Facebook Minta Maaf secara Terbuka di Berbagai Koran Ternama di AS dan Inggris

Bos Facebook, Mark Zuckerberg, meminta maaf secara terbuka di berbagai koran ternama di AS dan Inggris terkait skandal Cambridge Analytica.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 26 Mar 2018, 10:42 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2018, 10:42 WIB
Mark Zuckerberg
CEO Facebook Mark Zuckerberg (AP Photo/Paul Sakuma, File)

Liputan6.com, Silicon Valley - Bos tertinggi Facebook, Mark Zuckerberg, memuat permintaan maaf sebanyak satu halaman penuh di beberapa surat kabar papan atas di Amerika Serikat dan Inggris pada Minggu, 25 Maret 2018.

Facebook meminta maaf secara terbuka tentang skandal Cambridge Analytica dan penyalahgunaan data pribadi yang dilaporkan memimpa sekitar 50 juta orang.

Dilansir CBS News pada Senin (26/3/2018), iklan permintaan maaf yang ditandatangi oleh bos Facebook itu berbunyi: "Anda mungkin pernah mendengar tentang aplikasi kuis yang dibuat oleh peneliti universitas yang membocorkan data Facebook jutaan orang pada tahun 2014."

Kata "peneliti universitas" adalah representasi dari sosok profesor Universitas Aleksandr Kogan, yang menurut Facebook, telah melanggar kebijakan privasinya dengan memberikan data pengguna ke Cambridge Analytica tanpa izin.

Seorang juru bicara Facebook mengatakan kepada CBS News bahwa iklan tersebut muncul pada hari Minggu di Inggris, yakni di surat kabar Sunday Times, Sunday Telegraph, Observer, Mail on Sunday, Sunday Mirror dan Sunday Express.

Sedangkan di Amerika Serikat, iklan permintaan maaf terbuka itu dimuat di harian The New York Times, Washington Post, dan Wall Street Journal serta secara resmi terbit pada Senin ini.

"Ini adalah pelanggaran kepercayaan dan saya menyesal kami tidak melakukan lebih banyak pada saat itu. Kami sekarang mengambil langkah untuk memastikan ini tidak terjadi lagi," tulis Zuckerberg.

Surat itu diakhiri dengan ucapan terima kasih kepada pengguna atas kepercayaan untuk beraktivitas di komunitas Facebook.

"Saya berjanji untuk melakukan yang lebih baik untuk Anda,” tulis Zuckerberg di akhir iklan.

Minggu lalu, nilai kapitalisasi pasar raksasa media sosial tersebut turun sekitar US$ 50 miliar (sekitar Rp 688 triliun) akibat terkuaknya skandal Cambridge Analytica.

 

Simak video Mark Zuckerberg angkat suara terhadap skandal pencurian data pengguna Facebook berikut: 

 

 

Kronologi Terkuaknya Skandal Cambridge Analytica

Pemimpin Cambridge Analytica, Alexander Nix, mempresentasikan jasa layanan konsultan politiknya di hadapan publik (Christian Charisius/AP)
Pemimpin Cambridge Analytica, Alexander Nix, mempresentasikan jasa layanan konsultan politiknya di hadapan publik (Christian Charisius/AP)

Sementara itu, Skandal Cambridge Analytica terkuak berkat investigasi reporter media Inggris, Channel 4 News, yang bertemu dengan sejumlah eksekutifnya dengan berpura-pura sebagai klien potensial dari Sri Lanka.

Berkedok perwakilan dari sebuah keluarga tajir di Sri Lanka, wartawan yang menyamar mengaku ingin mengubah hasil pemilu di negara Asia Selatan itu.

Dalam rekaman kamera tersembunyi, CEO Cambridge Analytica Alexander Nix terekam membeberkan cara kerja perusahaannya.

Meski awalnya membantah bahwa Cambridge Analytica menggunakan teknik "jebakan" untuk lawan. Nix dalam rekaman kemudian justru membeberkan trik-trik "kotor" yang lazim mereka gunakan.

Seperti dikutip dari News.com.au pada Selasa, 20 Maret 2018, Nix juga berkoar bahwa adalah hal yang mudah untuk menyebarkan informasi pernyataan seorang politikus agar dipercaya banyak orang, meski itu sejatinya tak benar.

Menurut media Inggris, Guardian, Nix juga menjelaskan secara rinci tentang layanan yang diberikan para eks mata-mata yang mereka pekerjakan.

CEO Cambridge Analytica mengklaim mampu merekam pihak oposisi sedang menerima suap atau menggunakan jasa gadis cantik pekerja seks komersial (PSK) asal Ukraina untuk menjebak target.

Perusahaan itu juga mengklaim bisa menganalisis data konsumen, termasuk dari media sosial dan menggelar jajak pendapat atau pooling -- untuk menyampaikan materi pemasaran ke orang-orang yang jadi sasaran.

Cambridge Analytica mengaku pernah bekerja di Italia, Kenya, Afrika Selatan, Kolombia and Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya