Menlu Retno Marsudi: Indonesia Siap Komunikasi dengan Militer Myanmar dan CRPH

Menlu Retno Marsudi berkata Indonesia siap berkomunikasi dengan militer Myanmar dan CRPH yang mewakili demokrasi.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 25 Feb 2021, 08:08 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2021, 19:25 WIB
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi saat menghadiri press briefing virtual yang digelar oleh Kemlu RI pada Sabtu (12/9/2020).( Photo credit: Kementerian Luar Negeri RI)
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi saat menghadiri press briefing virtual yang digelar oleh Kemlu RI pada Sabtu (12/9/2020).( Photo credit: Kementerian Luar Negeri RI)

Liputan6.com, Bangkok - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyatakan Indonesia siap berkomunikasi dengan semua pihak di Myanmar. Hal itu termasuk dengan militer Myanmar yang melakukan kudeta pada awal bulan ini terhadap Aung San Suu Kyi. 

Pernyataan itu muncul setelah Menlu Retno batal pergi ke Myanmar. Ia juga sempat dikritik netizen Myanmar karena dianggap tidak membela rakyat setempat.

"Penundaan ini tidak menyurutkan niat menjalin komunikasi dengan semua pihak di Myanmar. Sekali lagi dengan semua pihak di Myanmar termasuk dengan pihak militer dan pihak CRPH," ujar Menlu Retno dalam konferensi pers virtual, Rabu malam (24/4/2021).

CRPH merupakan Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw. Komite itu mewakili parlemen Myanmar setelah ada kudeta militer.

Menlu Retno menjelaskan bahwa komunikasi dengan semua pihak dibutuhkan untuk membantu proses penyelesaian masalah. Ia menyebut posisi Indonesia tetap mengutamakan keselamatan rakyat Myanmar. 

Selain itu, ia meminta semua pihak menahan diri, serta mendukung adanya "transisi demokrasi yang inklusif."

"Keselamatan dan kesejahtaraan rakyat Myanmar merupakan hal utama yang harus dilakukan. Keingingan rakyat Myanmar harus didengarkan," kata Menlu Retno.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Batal Kunjungi Myanmar

FOTO: Aksi Protes Kudeta Militer Myanmar Terus Berlanjut
Pengunjuk rasa antikudeta berkumpul di persimpangan dekat Pagoda Sule di pusat kota Yangon, Myanmar, Senin (22/2/2021). Seorang mahasiswa bernama Kyaw Kyaw (23), mengaku khawatir dengan langkah pemerintah terhadap demo, tetapi dia juga marah atas apa yang terjadi. (AP Photo)

Usai demonstrasi yang terjadi di depan KBRI Yangon beberapa waktu lalu akibat kesalahpahaman, beredar isu bahwa Menlu RI Retno Marsudi berencana akan mengunjungi Myanmar dalam waktu dekat.

Dalam press briefing singkat yang disampaikan oleh Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah, kunjungan tersebut disebut memiliki tujuan utama untuk mencari solusi terkait isu kudeta militer yang tengah terjadi. 

"Menlu RI membuka opsi melakukan kunjungan ke Naypyitaw untuk mencari solusi di tingkat kawasan, dalam hal ini ASEAN," ujar Faizasyah kepada awak media pada Rabu siang. 

Ia menjelaskan bahwa rencana ini disusun dengan terus mempertimbangkan perkembangan situasi di Myanmar.

"Dengan melihat berbagai perkembangan yang ada saat ini, dan setelah berkonsultasi dengan sejumlah negara ASEAN lainnya, saat ini bukan merupakan waktu yang tepat untuk melakukan kunjungan ke Myanmar," tegasnya kemudian. 

Lebih lanjut lagi, Faizasyah kembali menekankan posisi Indonesia untuk terus berkomitmen dan berkontribusi, berkomunikasi dengan semua pihak di Myanmar. Indonesia juga akan terus melakukan komunikasi dengan negara ASEAN lainnya mengenai setiap perkembangan situasi. 

Jajaran Menlu Negara G7 Kutuk Kudeta Militer Myanmar

Lautan Manusia di Yangon Protes Kudeta Myanmar
Para pengunjuk rasa turun ke jalan saat demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar pada Sabtu (6/2/2021). Mereka menyerukan pembebasan pemimpin sipil terpilih, Aung San Suu Kyi, beserta para politikus lainnya yang telah ditahan sejak kudeta pada hari Senin. (STR / AFP)

Menteri Luar Negeri Kelompok G7 terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa dengan tegas mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar.

"Kami menyampaikan belasungkawa atas jatuhnya korban dari aksi kekerasan ini. Militer dan polisi Myanmar harus menahan diri sepenuhnya, menghormati hak asasi manusia dan hukum internasional," demikian tertera dalam rilis yang diterima Liputan6.com dari Kedutaan Besar Inggris, Selasa (23/2). 

"Penggunaan amunisi secara langsung terhadap orang yang tidak bersenjata adalah suatu hal yang tidak dapat diterima."

Bagi kelompok G7, siapapun yang menanggapi protes damai dengan kekerasan harus dimintai pertanggungjawaban.

"Kami mengutuk intimidasi dan penindasan terhadap mereka yang menentang kudeta Myanmar. Kami menyampaikan keprihatinan menyusul aksi keras terhadap kebebasan berekspresi, termasuk melalui pemutusan internet dan perubahan kejam pada undang-undang yang menekan kebebasan berpendapat."

"Penargetan secara sistematis terhadap para pengunjuk rasa, dokter, masyarakat sipil, dan jurnalis harus dihentikan dan keadaan darurat harus dicabut."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya