Liputan6.com, Jakarta - PBB telah mengimbau militer di Myanmar untuk membebaskan ratusan pengunjuk rasa yang diyakini terperangkap di dalam blok apartemen.
Pasukan keamanan diperkirakan telah menahan kelompok yang terdiri dari sekitar 200 orang itu di distrik Yangon sejak Senin 8 Maret.
Melansir BBC, Selasa (9/3/2021), kantor Hak Asasi Manusia PBB mengatakan kelompok itu telah memprotes dengan damai dan harus diizinkan pergi.
Advertisement
Protes massal telah terlihat di seluruh Myanmar sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari.
Lebih dari 54 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dalam demonstrasi sejauh ini.
Menurut PBB, kelompok itu diblokir untuk meninggalkan area empat jalan di daerah Sanchaung kota pada hari Senin.
Polisi telah menggerebek rumah-rumah di daerah tersebut untuk mencari orang-orang yang berasal dari luar distrik.
Penduduk dan layanan berita lokal mengklaim di Facebook bahwa setidaknya 20 orang telah ditangkap dalam penggerebekan tersebut. Ledakan telah terdengar dari daerah tersebut, diyakini sebagai suara granat setrum yang digunakan oleh militer.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Desak Pembebasan
Kepala PBB Antonio Guterres menyerukan adanya "pengekangan maksimum" dan "pembebasan aman semua tanpa kekerasan atau penangkapan", kata jurubicaranya Stephane Dujarric.
“Banyak dari mereka yang terperangkap adalah perempuan yang melakukan aksi damai dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional,” ujarnya.
Kedutaan Besar Inggris juga menyerukan pembebasan para pengunjuk rasa.
Di Yangon, sejumlah besar orang berkumpul di jalan-jalan, menentang jam malam, dalam upaya untuk mengalihkan perhatian pasukan keamanan.
Mereka terdengar meneriakkan "Bebaskan para siswa di Sanchaung".
Pasukan keamanan menembakkan senjata dan menggunakan granat setrum dalam upaya membubarkannya, lapor kantor berita Reuters.
Diperkirakan tiga orang tewas dalam demonstrasi di seluruh negeri pada hari Senin.
Para pengunjuk rasa telah turun ke jalan selama sebulan terakhir menyerukan diakhirinya pemerintahan militer dan pembebasan para pemimpin pemerintah terpilih negara itu, termasuk Aung San Suu Kyi yang digulingkan dan ditahan dalam kudeta.
Advertisement