Tewasnya Eks Presiden Yaman Memperuncing Rivalitas Iran - Saudi?

Yaman disebut merupakan arena proxy antara Iran dan Arab Saudi. Dan kematian Ali Abdullah Saleh menambah ketidakpastian di negara itu.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Des 2017, 09:36 WIB
Diterbitkan 05 Des 2017, 09:36 WIB
Ilustrasi Perang Yaman
Ilustrasi Perang Yaman (AP Photo/Hani Mohammed, File)

Liputan6.com, Sanaa - Tewasnya mantan Presiden Ali Abdullah Saleh (75) pada hari Senin dinilai akan mengubah lanskap politik Yaman, sebuah negara di Semenanjung Arab yang telah dicengkeram konflik berdarah selama tiga tahun terakhir.

Seperti dikutip dari CNN pada Selasa (5/12/2017), Saleh terbunuh di tengah bentrokan dengan mantan sekutunya, pemberontak Houthi. Mantan pemimpin Yaman tersebut berkoalisi dengan Houthi pada 2014 dan peristiwa itu memaksa koalisi pimpinan Arab Saudi turun tangan dalam perang di Yaman.

Namun, koalisi Saleh dan Houthi tidak langgeng. Pada Sabtu lalu, ia "membelot" dengan menyerukan agar "saudara-saudara di negara tetangga serta aliansi menghentikan agresi Houthi, mencabut pengepungan, membuka bandara dan mengizinkan bantuan makanan serta operasi penyelamatan terhadap orang-orang yang terluka".

"Sebagai gantinya," Saleh berjanji, "Kita akan membuka lembaran baru berdasarkan kedekatan kita".

Atas pernyataan tersebut, pihak Houthi menuding Saleh melakukan "kudeta". Kelompok itu juga memperingatkan, Arab Saudi dan sekutunya akan membayar "harga yang mahal di ibu kota mereka". Ini bukan kali pertama Houthi mengancam serangan di Riyadh atau Abu Dhabi.

Bentrokan antara loyalis Saleh dan pasukan Houthi semakin memperburuk situasi kemanusiaan di Yaman yang belakangan sudah parah. Menurut Palang Merah Internasional, pertempuran antara keduanya sejak pekan lalu telah menewaskan lebih dari 100 orang dan saat ini dua rumah sakit di Sanaa kritis pasokan obat-obatan.

Kematian Saleh telah dikonfirmasi oleh petinggi General People's Congress, partai yang didirikan sekaligus dipimpinnya. Kronologi tewasnya Saleh masih simpang siur, namun selepas kepergiannya, loyalisnya dikabarkan akan dipimpin oleh keponakannya Tareq Mohammed Saleh.

Tareq sendiri merupakan mantan pemimpin pasukan khusus Yaman.

Masa depan Yaman dinilai akan bergantung pada apakah sekutu Saleh dapat mengusir Houthi atau yang terjadi justru adalah pertempuran jalanan yang menghancurkan.

Ekspansi Iran

Ke depan, Arab Saudi dan koalisinya disebut akan menyaksikan "penataan kembali" konflik Yaman. Seorang pejabat senior Uni Emirat Arab, Anwar Gargash, melalui Twitter mengatakan "bahwa yang terjadi di Sanaa suram, namun kebangkitan nasional butuh didukung... untuk melindungi Semenanjung Arab dari ekspansi Iran."

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab selama ini memandang Houthi sebagai proxy bagi Iran untuk meraih pengaruh yang lebih besar di kawasan mencakup Irak, Suriah dan Lebanon.

Serangan udara dan blokade pelabuhan yang dilancarkan koalisi pimpinan Arab Saudi ke Yaman semakin diperketat setelah pemberontak Houthi menembakkan rudal balistik ke bandara Riyadh pada awal November. Mereka menuding bahwa Iran dan Hizbullah telah mendukung program rudal Houthi.

Teheran membantah tuduhan tersebut. Namun Reuters pekan lalu melaporkan bahwa sebuah panel PBB telah menyimpulkan, sisa-sisa rudal yang diluncurkan ke Saudi "sesuai dengan jenis rudal Qiam-1 yang didesain dan diproduksi Iran".

Terkait dengan hal tersebut, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan bahwa dukungan Negeri Para Mullah terhadap kelompok Houthi merupakan "agresi militer langsung" yang dapat diartikan "tindakan perang". Yang dianggap menjadi pertanyaan hari ini adalah, apakah Iran dan Hizbullah akan memperdalam dukungan mereka terhadap kelompok Houthi yang terisolasi?

Selama beberapa dekade, Salah merupakan orang kuat di Yaman. Ia menjadi penguasa Yaman Utara pada 1978. Setelah Utara dan Selatan bersatu pada 1990, ia memimpin republik baru tersebut.

Pada Musim Semi Arab 2011, ia menentang demonstrasi besar-besaran di Sanaa dan sejumlah kota lainnya. Namun di lain sisi, ia berjanji mundur. Saleh pernah nyaris tewas dalam sebuah serangan mortir -- peristiwa yang membuatnya harus meninggalkan Yaman untuk menjalani perawatan medis di Arab Saudi.

Sebuah sumber mengatakan bahwa langkah membelotnya Saleh dari Houthi diganjar mahal, terlebih jika kelompok Houthi berhasil disingkirkan dan posisi Iran di Yaman sukses dilemahkan.

Saat ini, sejumlah tempat seperti pelabuhan strategis Hodeida masih dikuasai kelompok Houthi. Kondisi kacau di Yaman juga kabarnya dimanfaatkan oleh sejumlah kelompok, seperti Al Qaeda hingga ISIS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya