Liputan6.com, Washington DC - Jumat 11 Oktober 2019 lalu menandai hari ke-18 dari penyelidikan upaya pemakzulan (impeachment) Presiden Amerika Serikat Donald Trump oleh House of Representatives (DPR AS).
Meski DPR AS itu sedang dalam masa reses, penyelidikan meningkat dengan cepat pekan ini dengan beberapa perkembangan besar.
House of Representatives meluncurkan penyelidikan pada akhir September setelah laporan dari beberapa pengungkap (whistleblower) yang menuduh Trump menyalahgunakan kekuasaan presidensial dan mencari bantuan dari pemerintah asing dalam menyelidiki lawan politik.
Advertisement
Baca Juga
Keluhan itu berpusat pada panggilan telepon pada pertengahan tahun ini antara Presiden Trump dengan timpalannya dari Ukraina, Presiden Volodymyr Zelensky.
Menurut catatan transkrip Gedung Putih, Trump meminta bantuan untuk menyelidiki mantan Wakil Presiden Joe Biden, seorang kandidat calon presiden dari kubu oposisi Demokrat yang akan maju pada Pilpres AS 2020, dan putranya, Hunter Biden.
Trump memerintahkan pembekuan ratusan juta dolar bantuan militer ke Ukraina, mendorong spekulasi bahwa presiden AS menggunakan uang itu sebagai daya tawar untuk menegosiasikan keinginannya dengan Zelensky.
Presiden Donald Trump menyatakan dia tidak melakukan kesalahan dan telah menyebut penyelidikan sebagai bentuk lain dari "perburuan penyihir".
Sementara itu, tidak ada bukti pidana yang menjerat Joe Biden dan Hunter Biden selama ini.
Sejak diluncurkan, penyelidikan pemakzulan telah bergerak cepat karena penyelidik DPR AS terus bekerja untuk merekomendasikan pasal pemakzulan terhadap presiden.
Dari kesaksian sampai panggilan pengadilan baru dan penolakan untuk bekerja sama, berikut adalah 8 update seputar penyelidikan pemakzulan Presiden Donald Trump pekan ini, seperti disadur dari Al Jazeera, Minggu (13/10/2019).
Simak video pilihan berikut ini:
1. Mantan Dubes AS untuk Ukraina Bersaksi
Mantan Duta Besar AS untuk Ukraina Marie Yovanovitch berada di Capitol Hill pada hari Jumat, berbicara kepada sejumlah komite dalam sesi tertutup sebagai bagian dari penyelidikan impeachment.
Dalam pernyataan pembukaannya, yang dikutip oleh media AS, Yovanovitch mengatakan kepada para politisi bahwa ada "kampanye terpadu" agar dia dikeluarkan dari jabatannya. Dia mengatakan Trump telah menekan pejabat untuk memindahkannya selama hampir setahun.
"Meskipun saya mengerti bahwa saya melayani atas kehendak presiden, saya tetap ragu bahwa pemerintah AS memilih untuk memindahkan seorang duta besar, berdasarkan, seperti yang dapat saya katakan, pada klaim tidak berdasar dan palsu oleh orang-orang dengan motif yang jelas dipertanyakan," kata Yovanovitch.
Advertisement
2. Menteri Energi AS Dipanggil DPR
Menteri Energi AS Rick Perry dipanggil oleh Komite Intelijen DPR AS untuk menghasilkan dokumen pada akhir minggu depan terkait dengan dugaan perannya dalam urusan pemerintahan Trump dengan Ukraina.
Perry dikirim oleh Trump langsung untuk menghadiri pelantikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kiev pada bulan Mei.
Menteri itu bertemu dengan diplomat Kemlu AS, Kurt Volker dan Gordon Sondland ketika di negara Eropa tersebut, dan sekali lagi di Gedung Putih dengan Trump di hari-hari setelah pelantikan Zelensky.
Perry juga terlibat dalam upaya menggantikan CEO dan dewan pengawas Naftogaz, perusahaan gas alam besar milik negara Ukraina, dengan orang-orang yang bersekutu dengan Trump, menurut laporan media yang sedang diselidiki DPR.
Trump mengatakan Perry adalah orang yang mendorongnya untuk menerima telepon dengan pemimpin Ukraina. Seorang juru bicara untuk Perry mengatakan sang menteri energi ingin Trump untuk berbicara dengan Zelensky tentang hal-hal yang berkaitan dengan energi.
3. Dua Rekan Bisnis Kenalan Pengacara Trump Ditangkap
Dua rekan bisnis Rudy Giuliani, yang menrupakan pengacara pribadi Trump, ditangkap pada Rabu malam dan didakwa oleh jaksa AS di New York karena memberikan kontribusi ilegal ke dana politik pro-Trump.
Lev Parnas dari Ukraina dan Igor Fruman dari Belarus - keduanya warga AS - ditangkap di Bandara Internasional Dulles ketika mereka berusaha naik pesawat dengan tiket satu arah, menurut Jaksa AS untuk Distrik Selatan New York.
Parnas dan Fruman didakwa melakukan donasi ilegal kepada para politikus AS, termasuk sumbangan senilai US$ 325.000 dari sebuah perusahaan palsu ke America First Action, sebuah kelompok yang mendukung kampanye pemilihan ulang Trump jelang Pilpres 2020 mendatang.
DPR AS menuduh Giuliani melakukan kampanye bayangan untuk mendukung Trump awal tahun ini, guna menekan Zelensky untuk membuka investigasi terhadap Joe Biden dan Hunter Biden.
Parnas dan Fruman diduga membantu Giuliani dan Perry melakukan kontak di Ukraina dan mengadvokasi pemberhentian duta besar AS atas nama seorang pejabat Ukraina.
Advertisement
4. Joe Biden Beretorika Keras terhadap Trump
Mantan Wakil Presiden Joe Biden, berbicara dalam kampanye Rabu kemarin, mengeluarkan retorika keras terhadap Trump, menyebutnya sebagai "pengecut", "pembohong" dan "tidak kompeten" yang harus didepak dari kursi kepresidenan.
"Dengan kata-kata dan tindakannya, Presiden Trump telah mendakwa dirinya sendiri dengan berupaya menghalang-halangi hukum (obstruction of justice)," kata Biden kepada para pemilih di New Hampshire. "Dengan menolak untuk mematuhi penyelidikan DPR AS, dia sudah menghukum dirinya sendiri."
Trump "melanggar sumpah jabatannya dan melakukan tindakan yang tidak dapat dimaafkan", kata Biden.
"Apa yang dilakukan Trump adalah menyandera dukungan politik dan ratusan juta dolar yang sangat dibutuhkan bagi negara (Ukraina) yang tengah berperang (dengan Rusia --terkait konflik Krimea), hanya demi memajukan tuntutan politiknya (Trump) sendiri."
Biden menolak tuduhan Trump bahwa ia dan putranya Hunter Biden terlibat dalam transaksi bisnis yang korup di Ukraina selama masa jabatan Biden sebagai wakil presiden.
"Tidak ada kebenaran dalam dakwaannya dalam serangannya terhadap saya, dan anak saya. Nol."
5. Gedung Putih Akan Melawan Penyelidikan Pemakzulan
Advertisement
6. DPR AS Memanggil Dubes AS untuk Uni Eropa
DPR AS mengeluarkan surat panggilan pengadilan untuk Gordon Sondland, duta besar AS untuk Uni Eropa yang menunjukkan pesan teks yang ikut memicu mencuatnya dugaan skandal Trump - Ukraina.
Sondland telah mengirim pesan singkat kepada diplomat lain yang anonim pada Agustus 2019, perihal upaya Trump menahan hampir aliran dana senilai US$ 400 juta dalam bentuk bantuan militer kepada Ukraina.
Permintaan hukum untuk kesaksian dan dokumen datang setelah presiden memblokir Sondland agar tidak muncul di hadapan DPR AS.
"Kesaksian dan dokumen Duta Besar Sondland sangat penting, dan itulah sebabnya pemerintah sekarang memblokir kesaksiannya dan menahan dokumennya," kata politikus Partai Demokrat di DPR AS.
Pengacara Sondland mengatakan pada hari Jumat bahwa kliennya akan mematuhi panggilan pengadilan dan bersaksi pada Kamis depan. Namun dia tidak akan diizinkan untuk mengeluarkan dokumen, kata pengacaranya.
7. Eks Pengacara Partai Republik untuk Penyelidikan Skandal Hillary Clinton Jadi Penasihat Donald Trump untuk Penyelidikan Pemakzulannya
Mantan anggota Kongres dari Partai Republik, Trey Gowdy, akan bertindak sebagai penasihat luar bagi Trump ketika penyelidikan pemakzulan DPR diperluas, menurut pejabat pemerintah yang tidak disebutkan namanya yang berbicara kepada Associated Press.
Gowdy memimpin penyelidikan DPR AS terhadap mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dan serangan 2012 di Benghazi, Libya, yang mengakibatkan kematian Duta Besar AS Christopher Stevens dan tiga orang Amerika lainnya.
Advertisement
8. DPR AS Tuntut Bukti Dokumen dari Kemhan AS dan Gedung Putih
Pada Senin 7 Oktober, DPR AS dari Fraksi Demokrat menuntut (sub-poena) agar Kemhan AS dan Badan Anggaran Gedung Putih menyerahkan dokumen terkait transaksi bantuan militer dari pemerintahan Trump kepada Ukraina.
"Dokumen diperlukan bagi DPR untuk memeriksa urutan peristiwa ini dan alasan di balik keputusan Gedung Putih untuk menahan bantuan militer penting ke Ukraina yang disesuaikan oleh Kongres untuk melawan agresi Rusia," kata surat tuntutan dari tiga komite DPR AS yang bertalian dengan proses penyelidikan pemakzulan.
Namun, Gedung Putih kemudian menyatakan tidak akan menyerahkan dokumen yang diminta, sekaligus menyatakan ke-engganan mereka untuk bekerajasama dengan proses penyelidikan.