Meski Dikritik, Jepang Tetap Buka Kesempatan Luas bagi Buruh Asing

Pemerintah Jepang membuka kesempatan luas bagi masuknya buruh asing, meski mendapat kritik di dalam negeri.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 09 Des 2018, 07:31 WIB
Diterbitkan 09 Des 2018, 07:31 WIB
Bendera Jepang (AP/Koji Sasahara)
Bendera Jepang (AP/Koji Sasahara)

Liputan6.com, Tokyo - Pemerintah Jepang melakukan perubahan kebijakan besar, yakni meresmikan undang-undang untuk membiarkan lebih banyak tenaga kerja asing, terutama pekerja kerah biru.

Kebijakan yang diresmikan pada hari Sabtu itu dikritik terlalu terburu-buru dibuat dan berisiko memicu eksploitasi pekerja.

Dikutip dari The Straits Times pada Sabtu (8/12/2018), imigrasi di Jepang sejak lama dikenal sangat ketat menerima tenaga kerja dari luar negeri. Namun, populasi yang menyusut dan kian menua telah meningkatkan tekanan untuk mengendurkan kontrol terhadap pekerja asing.

Undang-undang, yang disetujui oleh Parlemen Jepang pada Jumat dini hari --setelah terhalang kecaman partai-partai oposisi-- akan berlaku mulai April mendatang.

Ini menciptakan dua kategori baru visa untuk buruh kerah biru di sektor-sektor yang menghadapi krisis tenaga kerja.

Kategori pertama adalah untuk pekerja yang dapat tinggal hingga lima tahun, tetapi tidak dapat membawa anggota keluarga. Adapun ketentuan lainnya adalah untuk pekerja asing lebih terampil, yang dapat membawa kerabat dan mungkin akhirnya memenuhi syarat untuk menetap permanen.

Rincian termasuk berapa banyak pekerja asing yang akan masuk, sektor apa yang dicakup dan keterampilan apa yang diperlukan tidak dijabarkan dalam undang-undang tersebut. Hal itu menjadi alasan bagi anggota parlemen oposisi, yang mengatakan bahwa lebih banyak waktu seharusnya dihabiskan untuk menyusun undang-undang.

Pemerintah Jepang telah mengatakan bahwa sebanyak 345.150 pekerja kerah biru akan diizinkan tinggal lebih dari lima tahun. Hal itu menurun dari kebijakan angka sebelumnya, yang menyebut 500.000 tenaga kerja asing.

Perdana Menteri Shinzo Abe ingin menanggapi permintaan dari dunia bisnis, yang menghadapi pasar tenaga kerja paling ketat dalam empat dekade terakhir.

Namun, dia juga khawatir akan kemarahan konservatif di partainya, yang menyebut lebih banyak orang asing, akan berarti meningkatnya kejahatan dan bentrokan budaya.

Karena itu, Abe bersikeras langkah-langkah baru tidak menambah "kebijakan imigrasi", dan menekankan hanya untuk kebutuhan mengisi kesenjangan pasar tenaga kerja.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Khawatir Mengulang Kesalahan Lama

PM Jepang Shinzo Abe saat konferensi pers bersama Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih (7/6) (AFP PHOTO)
PM Jepang Shinzo Abe saat konferensi pers bersama Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih (7/6) (AFP PHOTO)

Perubahan itu telah meningkatkan kekhawatiran bahwa cacat dari program "pelatihan teknis", yang diperkenalkan pada tahun 1990-an, akan kembali muncul. Kritikus melihat kebijakan tersebut sebagai tindak eksploitatif terhadap buruh asing yang tidak terampil.

"Karena program pelatihan teknis mendapat citra buruk, mereka (pemerintah Jepang) hanya melabeli ulang," kata Yohei Moriwake, kepala organisasi nirlaba di Akitakata, sebuah kota pedesaan di barat daya Jepang, yang membututh lebih banyak pekerja asing untuk mengatasi menurunnya populasi di sana.

Saat ini, Jepang memiliki sekitar 1,28 juta pekerja asing, atau lebih dari dua kali lipat pada angka satu dekade lalu, dan sekitar dua persen dari total angkatan kerja nasional.

Sekitar 260.000 peserta pelatihan teknis dari negara-negara seperti Vietnam dan China, telah diizinkan untuk tinggal selama tiga hingga lima tahun.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya