Korea Utara: Presiden Suriah Akan Temui Kim Jong-un

Assad dan Kim Jong-un dinilai memiliki kesamaan. Keduanya merupakan pewaris dinasti keluarga, dan diduga memiliki kepentingan bersama dalam mengembangkan senjata mematikan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 04 Jun 2018, 08:42 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2018, 08:42 WIB
Presiden Suriah Bashar al-Assad ke Ghouta Timur
Gambar dari video pada Minggu (18/3), Presiden Suriah Bashar al-Assad mengemudi sendiri mobilnya melalui daerah-daerah yang baru dibebaskan di pinggiran Damaskus untuk mengunjungi pasukan garis depan di Ghouta timur. (Syrian Presidency Facebook Page/AP)

Liputan6.com, Pyongyang - Presiden Suriah Bashar al-Assad berencana untuk mengunjungi Kim Jong-un. Hal tersebut diungkap oleh media pemerintah Korea Utara, KCNA, pada hari Minggu kemarin.

Seperti dikutip dari The New York Times pada Senin, (4/6/2018), laporan yang belum dikonfirmasi oleh pihak Suriah tersebut muncul beberapa hari setelah Donald Trump mengumumkan bahwa pertemuannya dengan Kim Jong-un akan tetap berlangsung sesuai jadwal, yakni pada 12 Juni 2018 di Singapura.

Jika Assad benar-benar mengunjungi Pyongyang, maka ia akan tercatat sebagai kepala negara pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara.

Assad dan Kim Jong-un dinilai memiliki kesamaan. Keduanya merupakan pewaris dinasti keluarga, dan mereka diduga memiliki kepentingan bersama dalam mengembangkan senjata mematikan.

Setelah bertahun-tahun menutup diri, Kim Jong-un dinilai secara agresif mengejar hubungan diplomatik dalam beberapa bulan terakhir. Pekan lalu, bertempat di Pyongyang, ia menjadi tuan rumah bagi Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.

Pertemuan tersebut bersejarah, menandai untuk pertama kalinya, seorang pejabat senior Rusia bertemu dengan Kim Jong-un.

Sejak akhir Maret, Kim Jong-un juga telah dua kali bertemu dengan Presiden China Xi Jinping. Dan mulai dari April lalu, Kim Jong-un juga sudah dua kali bertatap muka dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.

KCNA menyebutkan bahwa Assad menyampaikan niatnya untuk mengunjungi Pyongyang saat ia menerima kredensial duta besar Korea Utara yang baru, Mun Jong-nam, pada 30 Mei di Damaskus.

"Saya akan mengunjungi DPRK (sebutan lain bagi Korea Utara)," demikian ujar Assad, seperti yang dilansir oleh KCNA.

Analis mempertanyangkan kebenaran laporan tersebut, apakah menunjukkan keinginan yang sebenarnya atau hanya bentuk kesopanan diplomatik, mengingat tidak terdapat tanggal atau rincian lainnya.

David Maxwell, direktur asosiasi untuk Center for Security Studies di Georgetown University mengatakan bahwa Dubes Mun kemungkinan salah memahami maksud Assad.

Mengingat pertemuan puncak Trump dan Kim Jong-un yang tinggal menghitung hari, Maxwell mengatakan ia bingung dengan pengumuman Korea Utara tentang kunjungan Assad, yang tengah terjerat dalam perang sipil dan dikutuk oleh Barat atas penggunaan senjata kimia terhadap warga negaranya sendiri.

"Saya berusaha mencari tahu dan mencoba mengesampingkan bias Barat saya dan melihat dari perspektif Kim Jong-un. Jika mereka pikir itu meningkatkan legitimasi mereka, maka mereka pasti tidak memiliki pemahaman yang baik tentang komunitas internasional, dan tentu saja apa yang dipikirkan Amerika Serikat," terang Maxwell.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Hubungan Erat Korea Utara dan Suriah

Donald Trump dan Kim Jong-un (AP Photo)
Donald Trump dan Kim Jong-un (AP Photo)

Para ahli PBB, sebelumnya menuding Korea Utara mengirimkan Suriah materi yang dapat digunakan dalam produksi senjata kimia untuk berperang melawan pemberontak.

"Bahan-bahan itu merupakan bagian dari setidaknya 40 muatan yang dikirimkan Korea Utara ke Suriah antara 2012 dan 2017 yang dapat digunakan untuk keperluan sipil dan militer," ungkap laporan PBB seperti dikutip dari The New York Times.

Teknisi Korea Utara juga dikabarkan bekerja di fasilitas senjata kimia dan rudal Suriah.

Adapun Trump telah dua kali memerintahkan serangan udara terhadap Suriah sebagai balasan terhadap dugaan serangan senjata kimia yang dilakukan Assad terhadap warga sipil.

Di lain sisi, Korea Utara dan Suriah telah lama mempertahankan hubungan hangat. Pengiriman yang dilaporkan PBB, dinilai hanyalah contoh terbaru dari kerja sama nyata antar kedua negara.

Pada 2007, pesawat-pesawat tempur Israel dilaporkan menyerang fasilitas terkait nuklir di Suriah. Intelijen Israel meyakini bahwa fasilitas tersebut bertujuan untuk membantu Korea Utara.

Korea Utara sendiri diketahui mendukung Suriah selama Perang Arab-Israel pada Oktober 1973.

Analis berpendapat, dengan mengumumkan kunjungan wacana kunjungan Assad, Korea Utara berisiko meningkatkan kemarahan Trump dan mendorongnya untuk memikirkan ulang pertemuannya dengan Kim Jong-un.

"Kunjungan Assad dapat kembali menggagalkan KTT yang baru saja dipastikan keberlangsungannya atau paling tidak memberikan bayangan gelap. Dari seluruh diktator di dunia ini, Kim Jong-un telah memilih salah satu yang baru-baru ini diserang Amerika Serikat dan sangat dihina Trump," tutur Bruce Klingner, spesialis Korea di Heritage Foundation di Washington.

Sementara itu, dalam pernyataan yang dikutip oleh KCNA, Assad mengatakan bahwa, "pemerintah Suriah akan selalu mendukung sepenuhnya seluruh kebijakan dan langkah-langkah dari kepemimpinan DPRK serta mengembangkan hubungan persahabatan dengan DPRK".

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya