Liputan6.com, Jakarta - Para produsen Bahan Bakar Minyak (BBM) sebaiknya bersiap-siap. OPEC, Rusia, dan Big Oil --pebisnis raksasa perminyakan -- mengira mereka punya waktu setengah abad untuk bersiap menghadapi musnahnya mesin pembakaran internal pengguna BBM.
Namun, dugaan tersebut tidak tepat. Kemungkinan produsen utama BBM kini hanya punya waktu satu dekade.
Di pertengahan tahun ini, melalui dua tanggal yang berselisih hanya 2 minggu, Prancis dan Inggris mengumumkan larangan penjualan mobil-mobil pengguna bensin dan diesel sebelum 2040.
Advertisement
Keputusan itu seperti gempa bumi di kalangan dunia energi. Apalagi beberapa negara lain juga bergerak ke arah yang sama. Resolusi tak mengikat di Bundesrat (salah satu kamar parlemen Jerman) menyerukan larangan serupa sebelum 2030.
Baca Juga
Norwegia membidik jadwal pada 2025. Dampaknya pun langsung terasa karena penjualan kendaraan listrik (electric vehicle, EV) mencapai 42 persen dari semua mobil yang terjual pada bulan Juli.
Pusat-pusat pengisian daya listrik akan segera bermunculan di Prancis dan Inggris, seperti merebaknya stasiun seperti itu di Norwegia. Di sana, keberadaan stasiun pengisian listrik pun bisa dicari lewat aplikasi iPhone.
Dikutip dari Sydney Morning Herald pada Selasa (5/9/2017), rencana baru di China mensyaratkan kendaraan emisi nol (zero-emission) harus mencapai 8 persen dari total penjualan kendaraan tahun depan. Angka itu harus meningkat menjadi 10 persen pada 2019 dan mencapai 12 persen pada 2020.
Rencana ini menjadi gempa bumi lebih besar lagi di kalangan dunia energi. Pembuat mobil Jerman dan Jepang yang tidak memproduksi EV – atau yang kurang banyak jumlah produksi EV-nya – terancam tergusur dari pasar mobil terbesar sedunia tersebut.
Hengkang Besar-besaran
Setelah pemerintah-pemerintah menetapkan kebijakan seperti ini, pasar pun akan segera mengambil manfaat. Mereka akan mempercepat jadwal. Morgan Stanley menduga EV akan meraup 70 persen pasar Eropa menjelang pertengahan abad ini.
Di sisi lain, akan semakin mahal biaya untuk memproduksi mobil BBM yang memenuhi syarat emisi CO2 dan partikel NOx. Saat bersamaan, harga baterai listrik semakin rendah.
SPBU akan ditutup di mana-mana menjadi benda langka. Suku cadang untuk kendaraan pengguna BBM juga akan semakin susah didapat.
Dengan kesadaran risiko yang merasuk dalam benak warga, maka peralihan kepada penggunaan EV akan seperti suasana kerumunan yang sedang berebut. Beramai-ramai dan tergesa-gesa.
Argumen di kalangan perbankan global sekarang ini bergeser dari pembicaraan apakah puncak permintaan (demand) akan muncul menjadi pertanyaan tentang seberapa cepat (how soon) hal itu akan terjadi.
Tapi, pemikiran demikian belum cukup ekstrem, demikian menurut Tony Seba dari Stanford University dan RethinkX.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Advertisement
Mengejar Selama 5 Tahun
Profesor Seba menduga EV akan meraih kesetaraan harga dalam 5 tahun ke depan, dengan harga rata-rata di bawah US$ 20 ribu. Sekarang ini, harga rata-rata kendaraan pengguna BBM adalah US$ 24 ribu.
Setelah melewati titik itu, EV akan menang dalam hal biaya perawatan. Karena komponen-komponen bergeraknya lebih sedikit dan potensi usia pakai yang bisa mencapai 800 ribu kilometer, maka mobil-mobil pengguna BBM akan menjadi barang usang.
Hal itu bisa dimisalkan dengan nasib perusahaan kamera Kodak yang kelabakan menghadapi kehadiran kamera digital. Kematiannya cepat dan brutal.
OPEC tidak dapat mencerna hal ini. Kelompok itu menduga energi terbarukan (renewable energy) akan menjadi ancaman bagi batu bara, tapi dianggap bukan sebagai ancaman serius bagi bahan bakar transportasi.
Menurut OPEC, BBM masih akan mencapai 77 persen pasokan energi dunia pada 2040, suatu tingkatan yang sama seperti sekarang ini.
Terbitan "World Oil Outlook" mereka meramalkan bahwa permintaan minyak mentah meningkat sebesar 16,4 juta barel per hari (b/d) menjadi 109 juta b/d saat itu, terutama terkait dengan perkembangan ekonomi China dan India.
Jumlah mobil penumpang dunia akan meningkat dari 1 miliar menjadi 2,1 miliar kendaraan. OPEC menduga kendaraan EV hanya berjumlah 6,7 persen dari keseluruhan kendaraan tersebut.
Pengangkutan muatan besar jarah jauh (hauling) dan truk diangap tidak bisa menggunakan sumber daya listrik.
Padahal, Nikola Motor Company di Amerika Serikat (AS) telah menjajal truk trailer 18-roda pengguna baterai Tesla dan bisa menjangkau 1.930 kilometer menggunakan satu generator fuel-cell hidrogen.
Perusahaan Boeing bahkan sudah mulai mengerjakan pesawat terbang berbahan listrik untuk penerbangan komuter jarak dekat.
Selain kematian perlahan oleh pelistrikan, industri minyak shale di AS dalam jangka pendek mampu seketika membanjiri pasar saat harga minyak mentah naik lagi di atas US$ 50 per barel.
Recovery segera dibatasi pada setengah tingkat harga sebelumnnya, pada tingkat yang jauh dibawah titik impas (break-even point, BEP) yang diperlukan oleh Arab Saudi dan kebanyakan negara anggota OPEC untuk membiayai sistem kesejahteraan negeri masing-masing.