Pengamat: Korsel Dekati Indonesia dan ASEAN Demi Kurangi Pengaruh China

Korea Selatan (Korsel) tak ingin perdagangannya terlalu bergantung ke China, maka dari itu mereka ingin merangkul ASEAN lewat New Southern Policy (NSP).

oleh Tommy K. Rony diperbarui 16 Jun 2021, 09:06 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2021, 18:57 WIB
Berwisata di Ladang Bunga Cosmos di Korsel
Seorang pengunjung yang mengenakan masker mengambil gambar bunga cosmos yang bermekaran di Paju, Korea Selatan pada 14 Oktober 2020. (AP Photo/Lee Jin-man)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) sedang mendorong kebijakan New Southern Policy Plus (NSP+) untuk lebih dekat dengan ASEAN, termasuk Indonesia. NSP+ memiliki tiga fokus: people (masyarakat), prosperity (kesejahteraan), dan peace (kedamaian).

Aspek people mengedepankan hubungan seperti peluang edukasi antara Korsel dan ASEAN, prosperity terkait kerja sama ekonomi, dan peace tentang posisi Korsel yang ingin semakin aktif dalam perdamaian internasional.

"Mayoritas implementasi program di bawah NSP berada di kerja sama pembangunan. Kita menekankan pembangunan ekonomi yang sama-sama menguntungkan," ujar Prof. Wongi Choe, Head of Center for ASEAN-India Studies, Korea National Diplomatic Academy (KNDA) dalam acara Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Selasa (15/6/2021).

Pendekatan ekonomi kepada ASEAN dianggap penting oleh Prof. Wongi Choe, sebab Korsel dianggap perlu diversifikasi dalam perdagangan setelah sebelumnya bergantung kepada ekonomi China.

Selama 20 tahun terakhir, hubungan ekonomi China-Korsel cukup menguntungkan terutama karena meningkatnya ekspor China ke AS, alhasil Korsel pun ikut merasakan buahnya, sebab ekspornya ke China juga naik. Tetapi, Prof Wongi Choe menjelaskan kini China sudah dianggap pesaing Korsel dalam sektor industri.

Prof. Wongi Choe berkata Korsel tetap berusaha menjaga hubungan baik dengan China mengingat negeri tirai bambu masih menyerap 27 persen perdagangan Korea, meski demikian dibutuhkan adanya diversitas dalam hubungan dagang.

"Terlalu bergantung ke China dapat menciptakan masalah. Kamu butuh memiliki diversitas. Kamu butuh hubungan dagang yang lebih seimbang," ujarnya yang memastikan bahwa prospek ekonomi dari NSP sangatlah cerah.

Faktor Perdamaian

Warna-warni Lampion Hiasi Kuil Jogye Jelang Ulang Tahun Buddha
Biksu dan pengikutnya mengenakan masker sambil menjaga jarak sosial sebagai pencegahan terhadap virus corona membawa lampion di kuil Jogye, Seoul, Korea Selatan (6/5/2021). Di negeri Ginseng ini, ulang tahun Buddha dirayakan dengan menggelar ‘Lotus Lantern Festival’. (AP Photo/Lee Jin-man)

Pihak Korsel menegaskan bahwa NSP+ juga mempertimbangkan isu-isu di luar ekonomi, yakni perdamaian. Prof. Wongi Choe berkata Korea Selatan ingin lebih aktif dalam isu perdamaian regional. 

Ini berbeda dari program NSP sebelumnya yang mementikan pembangunan, tetapi tak terlalu memperhatikan isu politik. 

"Saya pikir sekarang ada aspirasi dalam hal perdamaian juga. Kami ingin mengekspansi kontribusi Korea dan tanggung jawab dalam kontribusi kepada perdamaian dan stabilitas regional," ujar Prof. Choe.

Terkait masalah perdagangan, pihak Korsel berkata ingin fokus pada kerja sama yang sama-sama menguntungkan, tanpa ada agenda sepihak.

Acara diskusi FPCI ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh muda yang bekerja di institusi yang strategis. Ketiganya memberikan rekomendasi pada tiga  pilar NSP plus yang berbeda.

Ada Equilibrium Tampubolon dari Bappenas yang membahas pilar masyarakat, kemudian Amalia Mastur dari Kedutaan Besar Inggris yang menyorot pilar perdagangan dengan fokus pemulihan dari COVID-19, setelahnya ada Angelo Widjaya yang memberi rekomendasi pada pilar perdamaian

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya