Liputan6.com, Pyongyang - Menteri luar negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan pada Kamis 21 Februari, bahwa negaranya tidak akan melonggarkan sanksi ekonomi terhadap Korea Utara, sebelum rezim Kim Jong-un mengurangi secara substansial ancaman yang ditimbulkan oleh proyek nuklirnya.
Sementara itu, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia pada Jumat (22/2/2019), Korea Utara mengatakan sanksi merupakan bagian dari penyebab krisis pangan yang dialaminya.
Advertisement
Baca Juga
Sebab itu, pihaknya berharap sanksi diperlonggar dan meminta PBB memberi bantuan pangan.
Menanggapi hal tersebut, PBB menyatakan 41 persen rakyat Korea Utara tidak punya cukup stok pangan untuk dimakan.
Menlu Pompeo mengemukakan keterangannya itu, sepekan sebelum pertemuan kedua antara Donald Trump dan Kim Jong-un di Hanoi, Vietnam.
Ia menambahkan, sangat diharapkan Kim memenuhi janji yang dibuatnya di Singapura pada Juni lalu, yakni "denuklirisasi penuh" di Semenanjung Korea.
Namun, kedua pihak belum menyebutkan bagaimana dan kapan Korea Utara akan melucuti diri dari program nuklirnya yang dinilai berbahay.
Laporan intelijen AS menunjukkan Korea Utara belum bertindak memusnahkan senjata nuklirnya.
Simak video pilihan berikut:
Korut Kekurangan 1,4 Juta Ton
Korea Utara mengatakan kepada PBB bahwa mereka menghadapi kekurangan 1,4 juta ton dalam produksi pangan tahun ini, termasuk tanaman padi, gandum, kentang, dan kedelai.
PBB memperkirakan bahwa 10,3 juta orang --hampir setengah dari populasi Korea Utara-- sangat membutuhkan makanan saat ini, karena penurunan tajam dalam produksi pangan. Diperkirakan 40 persen masyarakat di negara tersebut kekurangan gizi.
"Pemerintah telah meminta bantuan dari organisasi kemanusiaan internasional yang hadir di negara itu, untuk mengatasi dampak dari situasi keamanan pangan," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
"Badan-badan PBB mengadakan pembicaraan dengan Pyongyang untuk mengambil tindakan dini guna memenuhi kebutuhan kemanusiaan," katanya.
Dalam sebuah memo kepada PBB, pemerintah Korea Utara meminta organisasi internasional "untuk segera menanggapi penanganan krisis pangan".
Advertisement