Liputan6.com, Addis Ababa - Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed telah memperingatkan ketidakstabilan lebih lanjut dan berjanji untuk mengadili orang-orang yang bertanggungjawab atas konflik komunal yang menewaskan sedikitnya 67 orang pekan ini.
"Krisis yang kita hadapi akan menjadi lebih menakutkan dan sulit jika orang-orang Ethiopia tidak bersatu," kata Abiy dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya pada Sabtu 26 Oktober 2019, yang merupakan pernyataan pertamanya sejak kekerasan pecah pekan ini.
"Kami akan bekerja dengan teguh untuk memastikan prevalensi aturan hukum dan membawa pelaku ke pengadilan," lanjutnya seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (27/10/2019).
Advertisement
Peraih Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini juga mencatat bahwa apa yang dimulai sebagai protes terhadap pemerintahnya dengan cepat berubah menjadi bentrokan antar-etnis dan agama.
"Telah ada upaya untuk mengubah krisis menjadi masalah agama dan etnis. Dalam prosesnya, kawan-kawan kami telah menjadi korban dalam keadaan yang mengerikan," katanya.
Dia menambahkan bahwa rumah, tempat usaha, dan tempat ibadah telah dihancurkan, dan bahwa sejumlah besar orang Ethiopia telah terlantar.
Pada Jumat 25 Oktober, Kepala Polisi Oromia Kefyalew Tefera mengatakan 67 orang telah terbunuh dalam konfluk komunal yang terjadi, termasuk lima petugas polisi.
Oromia mengatakan sebagian besar korban tewas dalam "bentrokan antar-warga sipil" daripada di tangan pasukan keamanan Ethiopia.
Dia juga mengklaim bahwa ketenangan telah dipulihkan tetapi kementerian pertahanan mengumumkan pada hari Jumat bahwa pihaknya mengerahkan pasukan ke tujuh daerah untuk memulihkan ketertiban, dan laporan-laporan kekerasan tetap berlangsung hingga Jumat malam hingga Sabtu.
Simak video pilihan berikut:
Latar Belakang Konflik
Kekerasan meletus di Addis Ababa, ibu kota, dan di sebagian besar wilayah Oromia Ethiopia pada Rabu 23 Oktober setelah seorang aktivis ternama menuduh pasukan keamanan hendak berusaha mengatur serangan terhadap dirinya --klaim yang dibantah oleh pejabat polisi.
Aktivis itu, Jawar Mohammed, disebut sebagai promotor protes terhadap pemerintahan sebelum PM Abiy tahun lalu, yang kemudian membuka jalan bagi pemenang Nobel itu untuk menjabat sebagai perdana menteri.
Tetapi, Jawar kemudian juga semakin bersikap kritis terhadap beberapa kebijakan PM Abiy.
Kedua pria tersebut berasal dari kelompok etnis Oromo, yang terbesar di Ethiopia, dan perseteruan mereka menyoroti perpecahan dalam basis dukungan orang Oromo pro-Abiy yang dapat mempersulit upayanya untuk masa jabatan lima tahun ketika Ethiopia dalam pemilihan yang saat ini direncanakan berlangsung pada Mei 2020.
Abiy berada di Sochi, Rusia, untuk KTT Rusia-Afrika ketika para pendukung Jawar pertama kali mulai bergerak di Addis Ababa.
Sebelum pernyataan hari Sabtu, ia menghadapi kritik karena tidak mengatakan apa-apa tentang kerusuhan itu.
Advertisement