Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa setiap planet yang kita ketahui berbentuk seperti bola? Mengapa tidak kubus atau jam pasir? Namun baru-baru ini, ilmuwan mengklaim bahwa ada planet yang berbentuk donat.
Bagaimana Mungkin?
Sebuah planet yang berbentuk donat atau toroid, secara teknis bisa ada. Menurut artikel yang dikutip dari curiosity.com, Jumat (2/11/2018), bentuk bulat dari sebuah planet disebabkan oleh gaya gravitasi yang menarik ke dalam.
Advertisement
According to the laws of physics a planet that has the shape of a donut may actually exist somewhere in the universe! pic.twitter.com/bcxCy3yXCL
— Universal-Sci (@universal_sci) November 2, 2018
Untuk menjaga hub yang berada di pusat planet agar tidak runtuh, maka planet tersebut akan membutuhkan gaya dari luar yang kekuatannya sepadan gaya gravitasi.
Baca Juga
Satu-satunya yang bisa melakukan trik itu adalah gaya sentrifugal (gaya yang bisa dirasakan manusia ketika berputar-putar).
Itu artinya, planet tersebut harus berputar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Hal inilah yang dianggap bisa menjadikan planet berbentuk bak donat, hanya dalam beberapa jam saja.
According to the laws of physics a planet that has the shape of a donut may actually exist somewhere in the universe! pic.twitter.com/IA3ailfgzg
— Physics-astronomy.org (@OrgPhysics) May 4, 2018
Bentuk donat juga bisa berdampak aneh pada gravitasi. Gaya sentrifugal yang dilakukan planet akan membuat gravitasi melemah, terutama di khatulistiwa. Namun, titik gravitasi paling kuat akan berfokus di kutub.
"Perbedaan tersebut akan terasa sangat mencolok: dua kali lebih banyak di dekat kutub daripada di khatulistiwa," tulis artikel itu.
Jadi, percayakah Anda dengan teori di atas?
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Planet 'Dunia Lain' di Luar Bima Sakti Ditemukan?
Ahli astrofisika mengklaim telah menemukan planet-planet di luar Galaksi Bima Sakti untuk pertama kalinya.
Dengan mengukur fenomena astronomi yang disebut microlensing, para ilmuwan dapat mengidentifikasi 'dunia lain' menggunakan data dari Chandra X-ray Observatory milik NASA.
Mereka menyebut, ukuran planet-planet yang ditemukan bervariasi, mulai dari sebesar Bulan hingga Jupiter, dan galaksi mereka berjarak 3,8 miliar tahun cahaya dari Bumi.
"Kami sangat senang dengan adanya penemuan ini, pertama kalinya seseorang menemukan planet di luar galaksi kita," kata Profesor Xinyu Dai, seorang astrofisikawan di University of Oklahoma, Amerika Serikat, seperti dikutip dari The Independent, Minggu, 4 Februari 2018.
"Galaksi ini terletak 3,8 miliar tahun cahaya, dan tidak ada sedikit pun kemungkinan untuk mengamati planet-planet ini secara langsung, bahkan dengan teleskop terbaik dalam skenario fiksi ilmiah," lanjutnya.
Meski demikian, Dai dan rekannya, Dr. Eduardo Guerras, mengaku bisa mempelajarinya, mengungkap keberadaan planet-planet itu dan bahkan mendeteksi massanya.
Apa Itu Microlensing?
Microlensing adalah sebuah fenomena astronomi akibat efek lensa gravitasi.
Lensa gravitasi terbentuk ketika cahaya dari sumber yang sangat jauh dan terang "dibelokkan" di sekitar objek yang sangat besar, di antara benda sumber cahaya dan pengamat.
Microlensing dapat digunakan untuk mendeteksi objek jarak jauh, dari massa sebuah planet ke massa sebuah bintang, terlepas dari cahaya yang mereka pancarkan.
Microlensing memanfaatkan kecerahan benda langit yang jauh. Ini adalah satu-satunya metode yang mampu mengidentifikasi objek pada jarak yang sangat jauh, seperti bintang dan quasar atau kuasar (inti galaksi aktif yang jauh dan sangat terang, sangat energetik dan sangat kuat, dan memancarkan energi yang sangat besar).
"Ini adalah contoh kekuatan teknik analisis extragalactic (nebula yang terdapat di luar Bima Sakti) microlensing," kata Guerras.
Ia menambahkan, planet-planet kecil itu merupakan "kandidat" terbaik untuk dijadikan pedoman dalam penelitian teknik microlensing selanjutnya.
"Kami menganalisis frekuensi tertinggi dari penemuan itu dengan memodelkan data untuk menentukan massa," pungkas Dai.
Temuan tersebut kini telah dipublikasikan dalam The Astrophysical Journal.
Advertisement