Liputan6.com, Muscat - Amerika Serikat mengklaim salah satu kapal perangnya yang beroperasi di Selat Hormuz (kawasan di anara Teluk Persia dan Teluk Oman) menjatuhkan sebuah pesawat tanpa awak atau drone milik Iran, di tengah meningkatnya ketegangan kedua negara ini.
Insiden itu pertama kali diungkapkan oleh Donald Trump, yang mengatakan bahwa USS Boxer, sebuah kapal perang amfibi, mengambil tindakan defensif setelah drone tersebut berada dalam jarak 1.000 yard dari kapal dan mengabaikan beberapa peringatan untuk mundur.
"Drone itu segera dihancurkan," kata Trump seperti dilansir The Guardian, Jumat (19/7/2019). Ia menambahkan, pesawat tak berawak ini mengancam keselamatan kapal dan seluruh awaknya. Ia lalu meminta negara-negara lain untuk mengutuk Iran dan melindungi kapal-kapal mereka.
Advertisement
Baca Juga
"Kasus ini adalah yang terbaru dari banyak tindakan provokatif yang dilakukan Iran terhadap kapal yang beroperasi di perairan internasional. Amerika Serikat berhak untuk membela personel, fasilitas, dan kepentingannya, dan menyerukan kepada semua negara untuk mengutuk upaya Iran yang mengganggu kebebasan navigasi dan perdagangan global," lanjut presiden ke-45 Amerika Serikat tersebut.
Di satu sisi, Pentagon membenarkan dalam sebuah pernyataan bahwa USS Boxer memang telah mengambil "tindakan defensif" terhadap sebuah drone, tetapi tidak menyebutkan apakah pesawat tanpa awak itu adalah milik Iran.
Kepala juru bicara Pentagon, Jonathan Hoffman, menyampaikan dalam sebuah keterangan tertulis: "Sistem udara tak berawak tetap mendekati Boxer dalam jarak yang mengancam. USS Boxer kemudian mengambil tindakan defensif terhadapnya demi memastikan keamanan kapal dan kru kami."
Â
Tanggapan Iran
Menteri luar negeri Iran, Mohammad Javad Zarif dalam kunjungannya ke PBB di New York, mengatakan kepada wartawan: "Kami tidak memiliki informasi tentang kehilangan pesawat nirawak."
Ketegangan di kawasan Teluk sangat tinggi setelah Donald Trump, pada Mei 2018, memutuskan untuk menarik diri dari perjanjian nuklir multilateral 2015 dengan Iran dan memberlakukan embargo minyak serta perbankan terhadap Iran.
Sementa itu, Iran baru-baru ini dilaporkan menembak jatuh pesawat tak berawak Amerika Serikat yang katanya terbang di atas perairan Iran.
Sebelumnya pada hari Kamis kemarin, Iran mengatakan Pengawal Revolusioner-nya telah menyita sebuah kapal asing dan 12 ABK (anak buah kapal) karena diduga menyelundupkan minyak ke luar negeri.
Beberapa jam kemudian, sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan kapal tersebut adalah kapal yang berbasis di Uni Emirat Arab dan telah lenyap di perairan Iran selama akhir pekan.
Zarif mengatakan, kapal itu berukuran relatif kecil dan disita sebagai bagian dari patroli rutin terhadap penyelundupan maritim di kawasan tersebut.
Advertisement
Iran Siap Berkompromi Jika AS Cabut Sanksi Nuklir dan Kembali Berpartisipasi
Presiden Iran Hassan Rouhani pada hari Minggu kemarin mengatakan negaranya siap mengadakan pembicaraan dengan Amerika Serikat, jika Washington mencabut sanksi dan kembali ke perjanjian nuklir 2015 yang ditariknya tahun lalu.
"Kami selalu percaya pada pembicaraan ... jika mereka mencabut sanksi, mengakhiri tekanan ekonomi yang diberlakukan dan kembali ke kesepakatan, kami siap untuk mengadakan pembicaraan dengan Amerika sekarang, dan di mana saja," kata Rouhani, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Senin, 15 Juli 2019.
Tetapi, Iran telah melakukan pembicaraan dengan syarat, pertama, Iran dapat mengekspor minyak sebanyak yang dilakukannya sebelum Amerika Serikat menarik diri dari pakta nuklir dengan kekuatan dunia pada Mei 2018.
Ketegangan meningkat antara kedua negara sejak tahun lalu, ketika Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir antara Iran dan enam kekuatan dunia, serta menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran yang telah dicabut berdasarkan pakta tersebut.
Sebagai reaksi terhadap sanksi AS, yang secara khusus menargetkan aliran pendapatan asing utama Iran dari ekspor minyak mentah, Teheran mengumumkan pada bulan Mei bahwa mereka akan mengurangi komitmennya terhadap kesepakatan nuklir.
Iran Kian Menentang
Kini, Iran kian lantang menentang imbauan dari pihak-pihak Eropa untuk patuh pada kesepakatan, dengan memperkaya uranium di atas 3,67 persen yang diizinkan berdasarkan perjanjian.
Padahal sebelumnya, Iran mendesak para penandatangan Eropa, termasuk Prancis, Jerman, dan Inggris, untuk melindunginya dari sanksi AS.
Kesepakatan 2015 antara Iran dan negara-negara dunia digambarkan sebagai kemenangan diplomasi melawan unilateralisme dan langkah besar untuk melawan proliferasi.
Kesepakatan itu menjanjikan pencabutan sanksi, manfaat ekonomi dan mengakhiri isolasi internasional terhadap Iran, dengan imbalan pembatasan ketat pada program nuklirnya.
Tetapi setelah AS secara sepihak menarik diri pada Mei 2018 dan menerapkan kembali sanksi sengit terhadap Iran, termasuk di sektor perbankan dan minyaknya yang penting, masa depan perjanjian itu menjadi tidak pasti.