Kepala Polisi dan Eks Menhan Sri Lanka Ditahan Terkait Teror Bom Paskah

Kepala Polisi dan eks menteri pertahanan Sri Lanka, ditahan terkait teror bom gereja pada Minggu Paskah 21 April 2019.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 03 Jul 2019, 16:30 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2019, 16:30 WIB
Militer Sri Lanka melakukan penyelidikan terhadap lokasi teror bom di Kolombo, Sri Lanka (AFP/Ishara S Kodikara)
Militer Sri Lanka melakukan penyelidikan terhadap lokasi teror bom di Kolombo, Sri Lanka (AFP/Ishara S Kodikara)

Liputan6.com, Kolombo - Kepala Polisi dan eks Menteri Pertahanan Sri Lanka, ditahan terkait teror bom gereja pada Minggu Paskah 21 April 2019.

Keduanya, menurut penyelidikan independen kantor kepresidenan Sri Lanka, dituduh mengabaikan laporan intelijen yang menyebabkan teror bom hingga menewaskan lebih dari 250 orang.

Pujith Jayasundara (kepala polisi) dan Hemasiri Fernando (eks-Menhan) ditangkap di rumah sakit setempat pada Selasa 2 Juli 2019.

Keduanya sementara ditahan di rumah sakit, diduga dalam perawatan medis, dengan pengawasan aparat keamanan, kata juru bicara kepolisian Ruwan Gunasekara, seperti dikutip dari The Guardian (3/7/2019).

Sebelumnya dikabarkan bahwa Jayasundara dipaksa cuti setelah tekanan untuk menyeretnya bertanggungjawab dalam teror bom paskah semakin meningkat.

Sementara Fernando, juga menghadapi seruan serupa, memutuskan mengundurkan diri dari posisinya sebagai Menhan.

Sejak itu, keduanya dilaporkan menjalani perawatan medis di rumah sakit di Kolombo.

Penangkapan dilakukan beberapa hari setelah Jaksa Sri Lanka mengkritik kepolisian karena tidak menangkap kepala polisi dan eks menhan meski perintah penahanan sudah dikeluarkan sejak beberapa pekan sebelumnya.

Jaksa agung mengatakan dalam sebuah surat kepada penjabat Kepala Polisi, CD Wickremaratne bahwa Jayasundara dan Fernando harus ditangkap dan menghadap ke pengadilan.

Anjuran itu didasarkan pada penyelidikan tim yang dibentuk kantor kepresidenan, yang menyebut bahwa keduanya terbukti melanggar pidana soal abai dan menyalahi etika dalam bertugas.

Surat jaksa agung Sri Lanka juga menuliskan bahwa keduanya masuk dalam kategori melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan" menurut hukum internasional.

Simak video pilihan berikut:

Pengabaian Laporan Terkait Ancaman Teror

Otoritas keamanan Sri Lanka berjaga-jaga di area sekitar lokasi teror bom beruntun di ibu kota Kolombo (AP Photo)
Otoritas keamanan Sri Lanka berjaga-jaga di area sekitar lokasi teror bom beruntun di ibu kota Kolombo (AP Photo)

Sejak teror bom paskah 21 April 2019 di Sri Lanka, pemerintah telah mengakui menerima laporan intelijen mengenai potensi serangan, namun gagal melakukan langkah-langkah antisipasi.

Baik Jayasundara dan Fernando telah menghadap ke rapat dengar pendapat di parlemen untuk memberikan penjelasan atas dugaan pengabaian laporan intelijen terkait ancaman serangan bom.

Keduanya memberikan keterangan tersirat yang mengindikasikan bahwa Presiden Maithripala Sirisena turut melakukan tindakan pengabaian.

Dalam pernyataan kepada parlemen, Fernando mengatakan bahwa Sirisena sulit untuk ditemui ketika laporan intelijen seputar teror bom paskah muncul sebelum kejadian.

Sementara Jayasundara mengatakan bahwa Presiden Sirisena telah menekannya untuk menyatakan kebertanggungjawaban pengabaian dan mundur setelah teror bom terjadi, dengan imbalan membuatnya terbebas dari segala konsekuensi penyelidikan.

Jayasundara juga mengatakan bahwa Sirisena memerintahkannya untuk tidak menghadiri pertemuan dewan keamanan nasional sejak Oktober 2018 --tepat ketika sang presiden memecat Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dalam sebuah konflik kepentingan di internal pemerintahan Sri Lanka.

Wickremesinghe telah dipulihkan ke jabatannya oleh mahkamah nasional.

Konflik kepentingan antara Presiden Sirisena dan PM Wickremesinghe telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor terjadinya pengabaian laporan intelijen pra-teror Paskah. Namun keduanya menolak tuduhan tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya