Turki Marah Didikte China Soal Pelanggaran HAM

Utusan Turki dan China saling tuding di PBB akibat masalah HAM.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 30 Okt 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2021, 08:00 WIB
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. (Source: AP Photo/Burhan Ozbilici)

Liputan6.com, New York - Perwakilan Turki dan China silat lidah di markas PBB karena masalah pelanggaran HAM. China menyerukan Turki agar mengikuti hukum internasional dan HAM terkait masalah di Sungai Eufrat.

Geng Shuang dari China berkata Turki bertanggung jawab atas berkurangnya level air di Sungai Eufrat dan Stasiun Air Allouk (Alouk). Ia juga menyindir okupasi Turki di timur laut Suriah.

Argumen dari Geng Shuang muncul tak lama setelah 43 negara satu suara untuk mengecam pelanggaran HAM di Xinjiang. Turki adalah salah satunya, Indonesia tidak ikut. 

Ucapan dari Geng Shuang direspons secara pedas oleh perwakilan Turki di PBB, Feridun Sinirlioglu.

"Kami tidak perlu diajari oleh mereka yang melanggar hukum HAM internasional dan hukum humanitarian internasional," ujar Sinirlioglu seperti dilaporkan Anadolu, Jumat (29/10/2021).

Turki berkata masalah di Stasiun Air Alouk telah dilaporkan kepada Sekjen PBB. Selain itu, Sinirlioglu menuding isu ini dimainkan oleh kelompok PKK/YPG yang merupakan musuh Turki, serta rezim Suriah.

Pada Juli 2021, UNICEF berkata masalah air di timur laut Suriah itu membahayakan satu juta orang yang bergantung air bersih. Sementara, VOA News menyebut pasukan Kurdi menuduh Turki sebagai penyebab level air di Eufrat menurun, sehingga menyulitkan agrikultur di daerah mereka. Hal itu dibantah oleh Turki.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Indonesia Tak Ikut Kecam?

Presiden Joko Widodo dan Menlu Retno Marsudi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-24 ASEAN-RRT yang digelar secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Selasa, 26 Oktober 2021.
Presiden Joko Widodo dan Menlu Retno Marsudi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-24 ASEAN-RRT yang digelar secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Selasa, 26 Oktober 2021. (Foto: Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Teuku Faizasyah menjelaskan mengapa Indonesia tidak masuk dalam daftar 43 negara yang mengecam China terkait isu Xinjiang yang turut menyangkut warga muslim etnis Uighur.

Menurut Teuku, hal itu berawal pada Sidang Komite III Majelis Umum PBB ke-76 di New York, 21 Oktober 2021. Saat itu, terdapat penyampaian dua Join Statement (JS) oleh sekelompok negara mengenai isu Xinjiang.

"JS pertama disampaikan Wakil Tetap (Watap) Perancis mewakili 43 negara dan mayoritas negara-negara Eropa dan Amerika Utara. Isinya menyampaikan keprihatinan atas isu Xinjiang," beber Teuku Faizasyah melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Minggu (24/10).

"JS kedua disampaikan Kuba mewakili 62 negara, termasuk di antaranya Kuwait, Saudi Arabia, Rusia, Maladewa, Maroko, Ghana dan Pakistan. Isinya mendukung RRT dalam isu Xinjiang tersebut," sambungnya.

RI Tetap Dukung HAM

Peduli Muslim Uighur, Warga Gelar Aksi Saat CFD
Topeng bendera Turkestan Timur yang dipakai peserta Aksi Save Uighur selama CFD, Jakarta, Minggu (22/12/2019). Aksi digelar sebagai bentuk peduli terhadap muslim Uighur di Xinjiang yang diduga hingga saat ini terus mengalami tindakan kekerasan oleh pemerintah China. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Lebih lanjut, jubir Kemlu mengungkap bahwa meski Indonesia tidak ikut serta dalam salah satu JS, namun sejalan dengan mekanisme HAM PBB, Indonesia tetap menyuarakan agar berbagai pandangan atau concern terhadap suatu isu HAM bisa tetap tersampaikan.

"Indonesia menyampaikan melalui mekanisme seperti Universal Periodic Review atau pelaporan instrumen-instrumen HAM," kata Teuku menandasi.

Diketahui, dukungan 43 negara disampaikan Duta Besar Prancis untuk PBB Nicolas De Riviere. Menurut dia, dukungan itu dinyatakan usai banyaknya laporan kredibel soal pelanggaran kemanusiaan di Xinjiang.

Selain Turki, negara yang ikut mendukung adalah Amerika Serikat, Australia, Kanada, Inggris, Jerman, Selandia Baru, Norwegia, Spanyol, hingga Swedia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya