Liputan6.com, Kabul - Taliban kembali menggelar Al Khandaq atau Spring Offensive -- gerakan militansi yang rutin dilaksanakan kelompok itu pada musim semi setiap tahun -- pada Rabu, 25 April 2018.
Tindakan itu dianggap sebagai bentuk pengabaian atas negosiasi damai yang ditawarkan oleh Presiden Afghanistan Ashraf Ghani -- yang menginginkan rekonsiliasi antara Taliban dan pemerintah.
Di sisi lain, dalam pengumumannya, Taliban mengatakan akan memfokuskan militansi mereka pada pasukan Amerika Serikat di Afghanistan, ujar pewartaan Associated Press, seperti dikutip dari The Australian (25/4/2018).
Advertisement
Baca Juga
Kelompok yang pernah berkuasa di Afghanistan itu mendiskreditkan tawaran negosiasi damai dari Ghani dan menyebut inisiatif itu sebagai sebuah konspirasi. Hal itu kemudian dijadikan alasan bagi Taliban untuk kembali melanjutkan gerakan militansi mereka pada tahun ini.
"(Inisiatif itu) adalah sebuah bentuk pengalihan opini publik atas kenyataan pendudukan negara asing di Afghanistan yang masih berlangsung sampai saat ini, di mana AS tak menunjukkan iktikad baik untuk menghentikan perang di sini," kata juru bicara Taliban.
Gerakan militansi itu juga ditujukan untuk merespons operasi militer Amerika Serikat, yang menurut Taliban, semakin beroperasi secara agresif sejak tahun lalu. Kelompok itu juga menilai, operasi militer itu merupakan bentuk paksaan AS agar Taliban mau ikut dalam dialog damai.
"(Oleh karenanya) kami akan menargetkan para penginvasi Amerika Serikat dan agen-agen intelijen mereka. Pendukung AS juga akan menjadi target sekunder kami," kata Taliban.
Taliban memberi nama gerakan militansi itu dengan sebutan Al Khandaq, mengadopsi nama peperangan yang dipimpin oleh Nabi Muhammad untuk mempertahankan Kota Suci Madinah. Pihak dan media Barat menyebutnya dengan nama Spring Offensive -- karena terjadi dalam kalender musim semi.
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Pertempuran Berdarah
Pertempuran, serangan sporadis, dan teror bom berdarah telah berlangsung di berbagai bagian negara dan ratusan orang telah tewas dan terluka dalam serangkaian serangan profil tinggi di Kabul dan beberapa kota besar lain di Afghanistan sejak awal tahun 2018.
Merespons situasi tersebut, Presiden Ashraf Ghani menawarkan Taliban pada Februari 2018 untuk melakukan dialog damai "tanpa prasyarat".
Sementara itu, lebih dari ribuan pasukan AS telah dikirim ke Afghanistan untuk membantu melatih tentara pemerintah negara tersebut.
Para komandan pasukan AS juga diberi wewenang yang lebih besar untuk melakukan serangan udara terhadap militan -- sebuah langkah yang bertolak belakang dari kebijakan penarikan bertahap pasukan AS dari Afghanistan yang telah direncanakan sejak masa Presiden Barack Obama.
Advertisement