Liputan6.com, Washington DC - Jumlah serangan yang dilakukan para ekstremis sayap kanan di Amerika Serikat telah meningkat tajam dalam satu dasawarsa terakhir, kata sebuah laporan baru.
Laporan yang dirilis pekan lalu oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di AS, mendapati bahwa serangan-serangan ini terjadi antara 2016 dan 2017.
Riset CSIS itu juga menyebutkan beberapa insiden, seperti contohnya, serangan bom pipa baru-baru ini yang menarget beberapa politisi Demokrat dan para pengkritik Presiden AS Donald Trump, serta penembakan massal pada Oktober di sebuah sinagoge di Pittsburgh yang menewaskan 11 orang.
Advertisement
"Ada beberapa faktor yang mendorong maraknya ekstremisme sayap-kanan di AS," kata Seth Jones, penulis laporan itu, kepada VOA, yang dikutip dari situs berbahasa Indonesia, Senin (19/11/2018).
Baca Juga
"Pertama adalah meningkatnya penggunaan internet dan media sosial oleh kelompok-kelompok kanan-jauh seperti Neo-Nazi, "sovereign citizens" dan lainnya. Kedua, adalah kaitan antara kelompok-kelompok ini dan orang-orang di luar negeri, terutama di Eropa, di negara-negara seperti Jerman, Ukraina, Italia dan bahkan Inggris," kata Jones menambahkan.
'Sovereign citizens' merujuk pada kelompok-kelompok yang merencanakan serangan terhadap target-target pemerintah, rasial, agama dan politik di Amerika Serikat.
"Faktor ketiga adalah beberapa perkembangan politik di AS," lanjut Jones. "Peningkatannya dimulai sebelum presiden sekarang ini berkampanye dalam pilpres, tapi jelas ada peningkatan dalam sekitar dua tahun belakangan. Dan sepertinya banyak orang yang setidaknya merasa lebih berani."
Antara 2007 dan 2011, jumlah serangan yang dilakukan para ekstremis sayap-kanan paling banyak lima per tahun di Amerika Serikat. Pada 2012, angkanya naik menjadi 14 dan tingkat yang serupa terjadi antara 2012 dan 2016. Tapi jumlahnya melonjak menjadi 31 pada 2017, menurut laporan CSIS tersebut.
Lihat hasil riset CSIS selengkapnya di sini.
Â
Simak video pilihan berikut:
Twitter Blokir Figur Ekstremis Sayap Kanan di AS
Di lain kabar, Twitter telah melarang figur media sayap kanan Alex Jones karena melanggar kebijakan Twitter tentang "perilaku caci-maki."
Jones yang mendukung teori konspirasi punya 900 ribu pengikut di Twitter. Situs "InfoWars" miliknya punya ratusan ribu pengikut.
Twitter menuduh Jones melanggar kebijakannya setelah dia terlihat di televisi mengecam dan menghina reporter CNN.
Jones menyebut reporter itu "tupai yang kepergok melakukan hal-hal buruk" dan juga mengejek pakaiannya.
Twitter sebelumnya sudah menghentikan akun Jones, tetapi sekarang dia dilarang memposting di situs media sosial itu.
Jones adalah pelaku media kontroversial, katanya, Gedung Putih dibawah kepemimpinan Presiden George W. Bush bertanggung jawab atas serangan teroris 11 September 2001. Dia juga menyebut pembantaian di SD Sandy Hook sebagai palsu. Beberapa orang tua yang anaknya tewas melakukan penuntutan terhadap Jones.
Advertisement