakan nasib baik mereka sendiri.

Lebih dari dua pertiga daftar 400 orang terkaya dunia pada 2016 versi Forbes adalah mereka yang jadi miliarder berkat kerja keras. Sebanyak 226 di antaranya bahkan mengaku membangun kekayaan dari awal.

Pada 2016, salah satu pendiri Stripe, John Collison (26), bahkan menggeser posisi Evan Spiegel (Snapchat) dalam kategori miliarder termuda versi Forbes yang membangun kekayaan mereka sendiri, bukan dari warisan belaka.

Hal itu dimungkinkan setelah perusahaan pembayaran online itu mengumumkan kucuran investasi CapitalG yang membuat Stripe kini memiliki valuasi US$ 9,2 miliar.

Apa yang membuat orang-orang ini punya kekuatan besar untuk menjadikan diri mereka miliarder?

Setidaknya, ada lima sikap dan kebiasaan yang dimiliki para miliarder, seperti dikutip dari situs Asia One, Selasa (22/5/2017):

1. Haus Pengetahuan

Pada 2011, Patrick dan John Collison mendirikan Stripe, dengan dukungan sejumlah orang, termasuk Elon Musk dan Peter Thiel.

Kesuksesan mereka berawal dari obsesi terhadap teknologi dan pengkodean (coding).

John Collison

Dua bersaudara itu berlajar pengkodean secara otodidak, bahkan sebelum umur mereka genap 10 tahun.

"Pada hari Sabtu saya pergi ke toko buku, membeli sebuah buku tentang pemprograman, dan saya segera memulainya," kata Patrick kepada The Financial Times.

Sementara itu, Bill Gates menciptakan perangkat lunak pertamanya pada usia 13 tahun. Tiga tahun kemudian ia bahkan telah mendirikan perusahaan. Lewat, Traf-O-Data, ia mulai mendapatkan uang dari komputasi.

Sementara itu di China, pada usia 12 tahun Jack Ma mulai belajar bahasa Inggris secara otodidak.

Tiap pagi, ia mengayuh sepeda selama 40 menit, menuju sebuah hotel di kotanya, menawarkan jasa pemandu wisata gratis pada para turis.

Meski tak mendapatkan uang atas jasanya itu, Jack Ma mendapatkan banyak guru bahasa Inggris gratis.

2. Ijazah Bukan Penentu

Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, pernah kuliah di Universitas Harvard. Namun di tengah jalan, ia putus kuliah alias drop out (DO).

Ia memilih untuk keluar demi mengembangkan aplikasinya. Namun demikian, Zuckerberg menduga ia mungkin tak bakal menciptakan app itu jika tak kuliah di Harvard.

Sementara, pendiri Stripe Patrick Collison DO dari MIT, dan saudaranya John putus kuliah dari Harvard demi mengembangkan start up pertama mereka Auctomatic.

Evan Spiegel bahkan memilih meninggalkan Stanford demi fokus ke Snapchat, meski tinggal selangkah lagi baginya untuk lulus.

(Foto: CNBC)

Ada juga miliarder yang tak menempuh pendidikan di universitas ternama, misalnya Jack Ma. Lainnya bahkan tak mencicipi bangku kuliah.

Ma lulus dengan gelar MBA dari Cheung Kong University saat ia telah membangun Alibaba.

Miliarder Hong Kong, Li Ka Shing, bahkan berpisah dari bangku sekolah pada usia muda, demi membantu keluarganya. Ia tak pernah pergi kuliah.

3. Rendah Hati

Bak padi, kian bersisi makin merunduk, dengan talenta mereka yang luar biasa. Kerendahan hati Collison bersaudara menjadi rahasia mereka mendapatkan kepercayaan dan antusiasme, baik dari investor maupun klien.

Warren Buffet, pemimpin sekaligus CEO Berkshire Hathaway, memiliki kekayaan bersih sekitar US$ 73,1 miliar. Namun ia tetap tinggal di rumahnya yang sudah 50 tahun berdiri.

Rumah di Omaha, Nebraska, itu ia beli seharga US$ 31.500.

Buffet mendonasikan lebih dari US$ 2,86 miliar saham Berkshire Hathaway ke beberapa badan amal, terutama untuk Bill and Melinda Gates Foundation.

Mark Zuckerberg juga menjalani gaya hidup yang sederhana. Ia mengenakan kaus abu-abu yang sama untuk bekerja setiap harinya.

Pesta pernikahannya dengan Priscilla Chan digelar di halaman rumah. Pasangan kaya raya itu bahkan terlihat menyantap makanan di restoran cepat saji McDonald's saat bulan madu mereka di Italia.

Ada juga taipan properti, Lee Shau Kee, yang menyumbangkan lebih dari US$ 400 juta untuk pendidikan selama beberapa tahun.

Foto: Financial Times

Lee berasal dari latar belakang sangat sederhana. Keluarganya hanya mampu menyediakan ikan atau daging untuk makan dua kali dalam sebulan.

Meski punya pendapatan besar dan jumlah kekayaan melimpah, Lee tetap rendah hati dan sederhana.

4. Pembaca yang Rakus

Warren Buffett mengakui keputusan besarnya yang menghasilkan banyak uang berasal dari kebiasaan membacanya.

Ia dilaporkan menghabiskan banyak waktunya untuk membaca.

Warren Buffett, pengusaha sekaligus investor sukses Amerika Serikat (Reuters)

Sementara itu, Collison bersaudara adalah pembaca yang rakus. Mereka dilaporkan punya sekitar 600 buku.

Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX bahkan terobsesi membaca sejak anak-anak.

Dalam wawancara bersama Bloomberg, Musk mendeskripsikan dirinya sebagai "kutu buku".

Musk bahkan mengaku membaca dua buku setiap harinya saat tumbuh besar.

Saat ditanya, bagaimana ia belajar membuat roket, pria yang tumbuh di Afrika Selatan itu menjawab, "Aku membaca buku."

Li Ka Shing juga suka membaca. Ia bahkan menyebut, salah satu kunci suksesnya adalah kemampuannya untuk belajar mandiri.

Misalnya, ia menyelesaikan buku akuntansi Cheung Kong pada tahun pertama bekerja di perusahaan itu, meski tanpa latar belakang pendidikan keuangan.

5. Kegagalan Tak Menghentikan Mereka

Jalan menuju miliarder tidaklah mudah. Di balik kesuksesan Snapchat yang fenomenal, Evan Spiegel melalui banyak rintangan dan kegagalan.

Versi pertama buatannya, Picaboo, gagal lepas landas. Kemudian, ia mengganti namanya dengan Snapchat, menambahkan beberapa fitur, sebelum produknya sukses berat.

Bahkan setelah memulai Alibaba, Jack Ma mengalami banyak kegagalan. Tiga tahun pertama, produknya itu tak menghasilkan untung.

Jack Ma dan David Morley di taman Hangzhou, 1980. (Supplied)

Pada awalnya, perusahaan para miliarder teknologi berkembang terlalu cepat dan hampir pecah saat gelembung dot-com meledak.

Pada satu titik, mereka bahkan berada di ambang kebangkrutan.

Pada tahun 2009, Airbnb hampir bangkrut. Seperti banyak pemula, produk itu telah diluncurkan, tapi hampir tidak ada yang menyadari keberadaannya.

Orang-orang biasa yang jadi kaya raya telah menunjukkan pada kita seberapa jauh keteguhan, kepercayaan diri, dan ketekunan bisa mengantar kita pada tujuan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya