Liputan6.com, Jakarta - Siapa bilang langkah medis menjadi satu-satunya jalan untuk mengentas HIV?
Sebuah organisasi yang didirikan oleh beberapa orang pemerhati isu kemanusiaan, punya cara alternatif untuk melawan penyakit mematikan yang menjadi momok itu. Yaitu lewat sepak bola.
Grassroot Soccer, didirikan pada 2002, oleh Tommy Clark serta Methembe Ndlovu, Ethan Zohn, dan Kirk Friedrich sebagai co-founder, merupakan sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada isu kesehatan dan pemuda. Termasuk di antaranya, menggalakkan upaya pencegahan terpaparnya pemuda pada HIV.
Advertisement
"Awalnya aku tersentuh dengan kondisi kesehatan, terutama di Afrika," jelas Ethan Zohn, co-founder Grassroot Soccer di Jakarta, (11/10/2017).
Baca Juga
Terbelalak pada sejumlah fakta, Zohn yang awalnya bergeming, akhirnya memutuskan untuk berkontribusi.
"Sekitar 34 juta orang di dunia terinfeksi HIV, 40 persennya adalah anak-anak dan pemuda. Ada 7.000 infeksi baru setiap tahunnya. Dan penyakit itu merupakan pembunuh nomor satu bagi perempuan. Serta, memilik prevalensi yang tinggi di Afrika," papar Zohn.
"Ditambah lagi aku melihat langsung kondisi anak-anak dengan HIV positif yang terbengkalai begitu saja di sebuah rumah sakit di Zimbabwe beberapa tahun lalu. Atas semua fakta itu, pikiranku berkata, 'Wow, begitu mengejutkan'. Dan akhirnya aku turut mendirikan Grassroot Soccer," jelasnya.
Bermula di Zimbabwe, organisasi itu memanfaatkan kekuatan popularitas sepak bola untuk mengedukasi, menginspirasi, dan memobilisasi pemuda, khususnya di negara berkembang, untuk menghadapi berbagai macam tantangan kesehatan --salah satunya HIV--, juga isu sosial, dan mendorong mereka untuk agen perubahan di komunitasnya.
"Kami berkutat pada masalah HIV, kesehatan reproduksi, kekerasan berbasis gender, malaria, dan isu kepemudaan lain yang menjadi momok, seperti misalnya penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang," jelas pria berkewarganegaraan Amerika Serikat itu.
"Pemuda punya potensi untuk mengeradikasi HIV. Sepak bola punya kekuatan dan pengaruh yang besar dalam hidup pemuda. Jadi, dengan memanfaatkan kepopularitasan olah raga itu, kita dapat lebih efektif memberdayakan dan menanamkan edukasi pada pemuda," tambahnya.
Pria yang pernah berkecimpung di dunia reality show kemudian menjelaskan, Grassroot Soccer beroperasi melalui penerapan kurikulum, edukasi dan pemberdayaan melalui pelatih, serta pendekatan kebudayaan.
"Contohnya, kami mengadakan pelatihan sepak bola yang diselipkan dengan materi edukasi HIV dan kesehatan reproduksi. Pelatih dan mentor Grassroot Soccer melatih serta mendampingi pemuda untuk kedua hal itu," jelas pemenang reality show Survivor itu.
Alhasil, menurut klaim Zohn, kehadiran Grassroot Soccer mampu membawa perubahan bagi pemuda di Zimbabwe.
"Prevalensi HIV di kalangan pemuda di negara itu mengalami penurunan. Ditambah lagi, kepercayaan diri mereka meningkat," tambah Zohn.
Terakhir, co-founder organisasi yang telah merambah di 50 negara itu berpesan, khususnya bagi pemuda di Indonesia, "Setiap pemuda harus berkontribusi untuk melakukan perubahan. Mereka bisa memulai dari hal yang kecil terlebih dahulu, dimulai dari komunitas sekitarnya. Mereka juga harus mulai menanamkan jiwa kepemimpinan dalam melakukan hal itu. Jika mereka melakukan hal itu, organisasi serupa seperti Grassroot Soccer akan banyak bermunculan dan membawa kebaikan bagi orang banyak."