Donald Trump di Bawah Bayang-Bayang Pemakzulan

Hingga kini, ada dua kubu yang menjadi ujung tombak dalam upaya pemakzulan Presiden ke-45 AS, Donald Trump.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 13 Jun 2017, 21:00 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2017, 21:00 WIB
Presiden ke-45 Amerika Serikat
Presiden ke-45 Amerika Serikat, Donald Trump (AFP)

Liputan6.com, Washington, DC - Sepanjang sejarah, Amerika Serikat telah dua kali melakukan pemakzulan (impeachment) terhadap presidennya. Pertama adalah mantan presiden Richard Nixon yang dimakzulkan pada 1974 atas Skandal Watergate.

Pada skandal tersebut, Presiden Nixon terbukti melakukan skandal penyadapan terhadap sejumlah pejabat tinggi pemerintahan AS demi keuntungan politisnya.

Ia bahkan melakukan penyalahgunaan kekuasaan, dengan memerintahkan Biro Investigasi Federal (FBI), Badan Intelijen CIA, dan Badan Pemeriksa Keuangan AS (IRS, Internal Revenue Service), untuk menginvestigasi lawan politiknya, demi keuntungan Nixon.

Kedua adalah mantan presiden Bill Clinton. Suami Hillary Clinton itu dimakzulkan pada 1998 atas skandal perselingkuhannya dengan Monica Lewinsky. Berdasarkan keputusan Kongres AS, Clinton terbukti menghalangi proses penegakan hukum dan memberikan kesaksian palsu demi menutup-nutupi kasus perselingkuhannya.

Dan kini, isu pemakzulan ketiga presiden AS kian menghangat. Presiden Donald Trump terancam dimakzulkan setelah sejumlah peristiwa dan kasus yang mencuat ke permukaan publik.

Belum genap setengah tahun menjabat, presiden ke-45 AS itu kini diprediksi semakin dekat untuk mengakhiri masa jabatannya lebih cepat. Meski sejatinya, tak mudah untuk melakukannya. 

Hingga kini, sudah ada dua pihak yang menjadi ujung tombak dalam upaya pemakzulan Presiden ke-45 AS tersebut. Pihak pertama adalah mantan direktur Biro Investigasi Federal (FBI), James Comey yang dipecat oleh Presiden Trump pada Mei 2017 lalu, demikian seperti yang diwartakan oleh Newsweek, (13/6/2017).

Sementara itu, pihak kedua adalah Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat, perwakilan California Brad Sherman dan Maxine Waters, perwakilan Texas Al Green, dan mantan Jaksa Federal AS, Preet Bhahara. Sherman dan Al Green mengajukan sebuah artikel resmi pengusulan pemakzulan Presiden Trump kepada Kongres AS pada 13 Juni 2017.

Sedangkan Bhahara menyebut bahwa "pasti ada sejumlah bukti" yang mampu dijadikan pemicu untuk memulai investigasi guna memakzulkan presiden ke-45 AS tersebut.

Usulan pemakzulan Trump yang datang dari Comey akan disampaikan pada Kamis 15 Juni nanti dalam sebuah sidang dengar pendapat di hadapan Senat Komite Intelijen. Pada sidang dengar pendapat itu, Comey akan menyampaikan sebuah kesaksian yang akan memberatkan Presiden Trump.

Dalam kesaksiannya nanti, Comey akan menyampaikan bahwa dirinya diminta oleh Presiden Trump untuk menghentikan penyelidikan FBI terhadap mantan Penasihat Keamanan Nasional AS, Michael Flynn.

Biro Investigasi Federal yang dipimpin oleh Comey pada waktu itu tengah menyelidiki dugaan keterlibatan Flynn dengan Rusia serta campur tangan Negeri Beruang Merah untuk memenangkan Presiden Trump dalam Pilpres AS 2016.

James Comey menulis dalam sebuah memo perihal permintaan tersebut. Menurut sejumlah sumber, Comey memberikan catatan itu kepada beberapa pejabat senior FBI.

"Saya harap Anda bisa mengakhirinya," tulis Comey yang mengutip perkataan Trump. "Ia (Flynn) adalah pria baik."

Menurut memo itu, Comey tidak merespons permintaan Donald Trump, tetapi menjawab, "Saya setuju dia adalah pria baik."

Meski Comey tidak menyimpulkan bahwa tindakan Presiden Trump merupakan sebuah tindakan kriminal berupa "menghalang-halangi proses penegakan hukum" (Obstruction of Justice), tetapi mantan direktur FBI itu yakin bahwa dewan Senat Komite Intelijen akan menyelidiki dugaan tersebut setelah ia menyampaikan testimoninya. 

Sejumlah dukungan terhadap testimoni Comey yang akan dilakukan pada Kamis 15 Juni nanti mulai bermunculan. Organisasi gerakan masyarakat sipil MoveOn.org Civic Action mendukung pernyataan mantan direktur FBI tersebut dan meminta agar Kongres AS mulai memproses pemakzulan Presiden Trump.

"Di Amerika Serikat, tidak ada orang yang berada di atas hukum. Testimoni yang akan disampaikan oleh James Comey nanti diharapkan mampu memperjelas kongres bahwa proses pemakzulan harus segera dilakukan. Organisasi kami tidak akan menganggap enteng hal ini," jelas sebuah pernyataan tertulis direktur eksekutif MoveOn.org, Civic Action Anna Galland.

Gerakan masyarakat sipil progresif di AS turut menyampaikan hal serupa. Mereka menilai bahwa testimoni Comey --meski tidak eksplisit-- secara jelas telah menggambarkan bahwa presiden ke-45 AS itu melakukan pelanggaran.

"Testimoni Comey mengonfirmasi bahwa Donald Trump mencoba menghalang-halangi proses penegakan hukum. Dan tuduhan itu dapat memicu pemakzulan. Meski prosesnya cukup memakan waktu, pemakzulan harus dilakukan mulai dari sekarang. Saatnya melakukan sidang dengar pendapat tentang pemakzulan," kata sebuah pernyataan tertulis yang disampaikan oleh Indivisble Guide Movement, sebuah gerakan masyarakat sipil progresif AS.

 

Anggota Kongres dari Partai Demokrat Mulai Upaya Pemakzulan Presiden Trump

Sementara itu, Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat, perwakilan California Brad Sherman dan perwakilan Texas Al Green mengajukan artikel resmi pengusulan pemakzulan Presiden Trump kepada Kongres AS pada 13 Juni 2017.

Turut bergabung bersama mereka adalah Kongres AS dari Partai Demokrat perwakilan California Maxine Waters dan mantan Jaksa Federal AS Preet Bahara.

Preet Bahara bahkan pernah mengatakan bahwa ia mengetahui sejumlah bukti yang dapat digunakan untuk mengusulkan sebuah kasus penyelidikan Obstruction of Justice terhadap Presiden Trump, demikian seperti yang dikutip dari ABCnews pada 11 Juni 2017.

"Pasti ada bukti absolut untuk memulai sebuah kasus. Saat ini tak ada yang bisa mengatakan apakah itu kasus obstruction of justice atau bukan, karena belum ada bukti yang mampu membantah maupun menguatkan," jelas Bahara seperti yang dikutip dari ABCnews.

Sedangkan, ketiga anggota kongres, Sherman, Al Green, dan Waters, saat ini memimpin Partai Demokrat dalam upaya pemakzulan sang presiden ke-45 AS.

"Aku percaya bahwa Trump menggunakan ancaman untuk menghalang-halangi sebuah penyelidikan kasus pidana tentang Michael Flynn yang tengah berlangsung. Tindakan itu jelas melanggar hukum AS," kata anggota Kongres Sherman usulan pemakzulan Presiden Trump kepada Kongres AS pada 13 Juni 2017 seperti yang dikutip dari Huffington Post.

"Upaya Trump untuk menghalangi penyelidikan dugaan tentang hubungan Rusia dengan tim kampanyenya pada Pilpres 2016 lalu juga merupakan pelanggaran yang sama," tambahnya.

Meski begitu, Kongres AS yang didominasi oleh Partai Republik diyakini akan menghambat upaya ketiganya untuk melengserkan suami Melania Trump itu dari kursi kepresidenan. Dan pada saat yang sama, Partai Demokrat tampak berhati-hati untuk mengambil sikap maupun mendukung Kongres Sherman cs untuk memakzulkan Presiden Trump.

Pakar sejarah politik dari American University, Allan Lichtman, menjelaskan bahwa isu pemakzulan Presiden Trump memiliki bobot yang lebih serius dibanding kasus Bill Clinton.

"Saat ini, kita punya bukti langsung yang lebih kuat (untuk memakzulkan Trump) dibanding saat upaya memakzulkan Clinton pada 1998. Kita punya bukti bahwa presiden meminta menghentikan sebuah penyelidikan kasus pidana federal demi mengedepankan loyalitas. Ini lebih serius dari kasus Clinton. (Kasus) Donald Trump berurusan dan mengancam demokrasi serta keamanan nasional kita," kata Lichtman.

 

Saksikan juga video berikut ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya