Tolak Kenaikan Batas Usia Pensiun, Ribuan Orang Protes di Jalanan Rusia

Rencana kenaikan batas usia pensiun di Rusia mendapat penentangan keras dari warga, yang meggelar aksi protes di banyak kota pada Minggu, 2 September 2018.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 03 Sep 2018, 14:05 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2018, 14:05 WIB
Ribuan orang menggelar aksi protes di Rusia, menolak rencana kenaikan batas usia pensiun (AP/Pavel Golovkin)
Ribuan orang menggelar aksi protes di Rusia, menolak rencana kenaikan batas usia pensiun (AP/Pavel Golovkin)

Liputan6.com, Moskow - Ribuan orang di seluruh Rusia bergabung dalam aksi protes besar-besaram pada Minggu 2 September, menentang rencana pemerintah untuk menaikkan batas usia pensiun.

Aksi protes itu menunjukkan bahwa kebijakan terkait dinilai tetap merupakan isu politik sensitif bagi pemerintah, meskipun konsesi telah ditawarkan oleh Presiden Vladimir Putin dalam pidato televisi, Rabu 29 Agustus.

Selama pidato tersebut, Putin mengambil tanggung jawab penuh untuk reformasi pertama kalinya, yang digambarkan sebagai sebagai "kebutuhan penting" untuk mereformasi keuangan Rusia.

Dikutip dari The Guardian pada Senin (3/9/2018), sekitar 9.000 orang berkumpul di lokasi yang bejarak sekitar satu setengah mil dari Kremlin. Jumlah itu merupakan hasil penghitungan oleh White Counter, sebuah LSM yang menghitung peserta dalam aksi protes tersebut.

Namun, jumlah di atas berbeda yang dilaporkan oleh polisi Rusia, di mana menyebut peserta demo tidak lebih dari 6.000 orang.

Banyak dari demonstran membawa bendera merah dan spanduk yang disipakan oleh penyelenggara utama protes, partai Komunis KPRF.

Sebuah spanduk besar bertuliskan "Kami tidak mempercayai Rusia Bersatu", nama partai Putin yang berkuasa, disita karena menampilkan gambar sarung tinju merah meninju logo beruang kutub putih, yang merupakan karakter partai penguasa.

Sementara itu, sebuah pertemuan terpisah di pusat kota, yang diselenggarakan oleh partai A Just Russia, menarik partisipasi lebih dari 1.500 orang lebih, yang sama-sama memprotes kenaikan batas usia pensiun.

Dalam pidatonya pada hari Rabu, Presiden Putin disebut berupaya kembali meyakinkan rancangan undang-undang reformasi pensiun, yang diperkenalkan pertama kalinya pada 14 Juni lalu.

Namun, jajak pendapat baru-baru ini, justru menunjukkan penolakan sebanyak 90 persen, yang memicu serangkaian protes di berbagai kota di Rusia, dalam beberapa pekan terakhir.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Vladimir Putin Dikritik Luas

Putin resmikan jembatan terbesar di Rusia
Presiden Rusia, Vladimir Putin seusai mengemudikan truk melintasi jembatan baru yang menghubungkan wilayah Rusia dan Semenanjung Crimea di Kerch, Selasa (15/5). Jembatan Crimea membentang di atas Laut Hitam dan Laut Azov (Alexander Nemenov/Pool via AP)

Akibat desakan yang terus meluas, Presiden Vladimir Putin menawarkan opsi pemotongan rencana batas usia pensiun bagi wanita menjadi 60, dari yang pertama kali diusulkan, yakni 63 tahun.

Adapun saat ini, batas usia pensiun wanita adalah 55 tahun, dan pria pada usia 60 tahun.

Dalam rancangan undang-undang terkait, Kremlin ingin menaikkan batas usia selesai masa bakti menjadi 65 tahun bagi pria, dan 63 tahun untuk wanita.

Di St Petersburg, surat kabar Fontanka mengatakan bahwa sekitar 1.500 orang berkumpul untuk memprotes RUU terkait. Sementara kantor berita Interfax mengatakan 1.200 orang bergabung dalam aksi protes di Novosibirsk, dan 250 lainnya berunjuk rasa di Vladivostok.

Di kota Yekaterinburg di pegunungan Ural, sekitar 450 orang mengambil bagian dalam demonstrasi yang berjudul 'Resimen Malu', di mana para pengunjuk rasa memegang potret politisi yang telah menyuarakan dukungan mereka untuk reformasi pensiun, koran lokal Nasha Gazeta mengatakan.

Di selatan Rusia, terjadi pula protes di pelabuhan Laut Hitam Novorossiisk, Astrakhan, Rostov-on-Don dan di ibukota republik Kaukasus Karachay-Cherkessia dan Kabardino-Balkaria, menurut laporan Interfax.

Orang-orang juga turun ke jalan di kota Simferopol di Semenanjung Krimea, yang dianeksasi oleh Rusia dari Ukraina pada 2014.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya