Angkatan Udara AS di Korsel: Kami Siap Bertempur 'Malam Ini'

Pangkalan Udara Osan di Korea Selatan menjadi poin penting dalam upaya AS memata-matai Korut.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 21 Agu 2017, 07:48 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2017, 07:48 WIB
Pesawat F-16 mendarat di landasan pacu di Pangkalan Udara Osan di Pyeongtaek, Korea Selatan
Pesawat F-16 mendarat di landasan pacu di Pangkalan Udara Osan di Pyeongtaek, Korea Selatan (Hong Ki-won/Yonhap via AP)

Liputan6.com, Seoul - Dari Pangkalan Udara Osan, Korea Selatan, sebuah pesawat lepas landas sesaat setelah fajar menyingsing. Burung besi itu mengangkasa di atas Semenanjung Korea untuk selanjutnya mengumpulkan dan mengirim data penting ke markas militer Amerika Serikat di Korsel.

Pesawat itu sejatinya bernama Lockheed U-2, tapi juga dikenal dengan julukan "Dragon Lady" yang mampu terbang setinggi 70.000 kaki di atas permukaan laut.

Di tengah situasi di mana Korea Utara mengklaim kemajuan persenjataan nuklirnya dan mengancam akan menyerang Guam, "Dragon Lady" bertugas sebagai pesawat mata-mata yang akan membantu Washington untuk memetakan ancaman sebenarnya.

"Ini merupakan masa tersibuk kami dalam 10 tahun terakhir," ujar Letnan Kolonel James Bartran, seorang veteran pilot U-2 yang memimpin 5th Reconnaissance Squadron di Pangkalan Udara Osan, markas AU AS yang terdekat dengan Korut.

Misi mereka jelas: selalu menyiagakan mata dan telinga ke arah Korut.

"Seluruh yang didapat pesawat ini langsung dikirimkan ke orang-orang yang dapat memproses, mengeksploitasi, dan menyebarkan informasi tersebut selama beberapa menit ke para pimpinan kami," kata Bartran kepada CNN seperti Liputan6.com kutip pada Senin (21/8/2017).

"Dragon Lady" pertama kali mengudara selama Perang Dingin, tepatnya pada tahun 1950-an. Burung besi itu dibangun dengan kemampuan terbang tinggi sehingga tidak terdeteksi oleh pesawat Uni Soviet.

Teranyar, U-2 telah dimodernisasi dengan sensor dan kamera baru. Dengan harga per unitnya mencapai US$ 250 juta, pesawat ini dilengkapi berbagai peralatan untuk menjalankan berbagai tugas pengumpulan intelijen yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh pesawat tanpa awak.

Fakta tersebut membuat "Dragon Lady" menjadi aset penting dalam mendeteksi gerak-gerik Korut.

Sejak Donald Trump menjadi Presiden AS, retorika keras antara Pyongyang dan Washington semakin meningkat. Kedua pihak saling mengancam akan memusnahkan satu sama lain.

Kendati rencana serangan ke Guam ditangguhkan oleh Pemimpin Korut Kim Jong-un, tidak ada yang benar-benar dapat menjamin bahwa ketegangan mereda. Situasi serba tidak pasti.

Terkait fakta tersebut, Bartran menjelaskan bahwa kehadiran U-2 di langit Semenanjung Korea adalah demi memastikan bahwa AS memiliki informasi yang dibutuhkan untuk bertindak atau merespons.

Pada hari Kamis lalu, Menteri Pertahanan AS James Mattis memperingatkan, jika Korut benar-benar menembakkan rudal ke wilayah AS atau sekutu-sekutunya, maka "permainan" akan dimulai.

"Saya dapat meyakinkan Anda bahwa dalam kerja sama yang erat dengan sekutu kita, ada konsekuensi-konsekuensi militer yang keras jika Korut memulai permusuhan," ujar Mattis.

Beberapa konsekuensi tersebut mungkin akan berasal dari Pangkalan Udara Osan. Karena selain menjadi rumah bagi "Dragon Lady", Osan juga markas bagi dua skuadron jet tempur F-16 di mana para pilotnya dilatih dengan moto "ready to fight tonight" atau "siap untuk bertempur malam ini".

'Ferrari'

Skuadron F-16 ketiga ditempatkan di Kunsan, sebuah pangkalan udara AS lainnya di Korea Selatan.

"Ini adalah Ferrari -- itulah cara terbaik untuk menggambarkan benda (F-16) ini," jelas Mayor Daniel Trueblood, seorang pilot F-16 dari Skuadron ke-35 yang dengan bangga memamerkan "tunggangannya".

Tak berhenti sampai di situ saja, Trueblood juga menjelaskan tentang kecepatan supersonik pesawat yang dapat bergerak sejauh 16 mil per menit.

Itu berarti, jika AS memutuskan untuk melancarkan serangan atau merespons Korut, F-16 -- yang dapat membawa rudal jarak jauh, jarak pendek, dan bom -- secara teori dapat sampai di Korut dalam waktu kurang dari tiga menit saja!

Skuadron F-16 berlatih setiap hari di langit Semenanjung Korea. Mereka terlibat simulasi tempur, baik dalam kondisi siang atau malam. "Kami tidak tahu kapan sesuatu akan terjadi atau apa yang akan kami lakukan, jadi kami perlu memastikan bahwa kami siap mengeksekusi, kapan saja. Kami mempersiapkan diri setiap hari layaknya malam ini adalah momennya," jelas Trueblood.

Lebih lanjut Trueblood menceritakan, "Tugas kami (skuadron F-16) adalah membuat musuh membidik kami dengan ancaman udara ke udara dan ancaman darat ke udara, sehingga pada dasarnya kami melindungi orang lain. Jadi, kami ingin mereka (musuh) menargetkan kami".

Terlepas dari berbagai kemungkinan akan pecahnya konflik bersenjata, pejabat AS dan Korsel bersikeras bahwa mereka lebih suka bernegosiasi ketimbang meletuskan perang dengan Korut.

Di lain sisi, "pembangkangan" yang ditunjukkan Korut memicu kekhawatiran pertempuran akan rentan pecah. Jika memang demikian kondisinya, para pilot di Pangkalan Udara Osan mengatakan, mereka siap.

"Misi ini selalu sangat jelas dan mendikte saya bahwa kami siap untuk bertempur," tegas Trueblood.

 

Saksikan video berikut:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya