Dili - Koalisi enam partai di Timor Leste sepakat membentuk pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Kay Rala Xanana Gusmao. Kesepakatan tersebut kabarnya telah disampaikan kepada Presiden Francisco Guterres Lu Olo lewat sebuah surat, tutur jurubicara koalisi pada Selasa 10 Maret.
Melansir DW Indonesia, Rabu (11/3/2020), Xanana yang kini berusia 73 tahun bulan lalu mengaku telah membentuk koalisi baru yang menguasai 34 dari 65 kursi di parlemen. Presiden pertama Timor Leste itu juga mengklaim mandat untuk menduduki kursi perdana menteri.
Advertisement
"Koalisi ini harus menawarkan diri sebagai alternatif untuk mengakhiri jalan buntu politik," kara juru bicara koalisi, Antonio da Conceicao.
Timor Leste belakangan mengalami gejolak politik sejak jatuhnya koalisi pemerintahan Perdana Menteri Taur Matan Ruak. Februari silam dia mengundurkan diri menyusul kegagalan pemerintah meloloskan rancangan anggaran negara untuk tahun 2020.
Keretakan koalisi ditandai oleh mundurnya partai terbesar, Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor (CNRT) yang menggariskan nasib pemerintah di Dili. Gusmao yang memimpin CNRT memerintahkan kadernya untuk mengambil sikap abstain pada saat pengambilan suara.
Da Conceicao mengatakan keputusan mengusulkan Xanana Gusmao sebagai perdana menteri baru datang dari Presiden Guterres sendiri. Meski demikian perselisihan sempat mewarnai keduanya ketika Guterres menolak sejumlah usulan nama menteri yang diajukan Gusmao, lantaran dugaan korupsi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gejolak Politik di Timor Leste
Gejolak politik berkepanjangan di Dili sejauh ini dianggap bertanggung jawab menghambat pembangunan di Timor Leste. Korupsi yang merajalela juga mempersulit tugas pemerintah mengurangi angka kemiskinan.
Saat ini pertumbuhan ekonomi berada di bawah ekspektasi pasar. Namun jika tahun lalu Timor Leste mencatat pertumbuhan sebesar 3,9%, untuk 2020 Bank Dunia memprediksi peningkatan signifikan di kisaran 4,6%. Kebergantungan yang besar terhadap sektor minyak dan gas yang menyumbang 60% pada devisa negara dinilai membebani laju investasi.
Sejumlah lembaga ekonomi, termasuk Bank Dunia, berulangkali menyarankan agar pemerintah Timor serius mendorong diversifikasi sumber devisa dengan mengembangkan sektor nonmigas.
Namun saat ini pemerintah justru fokus mengembangkan tiga kawasan industri di pesisir selatan untuk memperkuat industri minyak dan gas. Rencana tersebut antara lain melibatkan pembangunan pusat industri petrokimia, kilang pengolahan dan perluasan proyek pengeboran gas di ladang Greater Sunrise senilai 50 miliar dollar AS.
Dimensi raksasa proyek Tasi Mane memaksa pemerintah mengulurkan tangan kepada investor China. Saat ini perusahaan konstruksi milik pemerintah China sudah memegang kontrak pembangunan terminal alih muat gas di Beaco. Perusahaan China juga ikut mengerjakan beragam proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan nasional.
Advertisement