Liputan6.com, Johannesburg - Para peneliti sedang mengerjakan program percontohan yang didukung oleh perusahaan Rusia Rosatom Corp.
Dikutip dari Bloomberg, Senin (24/5/2021), mereka akan menyuntikan bahan radioaktif ke cula badak yang dapat mencegah konsumsi dan mempermudah pendeteksian perdagangan ilegal.
Advertisement
Baca Juga
Penghargaan untuk 4 Perempuan Peneliti Indonesia yang Meneliti Pengurangan Emisi Karbon sampai Ketangguhan Hadapi Bencana
Peneliti: Limbah Elektronik dari Komputer AI Bisa Tak Terkendali di Tahun 2030
Peneliti Temukan Kota yang Hilang di Hutan Meksiko, Ada Piramida dan Lapangan Olahraga dari Tahun 750 SM
Tahun lalu, menurut data dari pemerintahan, 394 badak di Afrika Selatan dibunuh oleh pemburu.
Advertisement
Walaupun angka tersebut sepertiga lebih rendah dari 2019, perburuan ilegal tetap menjadi ancaman terbesar bagi sekitar 20.000 badak yang tinggal di negara itu.
Diburu untuk Dijadikan Obat, Hadiah, dan Pertunjukan Kekayaan
Menurut James Larkin, profesor di Universitas Witswatersrand di Johannesburg, ribuan sensor yang ada di sepanjang perbatasan internasional dapat digunakan untuk mendeteksi sejumlah kecil bahan radioaktif yang dimasukkan ke dalam tanduk.
Beberapa metode alternatif untuk mencegah perburuan, termasuk meracuni, mewarnai dan menghilangkan tanduk, telah menimbulkan opini yang luas mengenai kebaikan dan kemanjurannya.
Dikenal sebagai The Rhisotope Project, inisiatif anti-perburuan baru dimulai awal bulan ini dengan menyuntikkan asam amino ke dalam dua cula badak untuk mendeteksi apakah senyawa tersebut akan berpindah ke tubuh hewan.
Studi tambahan menggunakan pemodelan komputer dan replika kepala badak juga akan dilakukan untuk menentukan dosis bahan radioaktif yang aman.
Cula badak dipercayai dapat menyembuhkan penyakit seperti kanker sehingga digunakan dalam pengobatan tradisional.
Tidak hanya itu, cula badak ditampilkan sebagai pertunjukan kekayaan dan diberikan sebagai hadiah.
"Jika kita membuatnya menjadi radioaktif akan ada keengganan orang-orang ini untuk membelinya," kata Larkin.
Selain perusahaan nuklir milik negara Rusia, Universitas Witwatersrand, ilmuwan, dan pemilik badak swasta terlibat dalam proyek tersebut.
Reporter: Paquita Gadin
Advertisement