Liputan6.com, Jakarta - Menghafal Al-Qur'an adalah salah satu amal mulia yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah dan menjadikan Al-Qur'an sebagai cahaya hati dan pedoman hidup. Proses ini membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan keikhlasan, tetapi balasannya sangat besar.
Rasulullah SAW bersabda bahwa penghafal Al-Qur'an akan mendapatkan syafaat dan kedudukan yang tinggi di akhirat.
Advertisement
Gus Baha atau pemilik nama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim, dikenal luas karena kedalaman ilmunya serta kemampuannya dalam menghafal Al-Qur'an. Dalam sebuah video yang dikutip dari kanal YouTube @SUDARNOPRANOTO, Gus Baha membagikan cerita menarik tentang bagaimana ia mendapatkan motivasi menghafal Al-Qur'an.
Advertisement
Dalam ceritanya, Gus Baha mengungkapkan bahwa perintah sederhana dari ayahnya menjadi titik awal perjalanan hafalannya.
"Bapak saya bilang begini, kamu, Baha, juga harus hafal Al-Qur'an. Kalau tidak, nanti anakmu punya alasan untuk tidak hafal," ungkapnya dengan nada penuh humor. Seperti diketahui, selain ayahnya, kakek dan buyutnya Gus Baha juga penghafal Al-Qur'an.
Menurut Gus Baha, ucapan sang ayah memiliki logika yang kuat. Anak yang tidak hafal Al-Qur'an bisa saja berdalih bahwa orang tuanya juga tidak hafal.
Namun, jika orang tua hafal, maka tidak ada alasan bagi anak untuk tidak mengikuti jejaknya. “Prinsipnya, anak saya nanti tidak punya alasan kalau tidak hafal Al-Qur'an, karena bapaknya hafal. Anak itu kan ikut bapaknya,” tambahnya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Banyak Fenomena Ayah Tak Hafal AL-Qur'an Tuntut Anaknya jadi Penghafal
Ia juga menyoroti bagaimana tradisi hafalan dalam keluarganya menjadi pengingat dan tanggung jawab besar. Dengan nada bercanda, Gus Baha menyebut bahwa orang tua yang cerdas bisa menjadi tantangan bagi anaknya.
“Kalau bapaknya goblok, anak bisa beralasan ikut bapaknya. Tapi kalau bapaknya hafal Al-Qur'an, anaknya kebingungan karena harus ikut juga,” selorohnya.
Gus Baha menjelaskan bahwa apa yang diungkapkan ayahnya bukan sekadar perintah, melainkan filosofi mendalam tentang tanggung jawab generasi.
Menurutnya, orang tua yang baik akan menjadi teladan bagi anak-anaknya, terutama dalam hal agama. "Artinya, kalau kita ingin anak-anak kita jadi baik, kita dulu yang harus memberi contoh," tegasnya.
Fenomena ini, menurut Gus Baha, sering kali terbalik dalam masyarakat. Banyak orang tua yang menuntut anak-anaknya untuk hafal Al-Qur'an atau menjadi alim, tetapi mereka sendiri tidak memberikan teladan yang baik.
"Kadang orang seenaknya memaksa anak hafal Qur'an atau alim, tapi dia sendiri tidak alim atau tidak hafal Qur'an. Anaknya kan jadi bingung, alasannya apa coba?" katanya.
Advertisement
Hafal Al-Qur'an Tanggung Jawab Generasi
Cerita yang disampaikan Gus Baha ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya keteladanan dalam keluarga. Ia menekankan bahwa anak-anak akan lebih mudah mengikuti jejak orang tua jika mereka melihat contoh nyata di rumah.
"Kalau orang tua ingin anaknya hafal Qur'an, maka mulailah dari dirinya sendiri. Anak-anak itu belajar dari apa yang mereka lihat," jelasnya.
Dalam pandangannya, Gus Baha menilai bahwa hafalan Al-Qur'an bukan sekadar pencapaian individual, tetapi juga warisan yang harus dijaga dari generasi ke generasi. Ia mengingatkan bahwa tanggung jawab ini harus dilakukan dengan kesadaran penuh, bukan paksaan semata.
Selain itu, Gus Baha juga memberikan pandangan tentang pentingnya memahami Al-Qur'an, bukan hanya menghafalnya. Ia menekankan bahwa hafalan harus diiringi dengan pemahaman agar pesan-pesan Al-Qur'an dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. "Hafal itu penting, tapi memahami dan mengamalkan Al-Qur'an jauh lebih penting," tambahnya.
Sebagai seorang ulama yang dikenal dengan gaya ceramahnya yang santai dan penuh humor, Gus Baha mampu menyampaikan pesan-pesan agama dengan cara yang mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Kisahnya tentang hafalan Al-Qur'an ini menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk memulai perjalanan mereka dalam mendekatkan diri kepada kitab suci.
Penuturan Gus Baha juga menjadi pengingat bahwa membangun tradisi hafalan dalam keluarga harus dimulai dari kesadaran dan keteladanan. Dengan cara ini, nilai-nilai agama dapat diwariskan secara alami dan berkesinambungan.
Sebagai penutup, Gus Baha mengajak setiap orang tua untuk introspeksi dan mulai memperbaiki diri sebelum menuntut anak-anak mereka menjadi lebih baik. "Kalau ingin generasi yang baik, mulailah dari diri kita sendiri. Jangan hanya menyuruh, tapi jadilah teladan," pungkasnya dengan penuh makna.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul