Liputan6.com, Mexico City - Ketika tenggat waktu yang diberikan Donald Trump untuk tarif baru impor Meksiko semakin dekat, negara tersebut memilih meningkatkan keamanan di sepanjang perbatasannya dengan Guatemala yang rapuh.
Dalam beberapa hari terakhir, Meksiko diketahui telah mengerahkan polisi dan tentara ke perbatasan selatan negara itu, dan menangkap aktivis migrasi terkemuka.
Pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam terapkan tarif 5 persen untuk produk-produk Meksiko, dengan batas waktu pengujian hingga 10 Juni mendatang.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari The Guardian pada Jumat (7/6/2019), Trump hanya akan menerapkan pengecualian jika Meksiko bantu menghentikan arus imigran Amerika Tengah yang melalui wilayahnya.
Padahal sebelumnya, Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador --yang berkuasa sejak enam bulan lalu-- berjanji untuk melindungi hak-hak imigran, dan menghindari melakukan "pekerjaan kotor" dari pemerintah asing mana pun.
Tetapi, ketika para pejabat AS mengulangi ancaman Trump pekan ini, rekan-rekan mereka di perbatasan selatan mulai bergerak membendung aliran imigran yang mengalir keluar dari Amerika Tengah.
Para pejabat imigrasi dan marinir angkatan laut Meksiko menertibkan rombongan imigran Amerika Tengah pada hari Rabu, kurang dari sehari setelah mereka menyeberang ke negara itu, dan baru saja berbaris di jalan raya di bawah terik matahari.
Barisan pria dan wanita dari Amerika Tengah itu baru berjalan sejauh kira-kira 12 kilometer dari perbatasan ketika dihentikan oleh aparat keamanan Meksiko.
Karavan --sebutan untuk rombongan imigran-- sebelumnya telah berhasil melakukan perjalanan sejauh hampir 4.000 kilometer melintasi wilayah Meksiko ke perbatasan AS.
"Kami memiliki hak penuh untuk melakukannya, kami adalah negara berdaulat, kami memiliki undang-undang imigrasi, yang harus kami terapkan dan harus dihormati," kata menteri dalam negeri Meksiko, Olga Sánchez Cordero.
Kekhawatiran Meksiko Terhadap Ancaman Tarif AS
Di hari yang sama, polisi menangkap dua anggota organisasi hak-hak migran Pueblo Sin Fronteras (Orang Tanpa Batas), yang mengoordinasikan karavan melintasi Meksiko.
Pueblos Sin Frontera mengatakan penahanan mengikuti pola pelecehan dari pihak berwenang di kedua negara --AS dan Meksiko-- terhadap individu yang membantu imigran dan upaya "mengkriminalkan" karavan.
Pada hari Kamis, unit intelijen keuangan kementerian keuangan Meksiko mengumumkan telah memblokir rekening bank milik 26 orang, karena "kemungkinan hubungan mereka dengan perdagangan manusia dan dukungan ilegal terhadap imigran".
Beberapa pekan terakhir telah terjadi peningkatan pos pemeriksaan imigrasi di Meksiko selatan dan penggerebekan oleh polisi di pusat-pusat transit imigran.
Serangkaian karavan --beberapa dari mereka sebanyak 5.000 orang-- telah berangkat dari Amerika Tengah selama setahun terakhir.
Sementara itu, angka resmi yang dirilis pemerintah setempat pada pekan ini menunjukkan penangkapan di perbatasan AS-Meksiko mencapai tingkat tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Oleh para pengamat, hal itu dituding sebagai akibat dari kekhawatiran pemerintah Meksiko bahwa kebijakan tarif Trump akan merusak sektor ekspor manufaktur negara itu.
Para pengamat juga mengatakan bahwa sejatinya Meksiko lebih memilih untuk tidak mencampur masalah seperti perdagangan dan imigrasi ketika berurusan dengan AS.
Tetapi, pemerintahan Trump berusaha untuk mendorong tanggung jawab yang semakin tinggi dalam menghentikan arus imigran di wilayah tetangga selatannya.
"Mereka ingin Meksiko menghentikan para migran dengan segala cara yang mungkin," kata Stephanie Leutert, direktur Prakarsa Keamanan Meksiko di Strauss Center di University of Texas.
"Sepertinya mereka ingin mengalihdayakan penegakan hukum dan pemrosesan suaka ke negara tetangganya," lanjutnya beropini.
Advertisement
AS Terus Mendesak Meksiko
Dalam negosiasi hari Kamis di Washington DC, Meksiko dilaporkan menawarkan untuk mengirim 6.000 anggota pasukan nasionalnya yang baru dibentuk --polisi militer dengan kekuatan penegakan imigrasi-- ke perbatasan selatannya.
Para perunding AS juga mendesak pengembalian orang-orang Guatemala yang ditahan ke Meksiko dan mengirim para pencari suaka dari El Salvador dan Honduras kembali ke Guatemala, lapor Washington Post.
Juru bicara kementerian luar negeri Meksiko, Roberto Velasco Álvarez, mengetwit pada hari Kamis bahwa tidak ada kesepakatan telah tercapai, tetapi menambahkan: "Posisi AS difokuskan pada langkah-langkah kontrol migrasi. Kami sedang mengembangkan (pembahasan ini)."
Di lain pihak, López Obrador telah mempromosikan pembangunan di Amerika Tengah sebagai solusi untuk memperlambat migrasi, meskipun para analis mengatakan rencana seperti itu akan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk bisa terlaksana.
Sementara itu, faktor-faktor yang mendorong para imigran dari Amerika Tengah bergerak menuju AS --seperti kelaparan, perubahan iklim, pengangguran, kejahatan dan kekerasan-- diprediksi tetap ada.
"Orang-orang tidak berhenti meninggalkan negara asal mereka demi mendapat penghidupan yang lebih baik," ujar Salva Lacruz, koordinator pada Pusat Hak Asasi Manusia Fray Matías de Córdova di Tapachula.