Liputan6.com, Jakarta - Akhir tahun lalu para pecinta fenomena langit baru saja dihibur oleh gerhana matahari yang langka. Sabtu 11 Januari 2020 dini hari nanti, ada lagi penampakan cakrawala yang tak kalah indah yakni gerhana bulan penumbra dan full wolf moon atau purnama serigala.
Apa perbedaannya?
Advertisement
Baca Juga
Full wolf moon (bulan serigala) bukanlah gerhana bulan, melainkan julukan bagi purnama yang muncul di bulan Januari. Julukan itu terkenal di Amerika Utara.
Menurut situs Almanac.com, Jumat (10/1/2020), pemberian nama purnama serigala karena hewan itu seringkali mengaum pada Januari. Berdasarkah cerita tradisional, para serigala itu sedang kelaparan pada bulan Januari yang notabene sedang musim salju.
Para serigala memang lebih sering mengaum di musim dingin. Mereka melakukannya untuk menandakan wilayah, mencari kawanan, dan berkumpul untuk berburu.
Sementara, gerhana bulan penumbra akan terjadi pada Jumat malam ini, bertepatan dengan purnama serigala. Inilah mengapa ada yang menyebut ini sebagai fenomena "gerhana purnama serigala."
Tahun lalu juga ada fenomena menarik terkait purnama serigala ini, yakni "super blood wolf moon." Hal itu terjadi ketika bulan tampak lebih terang (super moon) tetapi warnanya menjadi merah berkat gerhana bulan total (blood moon).
Alhasil, super blood wolf moon menjadi topik populer awal tahun lalu.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tipu-Tipu Christopher Columbus Berdalih Gerhana Bulan, Minta Makan ke Suku Arawak
Salah satu kisah Gerhana Bulan yang unik terkait penipuan oleh penjelajah Christopher Columbus. Di mana saat itu ia bersama awak kapalnya mengalami kesulitan dan berdalih menggunakan fenomena Gerhana Bulan --yang pada masa itu belum dipahami oleh Suku Arawak yang membantunya.
Pada 11 Mei 1502, armada Christopher Columbus meninggalkan Cadiz, Spanyol menggunakan empat kapal, Capitana, Gallega, Vizcaína dan Santiago de Palos. Namun, akibat wabah cacing kapal menyerang bahtera yang digunakan, ia hanya bisa menggunakan dua kapalnya.
Dengan armada tersebut, ia bersama awak kapalnya tiba di sebuah pulau yang kini dikenal sebagai Jamaika pada 25 Juni 1503.
Seperti dikutip dari Space.com, awalnya, penduduk asli, Suku Arawak menyambut kedatangan mereka dengan baik, menyediakan makanan dan tempat bernaung.
Namun, ketegangan terjadi saat awak Columbus mulai bersikap kasar, merampok, bahkan membunuh pihak tuan rumah. Suku Indian Arawak pun enggan menyediakan makanan bagi para pendatang yang di ambang kelaparan.
Columbus kala itu memeras otak untuk menyelamatkan para bawahannya. Ia pun ingat, punya salinan almanak yang menginformasikan bahwa pada 29 Februari 1504 Gerhana Bulan akan terjadi.
Advertisement
Tipuan Colombus
Berbekal pengetahuan itu, sang penjelajah menemui pemimpin Arawak, memberitahukan bahwa Tuhan marah pada mereka yang tak menyediakan makan untuk para bawahannya.
Tiga malam dari saat itu, bulan purnama konon akan lenyap, berganti rembulan yang memerah oleh 'murka ilahi'.
Pada malam yang telah ditentukan, saat matahari terbenam, Bulan muncul di tepian cakrawala.
Seham kemudian, saat cahaya senja memudar dan langit gelap, rembulan terlihat merah mengerikan, seperti 'berdarah-darah'.
Bulan purnama berubah jadi bola merah redup di langit timur.
Suku Indian Arawak yang ketakutan datang dari segala arah menuju kapal Columbus.
Mereka meminta Bulan dikembalikan ke kondisi normal dengan imbalan perbekalan dan makanan hingga Columbus dan para bawahannya kembali ke Spanyol pada 7 November 1504.