Apa Dampak Fatal Pembekuan Dana Bantuan AS USAID bagi Afghanistan?

Pemerintah AS melalui USAID telah mengalokasikan atau menyediakan lebih dari USD21 miliar bantuan untuk Afghanistan dan para pengungsi sejak Taliban menguasai penuh negara tersebut. Kini bantuan dana tersebut dibekukan.

diperbarui 09 Feb 2025, 17:07 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2025, 17:07 WIB
Bendera Afghanistan (Sumber: Wikimedia Commons)
Bendera Afghanistan (Sumber: Wikimedia Commons)... Selengkapnya

, Kabul - Donald Trump memutuskan menghentikan pendanaan bantuan kemanusiaan Amerika Serikat, USAID. Hal itu memicu kekhawatiran perihal situasi kemanusiaan di Afghanistan. Apa dampaknya?

Afghanistan dikuasai Taliban sejak 2021. Negeri itu tergolong miskin dan menggantungkan banyak layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan pada donasi luar negeri.

Meski telah menarik mundur pasukannya sejak sebelum berkuasanya Taliban, AS masih merupakan donatur terbesar bagi Afghanistan.

Menurut laporan Inspektorat Jenderal untuk Rekonstruksi Afghanistan, SIGAR, seperti dikutip dari DW Indonesia, Minggu (9/2/2025), pemerintah AS melalui USAID telah mengalokasikan atau menyediakan lebih dari USD21 miliar bantuan untuk Afghanistan dan para pengungsi sejak Taliban menguasai penuh negara tersebut.

AS menegaskan bahwa dana bantuan dialirkan langsung kepada rakyat Afghanistan, tanpa melalui Taliban.

Meski demikian, Taliban secara tidak langsung ikut diuntungkan dari arus masuk dolar AS, karena membantu menstabilkan nilai tukar mata uang nasional dan mengurangi risiko inflasi. Terhentinya aliran valuta asing berpotensi fatal bagi perekonomian Afghanistan.

"Terhentinya dana bantuan asing dari AS, termasuk dana USAID, memicu kekacauan di kalangan Taliban," kata Ghaus Janbaz, bekas diplomat Afghanistan kepada DW.

Banyak pakar berpendapat bahwa bantuan asing ke Afghanistan, termasuk kucuran dana senilai ratusan juta dari AS setiap tahun, secara tidak langsung telah membantu Taliban mengukuhkan kekuasaannya.

Dengan aliran dana yang menyusut, mereka yakin Taliban dapat menyerah pada tuntutan internasional atau mengambil risiko menguatnya oposisi di dalam negeri.

"Dalam tiga tahun terakhir, Taliban telah gagal membangun ekonomi yang mandiri. Artinya, mereka sangat bergantung pada bantuan asing," tambah Janbaz.

 

Apa Rencana Donald Trump untuk Afghanistan?

Donald Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Dok. AP Photo/Charlie Neibergall)... Selengkapnya

Afghanistan diyakini akan tetap berada di luar agenda kebijakan luar negeri Presiden Donald Trump. AS saat ini sedang disibukkan oleh konflik di Timur Tengah dan Ukraina, serta konfrontasi melawan China.

Selama konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu pada tanggal 4 Februari, Trump ditanya tentang rencananya menyangkut Taliban oleh seorang jurnalis perempuan Afghanistan.

Dia cuma mengatakan dirinya tidak paham pertanyaan yang disampaikan karena terkecoh "aksennya yang indah," kata dia merujuk pada gaya berbicara sang reporter, tanpa memberi jawaban.

"Saya rasa pemerintahan Trump belum memiliki rencana untuk Afghanistan," kata Frogh.

Namun begitu, Trump berulang kali bersuara vokal memberikan tuntutan kepada Taliban, yaitu pengembalian peralatan militer yang ditinggalkan oleh AS dan kendali atas Pangkalan Udara Bagram, yang menurutnya sekarang berada di bawah pengaruh Cina. Klaim tersebut dibantah oleh Taliban.

Menurut Janbaz, pernyataan ini tidak mencerminkan strategi konkret AS terhadap Afghanistan, tetapi lebih merupakan bagian dari retorika kampanye Trump.

"Waktu akan menunjukkan bagaimana Trump menangani Afghanistan, tetapi yang jelas pendekatannya tidak akan mencerminkan pendekatan pemerintahan sebelumnya," pungkas Janbaz.

Rakyat Afghanistan Paling Terdampak Ulah Taliban

Ilustrasi bendera Afghanistan (Unsplash/Farid Ershad)
Ilustrasi bendera Afghanistan (Unsplash/Farid Ershad)... Selengkapnya

Sejak kembali menguasai Afghanistan, Taliban secara sistematis telah mengabaikan hak-hak dasar perempuan, termasuk akses pendidikan dan pekerjaan di luar rumah.

Di bawah kekuasaan Taliban, perempuan Afghanistan dilarang menunjukkan wajah di depan umum. Tergerusnya hak-hak perempuan tetap menjadi hambatan utama bagi dunia internasional untuk menjalin hubungan resmi dengan Taliban.

Hingga kini, belum ada negara di dunia yang secara resmi mengakui Taliban sebagai pemerintah Afghanistan yang sah.

Taliban juga gagal membentuk pemerintahan yang inklusif atau membuka peluang bagi partisipasi akif warga dalam isu nasional.

Ketika seruan untuk meningkatkan tekanan terhadap Taliban semakin menguat, beberapa pihak memperingatkan bahwa pemotongan bantuan hanya akan menyebabkan penderitaan yang lebih besar bagi rakyat Afghanistan.

"Menurut laporan PBB, 26 juta orang di Afghanistan bergantung pada bantuan asing untuk bertahan hidup," kata Wazhma Frogh, seorang aktivis hak-hak perempuan Afghanistan yang tinggal di luar negeri yang bekerja dengan organisasi-organisasi bantuan yang masih beroperasi di Afghanistan.

"Jika organisasi-organisasi kemanusiaan kehilangan akses dana kemanusiaan, mereka tidak akan dapat memberikan bantuan yang paling mendasar sekalipun," kata Wazhma Frogh kepada DW.

"Taliban tidak punya agenda untuk memberdayakan atau membangun rakyat Afghanistan. Bantuan yang diberikan hanya dari PBB, badan-badan internasional, dan organisasi-organisasi bantuan lokal," tambahnya, seraya memperingatkan bahwa keputusan Trump untuk memangkas bantuan akan memperburuk kondisi rakyat Afghanistan secara signifikan.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya