Liputan6.com, Harare - Mantan tangan kanan Robert Mugabe, Emmerson Mnangagwa, akan dilantik sebagai Presiden sementara Zimbabwe. Sementara, Mugabe dan istrinya, Grace, mendapat kekebalan yang memungkinkan pasangan tersebut tetap tinggal di negara itu.
Mnangagwa yang dilaporkan kembali ke Zimbabwe pada Rabu untuk mengambil alih kendali, berjanji membawa bangsa itu ke sebuah era "demokrasi baru dan terbuka." Hal tersebut ia ungkapkan di hadapan para pendukungnya, namun dalam kesempatan yang sama ia tidak menyinggung masa depan Mugabe.
Seperti dikutip dari CNN pada Jumat (24/11/2017), Kolonel Overson Mugwisi, juru bicara Pasukan Pertahanan Zimbabwe mengatakan bahwa sebuah kesepakatan telah dicapai dengan Mugabe. Itu mencakup kekebalan dan jaminan keselamatan bagi dirinya dan istrinya.
Advertisement
Mugabe yang berusia 93 tahun selama ini dituduh melancarkan kampanye ketakutan untuk mempertahankan kekuasaannya nyaris selama empat dekade. Para aktivis HAM sejak lama mendesak agar ia diseret ke pengadilan.
Baca Juga
Ia dituduh memerintahkan serangkaian pembantaian pada awal hingga pertengahan 1980-an demi mengonsolidasikan kekuasaannya. Akademisi memperkirakan setidaknya 20 ribu orang terbunuh.
Mugabe juga dituding melakukan korupsi demi menyalurkan hasrat hidup mewahnya. Ia dianggap menjerumuskan bangsa yang dulunya makmur ke dalam jurang kehancuran ekonomi dan kemiskinan.
Pria yang sempat dinobatkan sebagai pemimpin dunia tertua ini dikabarkan menghabiskan waktu selama satu pekan terakhir untuk menegosiasikan kemundurannya sejak militer menguasai ibu kota Zimbabwe, Harare, dan menempatkannya sebagai tahanan rumah.
Sebuah sumber menyebutkan, setelah melalui proses yang panjang dan berlarut-larut, pejabat militer akhirnya setuju untuk memberi Mugabe dan istri kekebalan dan membiarkan pasangan itu menyimpan sejumlah propertinya.
Mnangagwa Akui Terlibat dalam Upaya Mendepak Mugabe
Dalam pidatonya pada Rabu lalu, Mnangagwa menjelaskan bahwa ia berperan dalam operasi militer yang ditujukan untuk menyingkirkan Mugabe dari kekuasaan. Ia mengatakan bahwa dirinya "melakukan komunikasi konstan" dengan para pemimpin militer selama operasi militer tersebut.
Militer sendiri berperan penting bagi kejatuhan Mugabe. Mereka tak hanya disebut telah melakukan kudeta, namun juga memimpin perundingan dengan Mugabe hingga memungkinkan pria itu mundur secara terhormat.
Pemimpin partai oposisi utama MDC-T, Morgan Tsvangirai, mengungkapkan kekhawatirannya terkait dengan meningkatnya peran militer jelang pemilu yang akan digelar tahun depan. Mnangagwa diketahui berkuasa atas militer Zimbabwe dan Tsvangirai mendesaknya untuk secara resmi menetapkan peran militer.
"Bagi Zimbabwe yang telah mengalami kebrutalan, intimidasi dan kekerasan akan sangat skeptis jika peran militer tidak didefinisikan dengan benar," tutur Tsvangirai kepada CNN.
Tsvangirai juga menyerukan agar pemilu tahun depan dilaksanakan secara bebas dan adil.
Kembalinya Mnangagwa disebut-sebut telah memicu kewaspadaan di Zimbabwe mengingat sosoknya diduga berada di balik sejumlah kebijakan kejam Mugabe. Merujuk pada kelicikannya dalam berpolitik dan usia panjangnya, pria 75 tahun yang dituduh mendalangi pembantaian pada 1980-an itu dijuluki "The Crocodile".
Advertisement