Digantung Terbalik... Ini Nasib Pangeran Arab Saudi yang Diciduk?

Tak hanya tidur di kasur tipis, para pengeran Arab Saudi juga dikabarkan digantung terbalik dan disiksa.

oleh Elin Yunita KristantiTeddy Tri Setio Berty diperbarui 25 Nov 2017, 17:00 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2017, 17:00 WIB
Para Pangeran Saudi Ditahan di Hotel
Kendaraan melintas dekat hotel Ritz Carlton Riyadh yang sedang ditutup di Arab Saudi, 5 November 2017. Hotel bintang lima itu dijadikan sebagai rumah tahanan sementara 11 pangeran, empat menteri, dan puluhan mantan anggota kabinet. (FAYEZ NURELDINE/AFP)

Liputan6.com, Riyadh - Hotel Ritz-Carlton di Riyadh, Arab Saudi menjadi penjara bagi sekitar 50 anggota keluarga kerajaan dan para elite, yang ditangkap dalam upaya pemberantasan korupsi besar-besaran yang dipimpin Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Mereka yang ditahan di sana termasuk sejumlah mantan pejabat militer, eks menteri, kaum elite, juga 11 pangeran.

Pangeran sekaligus miliarder Alwaleed bin Talal, yang kekayaannya senilai US$ 10 miliar menjadikannya orang terkaya ke-10 di Bumi, juga ikut ditangkap.

Juga ada nama konglomerat konstruksi Bakr Bin Laden, miliarder Saleh Kamal, dan Waleed al-Ibrahim -- pemilik jaringan satelit MBC.

Meski ditempatkan di hotel mewah, kondisi para tahanan jauh dari nyaman. Tak hanya tidur di kasur tipis, mereka juga dikabarkan digantung terbalik -- dengan kaki di atas, kepala di bawah, dan dipukuli oleh anggota kontraktor keamanan swasta Amerika.

Seorang sumber kepada Daily Mail mengatakan, mereka yang ditahan menjadi subjek interogasi yang dilakukan oleh "tentara bayaran" asal Amerika, yang disewa oleh Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman.

Pria 32 tahun tersebut kini menjadi sosok paling kuat di negerinya.

"Tentara bayaran itu memukuli mereka, menyiksa mereka, menampar, menghina, tujuannya untuk menghancurkan para tahanan," kata sumber seperti dikutip dari News.com.au, Sabtu (25/11/2017).

Daily Mail menduga, firma keamanan 'Blackwater' terlibat dalam penanganan tahanan di Saudi. Namun, pihak perusahaan yang diwakili Academy, membantah terlibat. Apalagi, kata mereka, penyiksaan adalah hal ilegal dilakukan oleh warga AS, di mana pun mereka berada.

"Kami tidak menyediakan layanan keamanan di KSA (Kerajaan Arab Saudi), kami tidak memiliki kontak atau hubungan dengan pejabat pemerintah atau pihak swasta terkait tuduhan itu," kata perusahaan tersebut.

Sejak pekan pertama di Bulan November, sekitar 201 orang ditahan dalam upaya pemberantasan korupsi di Saudi. Uang dan aset yang disita jumlahnya mencapai US$ 100 miliar. Sementara itu 1.700 rekening dibekukan.

Mereka ditahan di sejumlah hotel mewah di seluruh negeri, untuk diselidiki dalam kasus korupsi, oleh lembaga yang dipimpim sang putra mahkota.

Sumber mengklaim, Mohammed bin Salman mempekerjakan kontraktor keamanan swasta, alih-alih memercayakan penyelidikan pada aparat Saudi yang mungkin kesetiaannya sudah terpecah.

"Dia (Mohammed bin Salman) bicara pada mereka dengan nada lembut saat interogasi. Kemudian, saat ia meninggalkan ruangan, tentara bayaran itu masuk. Para tahanan ditampar, dihina, digantung terbalik, disiksa," kata sumber.

Informasi tersebut mengemuka di tengah kekhawatiran terkait kurangnya pembelaan hukum untuk para tersangka yang kini masih berada dalam tahanan di Arab Saudi.

Sumber mengatakan, di luar hotel tempat para tahanan memang dijaga kendaraan lapis baja milik pihak militer. Namun, di dalam tentara bayaran yang punya kuasa.

Sumber tersebut mengatakan bahwa putra mahkota Arab Saudi sedang ingin menyatakan kewibawaannya dengan memancing rasa takut para tahanan.

Di sisi lain, Mohammed bin Salman ingin mengungkap jaringan asing yang diduga menerima suap dari para pangeran Arab Saudi.

'Tentara Bayaran', Fakta atau Isu?

Rumor tentang tentara bayaran juga menyebar di internet. Akun twitter yang terkenal di Arab Saudi, @Ahdjadid mem-posting apa yang dikatakan sebagai informasi orang dalam.

Informasi tersebut mengklaim bahwa Pengeran Mohammed bin Salman telah membawa setidaknya 150 tentara bayaran 'Blackwater'.

"Kelompok tentara bayaran Blackwater pertama tiba di Arab Saudi seminggu setelah pelengseran bin Nayef (mantan putra mahkota Mohammed bin Nayef). Jumlahnya sekitar 150 orang," kata dia seperti dikutip dari Daily Mail. 

Menurut informasi orang dalam, tentara bayaran dikerahkan untuk mengamankan tempat penahanan Nayef dan sisanya digunakan untuk melindungi sang putra mahkota.

Sementara itu, seorang dokter di sebuah rumah sakit di Riyadh dan seorang pejabat AS mengatakan kepada New York Times bahwa sebanyak 17 tahanan memerlukan perawatan medis.

Namun, Fatimah Baeshen, juru bicara Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington DC, mengatakan bahwa penangkapan tersebut ditujukan untuk memberantas kejahatan 'kerah putih'.

Ia juga menyebut, jaksa penuntut umum Arab Saudi memastikan bahwa penangkapan tersebut mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Sebelum penangkapan, sumber DailyMail.com mengklaim bahwa putra mahkota mengundang Alwaleed bin Talal ke Istana Al Yamamah.

Namun, ia lalu mengirim petugas untuk menangkap Alwaleed pada malam sebelum pertemuan tersebut.

"Tiba-tiba, pada pukul 02.45 pagi, semua pengawalnya dilucuti, para tentara bawahan MBS (julukan sang putra mahkota) menyerbut masuk," kata sumber tersebut.

"Dia (Alwaleed) diseret dari kamar tidurnya, masih mengenakan piyama, diborgol, dimasukkan ke bagian belakang kendaraan SUV, dan diinterogasi seperti penjahat."

Kampanye antikorupsi yang dipimpin putra mahkota Arab Saudi disambut skeptis oleh banyak pihak.

Dengan puluhan pangeran berpengaruh, pemimpin bisnis dan pejabat pemerintah yang ditahan, memicu spekulasi bahwa tindakan keras itu lebih condong pada pengonsolidasian kekuasaan daripada pemberantasan korupsi.

Ada juga spekulasi bahwa tindakan itu bertujuan untuk mengguncang para pemain bisnis kaya, dengan merampas aset mereka, ketika sang pangeran mencoba untuk mengimplementasikan reformasi ekonomi di tengah rendahnya harga minyak.

Sejumlah pengamat berpendapat, apa yang dilakukan putra mahkota adalah langkah berani sekaligus berisiko. Tujuannya adalah untuk mengonsolidasikan kekuasaan sekaligus mengamankan takhta -- dengan cara menyingkirkan saingan potensial dan membongkar aliansi yang dibangun dengan cabang keluarga kerajaan lainnya.

Di sisi lain, dukungan mengalir dari banyak pihak. Penangkapan diyakini efektif untuk memerangi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang merajalela. Para pendukung berharap, langkah tersebut akan mendorong orang untuk berinvestasi di Saudi tanpa rasa takut. 

Dukungan juga datang dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang dalam akun Twitter-nya mengaku menaruh kepercayaan besar pada Raja Salman dan putra mahkota Arab Saudi atas upaya penegakan hukum yang mereka lakukan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya