Liputan6.com, Sucre - Jumlah korban tewas di Bolivia terus meningkat setelah bentrokan antara pasukan keamanan dan pendukung mantan Presiden Evo Morales yang mengundurkan diri pada akhir pekan lalu.
Pada Jumat 15 November 2019, pasukan keamanan menembaki pendukung Morales di Sacaba, menewaskan sedikitnya delapan orang.
Seorang dokter di kota mengatakan kepada Associated Press bahwa sebagian besar dari mereka yang terbunuh dan terluka menderita luka tembak.
Advertisement
Ombudsman nasional negara itu mengatakan total 19 orang telah tewas menyusul hasil pemilu yang disengketakan pada 20 Oktober, yang berujung pada pengunduran diri Presiden Morales pada 10 November 2019.
Baca Juga
Pada Sabtu 16 November, Komisioner PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet memperingatkan bahwa kekerasan di Bolivia dapat "lepas kendali."
"Tindakan represif oleh pihak berwenang ... kemungkinan akan membahayakan jalan yang memungkinkan untuk dialog," tambah Bachelet seperti dilansir BBC, Minggu (17/11/2019).
Direktur rumah sakit Guadalberto Lara mengatakan kepada Associated Press bahwa sebagian besar korban tewas dan cedera di pusat kota Sacaba mengalami luka tembak.
Saksi mata mengatakan polisi menembaki pemrotes yang menyerukan kembalinya Evo Morales ke Bolivia.
Secara terpisah, seorang koresponden AFP mengatakan lima pendukung mantan presiden tewas, setelah melihat mayat mereka di rumah sakit setempat. Kematian itu kemudian dikonfirmasi oleh menteri dalam negeri interim Justiniano kepada wartawan setempat.
Pada hari Sabtu, tiga kematian lainnya dikonfirmasi.
Juga pada hari Jumat, polisi anti huru hara menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa di La Paz, pusat administrasi negara,
Presiden Evo Morales, 60, mengatakan dia dipaksa untuk mundur tetapi melakukannya dengan sukarela "sehingga tidak akan ada lagi pertumpahan darah".
Namun pengunduran dirinya memicu bentrokan di sekitar Bolivia antara pendukungnya dan polisi.
Seorang mantan petani koka (yang jika diekstrak bisa menghasilkan kokain), Evo Morales pertama kali dipilih pada 2006 dan merupakan presiden pertama negara itu yang berasal dari masyarakat adat setempat.
Dia telah memenangkan pujian untuk memerangi kemiskinan dan meningkatkan ekonomi Bolivia, tetapi menuai kontroversi dengan menentang batasan masa jabatan konstitusional untuk masa jabatn keempat dalam pemilihan Oktober 2019, yang dituduh telah marak dengan penyimpangan.
Tekanan semakin meningkat pada dirinya sejak hasil pemilu yang diperebutkan menyarankan dia menang langsung di babak pertama.
Hasilnya dipertanyakan oleh Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), sebuah badan regional, yang telah menemukan "manipulasi yang jelas" dan menyerukan agar hasilnya dibatalkan.
Sebagai tanggapan, Morales setuju untuk mengadakan pemilihan baru. Namun saingan utamanya, Carlos Mesa --yang berada di urutan kedua dalam pemungutan suara-- mengatakan Morales tidak akan mendapatkannya.
Kepala angkatan bersenjata Bolivia, Jenderal Williams Kaliman, kemudian mendesak Morales untuk mundur demi kepentingan perdamaian dan stabilitas.
Mengumumkan pengunduran dirinya, Morales mengatakan dia telah mengambil keputusan untuk menghentikan sesama pemimpin sosialis dari "dilecehkan, dianiaya, dan diancam."
Simak video pillihan berikut:
Adu Retorika Sang Eks-Presiden dan Presiden Interim
Di tengah klaim penipuan pemilu, Evo Morales mengundurkan diri pada 10 November dan kemudian melarikan diri ke Meksiko setelah Negeri Aztec menawarkannya suaka politik.
Pada Jumat 15 November, sebelum kekerasan di Sacaba, Morales mengatakan kepada BBC bahwa tidak ada dakwaan yang berarti yang dapat diajukan terhadapnya.
Komentar itu ditujukan untuk menanggapi pernyataan presiden interim Bolivia, Jeanine Anez, yang mengklaim bahwa morales bisa didakwa jika kembali ke tanah kelahirannya.
Morales sebelumnya mengatakan dia bersedia untuk kembali ke Bolivia untuk memulihkan perdamaian. Dia juga mengatakan kepada CNN bahwa apa yang terjadi di Sacaba adalah "pembantaian nyata".
Jeanine Anez, yang menyatakan dirinya sebagai presiden sementara pada Selasa 12 November, telah memutuskan hubungan dengan Venezuela dan mengirim pulang lebih dari 700 petugas medis Kuba.
Langkah-langkah itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pemerintah sementara menjauhkan diri dari negara sayap kiri regional yang merupakan sekutu Morales.
Dalam wawancara hari Jumat dengan BBC Mundo, Evo Morales mengatakan: "Tuduhan apa yang dapat mereka lakukan terhadap saya? Kecurangan pemilu?
"Apakah saya mengelola komisi pemilihan?" dia melanjutkan, dengan alasan bahwa beberapa anggota badan itu adalah tokoh oposisi utama.
Morales juga menolak gagasan bahwa ia bisa dilarang dari pemungutan suara di masa depan serta menyatakan "akan kembali" ke Bolivia meski saat ini ia menerima suaka di Meksiko yang mendukungnya.
Advertisement