Grup Populer Pengkritik Monarki Thailand Diblokir Facebook

Facebook telah memblokir akses grup di Thailand beranggotakan satu juta anggota yang membahas monarki negara tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Agu 2020, 11:10 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2020, 10:55 WIB
Ilustrasi Facebook
Facebook (LOIC VENANCE / AFP)

Liputan6.com, Thailand - Facebook telah memblokir akses di Thailand pada satu juta anggota kelompok yang membahas monarki, setelah pemerintah Thailand mengancam akan mengambil tindakan hukum. Perusahaan itu mengatakan bahwa mereka sedang mempersiapkan tindakan hukumnya sendiri untuk menanggapi imbauan dari Bangkok.

Kritik terhadap monarki memang diketahui merupakan tindakan ilegal di Thailand.

Melansir BBC, Rabu (26/8/2020), Thailand menyaksikan kibaran protes anti-pemerintah mencakup seruan yang belum pernah terjadi untuk reformasi monarki.

Hal itu menyebabkan akses grup "Royalist Marketplace" di Negara Thailand diblokir pada Senin malam. Namun laman tersebut masih bisa diakses dari luar negeri. Admin grup, Pavin Chachavalpongpun mengatakan bahwa grup tersebut memiliki lebih dari satu juta anggota, artinya menunjukkan popularitas yang luar biasa.

Menurut penjelasan Chachavalpongpun, grup itu menyediakan sarana berdiskusi serius tentang monarki yang memungkinkan masyarakat Thailand mengekspresikan pandangan mereka secara bebas, mulai intervensi politik monarki, hingga hubungan intim militer dalam mengkonsolidasikan kekuasaan raja. "Beberapa anggota berpikir monarki konstitusional mungkin masih berfungsi, tetapi ini adalah minoritas. Beberapa berpendapat reformasi monarki yang mendesak diperlukan."

Saksikan Vidio Pilihan DI Bawah Ini:

Berusaha Bungkam dengan Hukum

Resmi Dilantik, Raja Baru Thailand Diarak Keliling Kota Bangkok
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn diarak menggunakan tandu keliling Kota Bangkok, Thailand, Minggu (5/5/2019). Maha Vajiralongkorn resmi menjabat Raja Thailand menggantikan Raja Bhumibol Adulyadej yang meninggal dunia. (AP Photo/Wason Wanichorn)

Grup Facebook baru yang dia dirikan pada Senin malam memperoleh lebih dari 400.000 pengikut hanya dalam semalam. Grup tersebut diketahui mengasingkan diri di Jepang. Facebook mengonfirmasi bahwa “mereka dipaksa oleh pemetintah untuk membatasi akses masuk karena dianggap ilegal".

"Permintaan seperti ini berat, melanggar hukum HAM internasional, dan memiliki efek mengerikan pada kemampuan orang untuk mengekspresikan diri," katanya dalam sebuah pernyataan.

Chachavalpongpun menambahkan bahwa, "Pemerintah berusaha membungkam mereka dengan menggunakan perangkat hukum seperti menangkap para pemimpin inti dan memblokir akses ke kelompok saya. Jika mahasiswa tetap bertahan, tindakan yang lebih keras dapat diambil, seperti penumpasan."

Thailand Langgar HAM Berekspresi

Kemeriahan Prosesi Akhir Penobatan Raja Thailand
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn (ketiga kiri), Ratu Suthida (kedua kanan), Pangeran Dipangkorn Rasmijoti (ketiga kanan), dan Putri Sirivannavari (kedua kiri) saat tiba untuk menjalani prosesi Royal Barge di Sungai Chao Phraya, Bangkok, Kamis (12/12/2019). (Handout/Thai Royal Household Bureau/AFP)

Thailand yang memaksa Facebook untuk membatasi akses ke grup tersebut juga dikecam keras oleh kelompok pro hak asasi. "Pemerintah Thailand sekali lagi menyalahgunakan undang-undang yang terlalu luas dan melanggar hak dengan memaksa Facebook membatasi konten yang padahal dilindungi oleh HAM kebebasan berpendapat," kata John Sifton, Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan.

"Jangan salah, Thailand juga melanggar hukum di sini, hukum internasional yang melindungi kebebasan berekspresi." tegas SIfton.

Chachavalpongpun ternyata merupakan salah satu dari tiga pembangkang yang telah diperingatkan pemerintah Thailand untuk menjauh. Dua lainnya adalah jurnalis Inggris Andrew MacGregor Marshall yang menerbitkan buku tentang kritik monarki Thailand.

Yang ketiga merupakan profesor sejarah politik Thailand Somsak Jeamteerasakul, yang merupakan kritikus monarki yang blak-blakan dan akhirnya hidup dalam pengasingan di Prancis.

Monarki Thailand telah lama dilindungi dari kritik di bawah hukum Lese-Majeste.

Lese Majeste merupakan hukum yang mengganjar pihak manapun yang berani menghina raja, ratu dan segenap kerabatnya dengan 3 - 15 tahun kurungan bui.

 

Reporter:: Vitaloca Cindrauli Sitompul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya