Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menyampaikan bahwa pihak kementerian telah melakukan kontak dengan 10 Warga Negara Indonesia yang terjebak di Kota Marawi.
Kontak tersebut dilakukan oleh pihak Kemlu RI melalui Konsulat Jenderal RI di Kota Davao dan Kedutaan Besar RI di Manila, Filipina.
Baca Juga
"RI melalui Kementerian Luar Negeri, KJRI Davao, KBRI Manila, dan otoritas Filipina telah melakukan kontak dengan 10 orang yang ada di Marawi. Permintaan mereka adalah agar dievakuasi dari Marawi dan dipulangkan ke Indonesia," jelas Menlu Retno Marsudi saat konferensi pers di Gedung Kementerian Luar Negeri Jakarta, Selasa (30/5/2017).
Advertisement
Menlu Retno juga menjelaskan bahwa pihak Kemlu RI telah berada di lapangan untuk mengupayakan proses evakuasi. Akan tetapi, isu keamanan menjadi momok bagi atase pemerintah Tanah Air untuk mengeluarkan ke-10 WNI tersebut dari Marawi.
"Saat ini tim KJRI Davao dan KBRI Manila sudah berada di lapangan, tepatnya di Kota Iligan, Provinsi Lanao del Norte, dua jam perjalanan dari Marawi. Tapi, aspek keamanan masih jadi pertimbangan utama tim. Kami tidak bisa melakukan evakuasi sendiri tanpa kerjasama dan bantuan dari otoritas setempat," imbuh Retno.
Sementara itu sempat beredar kabar bahwa ada enam WNI lain -- selaim 10 WNI yang sudah dikontak -- yang sempat dilaporkan turut berada di Kota Marawi.
Akan tetapi, pihak Kemlu RI memastikan bahwa mereka sudah meninggalkan Kota Marawi sekitar dua pekan lalu, sebelum pertempuran antara otoritas Filipina dengan kelompok pemberontak Maute terjadi.
"Yang enam itu sudah meninggalkan Marawi sejak sekitar dua pekan lalu, sebelum ada pertempuran. Sekarang mereka ada di Munacipality Sultan Naga Dimaporo, Provinsi Lanao del Norte. Mereka juga minta dipulangkan ke Indonesia," ujar Juru Bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir melengkapi keterangan Menlu Retno Marsudi.
Menurut Kemlu RI, 10 WNI yang berada di Marawi merupakan anggota Jamaah Tabligh asal Bandung dan Jakarta. Mereka, seperti yang dijelaskan oleh Kemlu, tengah melakukan ibadah dan dakwah di kota yang berpopulasi sekitar 200.000 orang tersebut.
Kekerasan di Marawi pecah saat puluhan anggota kelompok militan menyerbu kota itu, setelah aparat keamanan berusaha menangkap Isnilon Hapilon, seorang veteran militan Filipina yang diyakini sebagai pemimpin ISIS di kawasan itu.
Segera setelahnya, bendera hitam ISIS berkibar dan kelompok militan dilaporkan menculik seorang pendeta dan 14 jemaat gereja. Mereka juga membakar sejumlah bangunan.
Dari total 85 korban tewas, terdapat 51 anggota kelompok militan dan 13 tentara. Sementara itu, sebagian besar penduduk Marawi memutuskan mengungsi.