Kakapo, Spesies Burung Beo Tergemuk di Dunia Terancam Punah Akibat Jamur

Spesies burung beo terbesar di dunia yang tak bisa terbang, Kakapo, dilaporkan terancam punah oleh infeksi jamur berbahaya.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 13 Jun 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2019, 21:00 WIB
Kākāpō, spesies burung beo paling gemuk di dunia terancam punah (AFP?Andrew Digby)
Kākāpō, spesies burung beo paling gemuk di dunia terancam punah (AFP?Andrew Digby)

Liputan6.com, Auckland - Burung beo paling gemuk di dunia ini sedang menghadapi ancaman kepenuhan oleh infeksi jamur, yang telah membahayakan seperlima spesiesnya.

Tujuh dari Kakapo asli Selandia Baru dilaporkan mati dalam beberapa bulan terakhir, setelah menjadi korban aspergillosis yang memicu penyakit pernapasan.

Dikutip dari The Guardian pada Kamis (13/6/2019), kasus terbaru terjadi awal pekan ini, di mana seekor anak Kakapo berusia 100 hari mati di Kebun Binatang Auckland.

Burung beo yang aktif di malam hari dan tidak bisa terbang itu mencuri hati dunia setelah menjadi bintang dalam film dokumenter BBC, saat spesies tersebut berhasil kawin.

Peristiwa itu digambarkan sebagai "pesta beo", yang memberikan harapan baru bagi kelestarian spesiesnya.

Kakapo jantan diketahui dapat tumbuh hingga 4,8 pon (setara 2,2 kilogram), pernah ditemukan dalam jumlah besar di seluruh wilayah Selandia Baru.

Namun, perusakan habitat dan invasi hama membuat burung itu ke ujung kepunahan.

Penemuan populasi Kakapo yang sebelumnya tidak diketahui pada tahun 1970-an menyebabkan kebangkitan jumlah mereka.

Burung beo itu kemudian menjadi fokus dari upaya konservasi, yang berhasil meningkatkan populasinya menjadi tiga kali lipat.

Berusaha Menjadikan Musim Kawin Terbesar

Ilustrasi alam Selandia Baru (AFP Photo)
Ilustrasi alam Selandia Baru (AFP Photo)

Tahun ini, tim yang terdiri lebih dari 100 ilmuwan, polisi hutan dan sukarelawan bekerja untuk menjadikannya musim perkembangbiakan Kakapo terbesar.

Terlepas dari upaya itu, kepala layanan veteriner Kebun Binatang Auckland Dr James Chatterton mengatakan masa depan burung-burung tersebut bergantung pada eseimbangan alam.

"Mereka semua bisa mati," katanya kepada Radio New Zealand.

"Jelas kami berusaha sangat keras untuk mengatasinya, tetapi tentu saja dengan sekitar 200 burung yang hidup saat ini, setiap burung berharga bagi populasi, terutama jika kami memiliki 10 atau 20 yang sakit atau sekarat karena penyakit ini," lanjutnya prihatin.

Total populasi veteriner saat ini adalah 142 ekor dewasa dan 72 lainnya masih berusia muda. Mereka semua hidup di pulau-pulau terpencil yang jauh dari predator.

Berbagai Kesulitan Menghadang

Selandia Baru
Zealandia di Selandia Baru menjadi surga wisata alam dan sekaligus hutan lindung bagi burung-burung jenis khusus yang dilindungi. (Foto: Liputan6.com/ Meita Fadjriana

Namun, pada akhir April, kasus pertama aspergillosis pada populasi veteriner terdeteksi.

Sejak itu, 36 burung, atau seperlima dari jumlah total mereka, telah dikirim ke rumah sakit hewan di seluruh Selandia Baru untuk diagnosis dan perawatan.

"Kakapo membutuhkan dukungan mendesak kita," kata Kementerian Konservasi Selandia Baru dalam sebuah pernyataan.

Kementerian itu mengatakan bahwa mendeteksi dan merawat burung dengan penyakit yang berpotensi fatal, sangatlah sulit.

Burung diterbangkan dengan helikopter ke daratan Selandia Baru untuk pemindaian CT, dan jika benar terinfeksi, maka mereka akan menghadapi beberapa bulan atau lebih perawatan intensif.

Pendukung Kakapo telah menyumbangkan setidaknya 100.000 dolar Selandia Baru (setara Rp 936 juta) untuk membantu pemulihan mereka, dengan lebih dari setengahnya berasal dari luar negeri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya