Kisah Haru WNI, Salat Jumat Perdana dalam 8 Bulan di Melbourne

Sejumlah masjid di Melbourne menggelar salat Jumat pertama dalam delapan bulan terakhir. Salah satunya diikuti oleh para WNI. Ini kisahnya.

diperbarui 13 Nov 2020, 15:02 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2020, 14:58 WIB
Ilustrasi kota Melbourne, Australia (AFP/Christopher Futcher)
Ilustrasi kota Melbourne, Australia (AFP/Christopher Futcher)

Melbourne - Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di Melbourne Australia mengaku terharu bisa kembali salat Jumat setelah sekian lama ditiadakan akibat pandemi Virus Corona COVID-19.

Sejumlah masjid di kota Melbourne menjalankan ibadah salat Jumat untuk pertama kalinya, setelah hampir delapan bulan masjid ditutup akibat pandemi Virus Corona COVID-19.

Muchlis Setioaji, asal Kebumen, Jawa Tengah yang sudah tinggal selama hampir enam tahun di Melbourne mengungkapkan kegembiraannya saat dihubungi ABC Indonesia.

"Sangat terharu, karena saya sudah delapan bulan tidak Jumatan," ujar Muchlis.

Muchlis melakukan salat Jumat di Coburg Islamic Centre yang berada di kawasan Coburg dekat rumahnya.

Ia mengatakan jemaah yang hadir di Masjid Coburg berjumlah 50 orang, jumlah maksimal peserta kegiataan keagamaan di luar ruangan sesuai aturan otoritas kesehatan di Victoria.

"Saya harus mendaftar dulu. Pendaftaran sudah dibuka sejak jam 05.00 sore kemarin dan alhamdulillah, saya mendapat nomer 19."

Muchlis mengaku tidak merasa khawatir saat datang ke masjid untuk menjalankan salat Jumat.

"Sebelum masuk ada scan suhu tubuh, pakai hand sanitizer, kemudian mengecek nama sesuai pendaftaran," ujarnya.

"Ini menjadi contoh yang bagus bagaimana hubungan agama dan negara, semua harus mengikuti aturan.""Ibadah tetap jalan tapi mengikuti aturan negara dan melakukannya [salat Jumat] dalam beberapa sesi, jadi setiap jemaah juga kebagian tempat," tambahnya.

Hari Jumat ini (13/11/2020), negara bagian Victoria mencatat rekor baru dengan tidak adanya kasus penularan baru dalam dua minggu terakhir.

Masjid lain yang juga menggelar salat Jumat pertama kalinya adalah masjid tertua di pusat kota Melbourne, yakni Masjid Albania yang berada di kawasan Carlton.

Aturan saat ini menyebutkan rumah ibadah diperbolehkan untuk menggelar kegiatan dengan pembatasan 20 orang, jika digelar di dalam ruangan dan 50 orang di luar ruangan.

Untuk bisa mengikuti salat Jumat di Masjid Albania harus mendaftarkan diri terlebih dahulu secara online, yang pendaftararannya sudah dibuka sejak Rabu siang 11 November.

Erwin Renaldi dari ABC Indonesia yang mengikuti salat Jumat di Masjid Albania melaporkan sebuah email pengingat dikirim oleh pengurus Masjid Albania hari Kamis kemarin.

Dalam email tersebut disebutkan setiap jemaah harus membawa sajadah sendiri, sudah berwudhu dari rumah, dan tetap menggunakan masker.

Setibanya di masjid, hanya mereka yang sudah terdaftar yang boleh masuk dan menjaga jarak sekitar dua meter antara satu sama lain.

Khotbah dan salat Jumat berjalan seperti biasanya, yakni selama 30 menit. Setelah selesai, para jemaah diminta untuk segera meninggalkan lokasi.

Salat masjid di Masjid Albania digelar dua sesi, yakni pada pukul 01.30 dan 02.30 siang waktu setempat.

Kepada ABC Indonesia, Masjid Albania mengatakan salat lima waktu dengan batasan maksimal 20 orang juga telah diberlakukan, namun tidak perlu melakukan pendaftaran terlebih dahulu.

Sementara itu di Masjid Preston, yang pernah masuk dalam daftar 'hostpot' penularan Virus Corona COVID-19 pada bulan Juni lalu, salat Jumat digelar sebanyak tiga kali, pada pukul 01.00, 01.40, dan 02.20 siang.

Mendaftar terlebih dahulu tidak diperlukan, tapi dalam pernyataannya, Masjid Preston mengatakan prioritas utama diberikan kepada mereka yang telah lanjut usia atau memiliki kebutuhan khusus, seperti warga difabel.

Masih Ibadah Menggunakan Rekaman

Ilustrasi. (dok. Pixabay.com/Adhita Diansyavira)
Ilustrasi pohon natal. (dok. Pixabay.com/Adhita Diansyavira)

Kepada ABC Indonesia, Gereja Indonesian Christian Church (ICC) di Melbourne mengatakan belum melaksanakan ibadah dan persekutuan doa tatap muka untuk pekan ini.

"Kita masih pre-recorded [menggunakan rekaman] seperti ibadah kita sejak lockdown pertama dan kedua," kata Christian Tirtha, pendeta gereja ICC yang berdiri tahun 2005.Menurut Christian masih ada beberapa hal yang harus dikerjakan untuk bisa menerima jemaat dalam ibadah tatap muka seperti sebelum pandemi.

"Sambungan internet kami sudah ada, tapi itu hanya one puzzle among many, artinya ada beberapa hal seperti sound, belum lagi aturan duduknya, semuanya itu perlu dipertimbangkan."

Menurut Christian, "cukup banyaknya proses baru" yang harus diperhatikan petugas untuk menjalankan ibadah tatap muka menjadi salah satu pertimbangan ICC.

Namun, pihak gereja berharap dan berencana untuk membuka kembali pintu gereja mereka "menjelang akhir tahun 2020".

Berharap Dapat Melakukan Ibadah Natal Tatap Muka 

ICC sudah melakukan ibadah online sejak awal tahun ini dan menurut Christian, cara tersebut membawa tantangan tersendiri.

"Saya pikir kebanyakan dari komunitas gereja merasakan, walaupun kita bersyukur dengan teknologi Zoom yang di satu sisi lebih convenient ... tapi juga sangat terbatas," katanya.

"Secara teologis gereja itu bukan hanya siaran di layar, tapi pertemuan kita secara fisik, secara jasmani dengan sesama jemaat Tuhan satu sama lain."

Menurutnya, pihak gereja ICC berencana untuk kembali membuka ibadah tatap muka menjelang akhir tahun ini.

Saat ini, mereka sudah mulai mengecek peralatan suara, merencanakan peletakan tempat duduk, dan memastikan keberadaan koneksi internet yang terbaik untuk mempersiapkan ibadah Hari Natal.

"Whether Natal atau tidak, saya pikir gereja punya aim [tujuan] untuk sebisa dan secepat mungkin bertemu face to face," kata Christian."Kalaupun tidak bisa ketemu di gedung mungkin mereka bisa mengadakan semacam satellite meeting, di mana dua sampai tiga keluarga bisa berkumpul untuk menyaksikan ibadah bersama."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya