Pakar: China Perlu Mengalah ke ASEAN dalam Isu Sensitif

China disarankan agar lebih mengalah dalam isu-isu tertentu seperti Laut China Selatan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 15 Sep 2020, 09:08 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2020, 17:51 WIB
klaim tumpang tindih negara-negara Asia Tenggara, China, dan Taiwan atas Laut China Selatan (VOA Wikimedia Commons) 2
klaim tumpang tindih negara-negara Asia Tenggara, China, dan Taiwan atas Laut China Selatan (VOA Wikimedia Commons) 2

Liputan6.com, Jakarta - Pakar geopolitik menilai China mesti mengalah dalam beberapa isu saat berhadapan dengan negara-negara ASEAN. Pendekatan demikian dianggap bisa lebih baik untuk jangka panjang. 

Hubungan China dan ASEAN terutama kuat di bidang perdagangan, bahkan di kala pandemi COVID-19 sekalipun.

"Hubungan ekonomi akan kuat dan bahkan meski ada krisis yang kita sedang lalui seperti COVID, kita melihat hubungan ekonomi yang kuat," ujar Dr. Jayant Menon, Visiting Senior Fellow, ISEAS-Yusof Ishak Institute dalam diskusi Foreign Policy Community of Indonesia, Jumat (4/9/2020).

Media China The Global Times pada pekan ini melaporkan perdagangan antara ASEAN dan China meningkat 5,6 persen pada paruh awal 2020 dibanding periode sama tahun lalu.

Menont menyebut isu sulit justru berada di luar ekonomi, yakni masalah geopolitik. Klaim sepihak China di Laut China Selatan masih menjadi isu sensitif antara China dan ASEAN. 

China pun diharapkan lebih mengalah dalam isu-isu tersebut. Menont berkata pendekatan itu bisa memberikan dampak jangka panjang yang baik. 

"Ada keuntungan jika China lebih kondusif dengan mengalah pada isu-isu sensitif," jelas Menont. 

Meski demikian, bukan berarti isu-isu yang sensitif harus diabaikan. Dr. Ha Anh Tuan dari Diplomatic Academy of Vietnam (DAV) menyebut isu ekonomi memang lebih potensial untuk dibahas, tetapi ASEAN dan China harus duduk bersama agar saling memahami dalam isu-isu berat. 

"Pada momen ini kita perlu sangat seimbang," ujar Dr. Ha Anh Tuang yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Foundation for East Sea (SCS) Studies di DAV.

"Isu-isu yang berat mungkin lebih sulit untuk dicapai kesepakatan. Setidaknya kita memahami posisi satu sama lain. Saya pikir itu adalah titik permulaan antara ASEAN dan China untuk menunjang kerja sama kita," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Akademisi China Sebut AS Ingin Adu Domba ASEAN dengan Tiongkok

Dalam lawatannya ke Indonesia pada 2-3 Oktober 2013, Presiden Xi Jinping mengusulkan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 atau 21st Century Maritime Silk Road
Dalam lawatannya ke Indonesia pada 2-3 Oktober 2013, Presiden Xi Jinping mengusulkan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 atau 21st Century Maritime Silk Road

Pakar Asia-Pasifik dari China menyebut Amerika Serikat berusaha mengadu domba hubungan antara Tiongkok dan ASEAN. AS dianggap mendorong ASEAN supaya memihak dalam perseteruannya dengan China.

Dalam tulisannya di The Global Times, Zhao Gancheng dari Shanghai Institute for Internasional Studies berkata AS berupaya mengganggu proyek-proyek investasi antara China dan ASEAN. Salah satunya seperti memasukan ke daftar hitam perusahaan China yang ingin melaksanakan proyek di Filipina.

Perusahaan itu masuk daftar hitam karena dituduh terlibat dalam proyek pulau buatan di Laut China Selatan. 

Selain itu, Zhao Gancheng menuding AS ingin mengubah diplomasi ASEAN yang independen menjadi anti-China. Meski demikian, China percaya diri memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan ASEAN.

"Usaha-usaha AS untuk mengajak atau mengancam negara-negara ASEAN untuk memihak tidak akan berhasil sebagaimana China dan negara-negara tersebut memiliki koneksi dalam ekonomi, budaya, dan pertukaran personel berdasarkan keuntungan bersama," ujar Zhao Gancheng yang merupakan direktur dari Center for Asia-Pacific Studies di Shanghai Institute for International Studies.

"Negara-negara Asia Tenggara lebih memilih mengambil posisi diplomatik yang relatif independen ketimbang memihak," lanjut Zhao.

Perdagangan antara China dan ASEAN disebut naik 5,6 persen secara year-on-year pada semester 1 tahun ini meski ada pandemi COVID-19.

Sebelumnya, Amerika Serikat juga baru saja mengkritik proyek One Belt One Road (OBOR) milik China. Kritikan itu berasal dari Kementerian Pertahanan. Proyek OBOR dianggap kurang transparan serta berpotensi merusak lingkungan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya