WHO: Tiga Hal Ini Bikin Wabah AIDS Sulit Berakhir

Tiga hal ini menurut WHO membuat wabah AIDS tak kunjung berakhir.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Des 2018, 10:01 WIB
Diterbitkan 03 Des 2018, 10:01 WIB
HIV/AIDS
Ilustrasi HIV/AIDS (iStockphoto)

Liputan6.com, Washington - Hari Sabtu 1 Desember 2018 merupakan Hari AIDS Sedunia yang ke-30. Ada begitu banyak kemajuan yang dicapai dalam 30 tahun terakhir, tetapi masih ada orang yang meninggal karena AIDS. Dan banyak yang tertular penyakit ini setiap hari. Padahal, saat ini kita sudah memiliki piranti untuk mengakhiri wabah itu.

Ketakutan, stigma dan ketidaktahuan. Inilah tiga hal yang menurut Organisasi Kesehatan Sedunia WHO membuat wabah AIDS tak kunjung berakhir. Obat untuk menyembuhkan penyakit ini memang belum ada, tetapi para ilmuwan telah dapat mengobati HIV, virus yang menyebabkan AIDS.

Dengan pengobatan ini sebenarnya tidak perlu ada orang yang meninggal karena AIDS. Mereka yang mengidap HIV dapat hidup normal dan sehat. Mereka yang menjalani perawatan tidak dapat menularkannya kepada orang lain. Dengan terapi pencegahan, tidak seorang pun perlu khawatir tertular. Hal ini disampaikan Dr. Jared Baeten di Universitas Washington.

"Kami belum menemukan obat karena kemampuan untuk itu pada skala dan cakupan yang dibutuhkan untuk benar-benar memberantas HIV belum pada tahap yang seharusnya," kata Dr. Jared Baeten, dikutip dari VOA Indonesia, Senin (3/12/2018).

Hampir satu juta orang meninggal setiap tahun akibat AIDS karena mereka tidak tahu kalau mereka mengidap HIV. Mereka tidak menjalani perawatan, atau bahkan baru memulai perawatan ketika sudah terlambat. Salah satu tantangan terbesar adalah HIV kerap menimbulkan dampak pada orang-orang yang terpinggirkan, demikian ujar Prof. Steffanie Strathdee, pakar di Universitas California di San Diego.

"Ada populasi di seluruh dunia yang tidak terlayani dan ini termasuk pengguna narkoba dengan alat suntik dan pekerja seks," jelasnya.

Termasuk di dalam kelompok itu adalah laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, transgender, narapidana dan pasangan seksual mereka.

 

Simak video pilihan berikut:

 

 

Pentingnya Pemenuhan Kebutuhan Penderita

Ilustrasi HIV/AIDS
Banyak orang yang tidak tahu informasi soal HIV/AIDS (file / Liputan6.com)

Profesor Steffanie Strathdee mengatakan orang-orang dalam kelompok berisiko tinggi itu --laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, transgender, narapidana dan pasangan seksual mereka-- justru lebih peduli tentang kebutuhan mendesak mereka, yaitu makanan, tempat tinggal dan pekerjaan.

"Penelitian saya dan penelitian di bidang ini benar-benar menunjukkan bahwa Anda harus mengatasi masalah seluruh orang dan kebutuhan mereka untuk dapat menangani HIV sebagai salah satu masalah kesehatan mereka," kata Strathdee.

Ini berarti negara-negara harus menyediakan hal-hal mendasar, yang mencakup layanan kesehatan, tanpa mempertimbangkan norma sosial dan moral. Jika tidak maka negara-negara harus menanggung biaya ekonomi dan sosial yang sangat besar akibat penyakit AIDS ini.

"Hal terbesar yang kita pelajari dari pencegahan HIV dalam beberapa puluh tahun ini adalah tidak ada hal yang ajaib, tetapi ketika kita mengumpulkan banyak hal yang baik itu secara bersama-sama, akan menimbulkan dampak yang sama," tambahnya.

Para ilmuwan mengatakan dengan menggunakan piranti ini, mendidik warga masyarakat dan mengajak lebih banyak orang menjalani perawatan, maka akan mengurangi stigma. Dan kemudian ketika ada vaksin, maka upaya dunia untuk benar-benar memberantas AIDS akan semakin nyata.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya