Liputan6.com, Jakarta- Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny ditahan polisi saat tiba di Moskow pada Minggu 17 Januari. Ia baru saja datang dari Jerman.Â
Dilansir BBC News, Senin (18/1/2021) pegacara Navalny tidak diizinkan untuk ikut bersamanya saat dibawa polisi.
Aktivis berusia 44 tahun itu kembali ke Rusia setelah lima bulan mengalami keracunan dalam perjalanannya ke Moskow dari Siberia. Pemerintah Presiden Rusia Vladimir Putin membantah terlibat dalam kasus tersebut.
Advertisement
Menanggapi penangkapan Navalny, Amerika Serikat dan beberapa pemerintah Uni Eropa, mendesak pembebasan terhadapnya.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menuliskan dalam postingannya di Twitter bahwa ia turut menyesali terjadinya penangkapan itu.
"Sangat terganggu oleh keputusan Rusia untuk menangkap Alexei Navalny," kata Menlu Pompeo.
Deeply troubled by Russia's decision to arrest Aleksey Navalny. Confident political leaders do not fear competing voices, nor see the need to commit violence against or wrongfully detain, political opponents.
— Secretary Pompeo (@SecPompeo) January 18, 2021
Ia pun menyerukan "pembebasan segera dan tanpa syarat" untuk Navalny.
"Para pemimpin politik yang percaya diri tidak takut pada persaingan suara-suara, atau melakukan kekerasan atau dengan salah menahan lawan politik," sebut Menlu Pompeo.
Saksikan Video Berikut Ini:
Respon Serupa dari Penasihat Presiden Terpilih AS Joe Biden
Selain Menlu Pompeo, penasihat keamanan nasional Presiden terpilih AS Joe Biden, Jake Sullivan juga menyeruarakan hal yang sama.
"Tindakan Kremlin terhadap Navalny bukan hanya pelanggaran hak asasi manusia, tetapi penghinaan terhadap orang-orang Rusia yang ingin suara mereka didengar," sebut Sullivan.
Adapun tanggapan dari Uni Eropa - dengan Prancis, Italia dan Presiden Dewan Eropa, Charles Michel, yang mengeluarkan tuntutan untuk pembebasan Navalny.
Kemudian ada juga pernyataan dari pemerintah Inggris yang mengatakan bahwa pihaknya "turut prihatin" dengan penangkapan Navalny, seraya menambahkan bahwa "Alih-alih menghukum korban kejahatan itu, pihak berwenang Rusia harus menyelidiki bagaimana senjata kimia dapat digunakan di wilayah Rusia".Â
Dalam sebuah pernyataan pada Minggu malam, pihak berwenang penjara Rusia mengatakan bahwa Navalny "telah dicari sejak 29 Desember 2020 karena pelanggaran yang dilakukan berulang kali selama masa percobaan".
Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa Navalny akan ditahan sampai keputusan pengadilan.
Secara terpisah, jaksa Rusia juga meluncurkan kasus pidana baru terhadap Navalny atas tuduhan penipuan terkait transfer sejumlah uang ke berbagai badan amal, termasuk Yayasan Anti-Korupsi miliknya.
Advertisement