Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Benarkah Ketagihan Seks Merupakan Bentuk Penyakit?

Ketagihan seks telah terlalu sering dipakai dan disalahgunakan sehingga menjadi dalih yang tak berarti.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 16 Okt 2017, 23:00 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2017, 23:00 WIB
[Bintang] Harvey Weinstein
Secara umum, Weinstein mengaku bahwa ia bukanlah seorang yang jahat. Ia berdalih bahwa dirinya menderita penyakit yang menyebabkannya ketagihan seks. (AFP/Jean-Christophe Magnenet)

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini, Harvey Weinstein, seorang sosok penting Hollywood, mengalami masalah hukum terkait dugaan kelakuannya terhadap beberapa wanita. Kelakuan itu dianggap melecehkan.

Secara umum, Weinstein mengaku bahwa ia bukanlah seorang yang jahat. Ia berdalih bahwa dirinya menderita penyakit yang menyebabkannya ketagihan seks.

Weinstein bukan yang pertama ataupun satu-satunya yang mengajukan dalih tersebut.

Dikutip dari New Scientist pada Senin (16/10/2017), gagasan tentang ketagihan seks sudah ada selama empat dekade terakhir dan ada banyak penawaran terapi, terutama di Amerika Serikat (AS).

Namun demikian, kelakuan si produser film bersifat ekstrem sehingga menggugah kembali pandangan skeptis selama ini tentang ketagihan seks (sex addiction).

David Ley, seorang ahli psikologi klinis di New Mexico yang menulis buku berjudul "The Myth of Sex Addiction" mengatakan, "Hal itu (ketagihan seks) telah terlalu sering dipakai dan disalahgunakan sehingga menjadi dalih yang tak berarti."

Istilah itu memang sering dipakai oleh media dan publik, tapi konsep tentangnya sangat kontroversial di kalangan profesional.

Misalnya, melalui pernyataan pada 2016, pihak American Association of Sexuality Educators, Counselors and Therapists menolak istilah tersebut.

Ketika memperbaharui buku teks utama bagi para ahli psikiatri AS, para ahli psikiatri menimbang ulang dan menolak memasukannya sebagai salah satu diagnosis baru.

Menurut salah satu penulis buku teks "Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders" (DSM) tersebut, tidak banyak terbitan penelitian yang mendukung gagasan tentang ketagihan seks.

Keputusan untuk tidak tergesa-gesa menerbitkan diagnosis cukup mengejutkan karena buku DSM kadang-kadang cenderung lebih mudah menciptakan diagnosis baru.

Sebaliknya, banyak juga para profesional yang percaya adanya ketagihan seks, misalnya mereka yang menerbitkan tulisan dalam jurnal "Sexual Addiction and Compulsivity."

 

Cara Pandang Berdasarkan Latar Belakang Seseorang 

Ilustrasi Pornografi (iStockphoto)​

Menurut Ley, orang-orang yang datang kepadanya dan khawatir mereka telah ketagihan seks atau pornografi seringkali dibesarkan dalam keluarga yang sangat religius sehingga mencemaskan perilaku seks normal mereka sebagai bukti penyakit tersebut.

Katanya, "Mereka tidak lebih banyak berurusan dengan seks atau pornografi dibandingkan orang-orang lain, hanya saja mereka merasa lebih buruk tentangnya."

Temuan itu senada dengan suatu penelitian yang mengungkapkan bahwa para penonton pornografi yang memiliki kepercayaan religius lebih berkemungkinan memandang dirinya telah ketagihan.

Beberapa kelompok lain yang menggolongkan dirinya sebagai ketagihan seks adalah para pria gay dan biseksual yang tidak bahagia dengan seksualitas mereka, maupun orang-orang yang memang hanya ingin lebih banyak seks dibandingkan pasangan.

Ketika orang-orang seperti itu bertemu dengan seorang ahli terapi yang sepakat akan keberadaan ketagihan seks, para pasien itu mungkin akhirnya mendapatkan perawatan.

Cara yang ditempuh misalnya terapi berkelompok yang serupa dengan program 12-langkah untuk mengatasi alkoholisme.

Tapi tidak ada percobaan acak (random trial) yang menunjukkan bahwa terapi seperti itu membantu mengatasi perilaku seksual yang bermasalah.

Sebaliknya, ada beberapa petunjuk bahwa penanganan demikian malah tidak membantu.

Dalam suatu penelitian pada lebih dari 100 pria AS yang menonton pornografi, kepercayaan bahwa seseorang mengalami ketagihan berkaitan dengan tekanan psikologis yang lebih buruk hingga setahun kemudian. Dan hal itu tak bergantung kepada berapa seringnya mereka menonton pornografi.

Temuan tersebut berlawanan dengan pandangan dasar program 12-langkah yang mengatakan bahwa pengakuan diri sebagai seorang yang memiliki ketagihan merupakan langkah awal yang hakiki dalam perjalanan menuju pemulihan.

Ketika nantinya seorang selebriti mengaku-ngaku ketagihan seks, memang ingin menduga-duga apakah ia memang pantas mendapat label sebagai seorang yang ketagihan seks.

Tapi mungkin lebih baik kita mempertanyakan apakah label seperti itu memang bermakna.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya