Liputan6.com, Havana - Sedikitnya satu orang tewas dan 122 terluka dalam kebakaran skala besar menyusul serangkaian ledakan di fasilitas penyimpanan bahan bakar di Kuba.
Hal ini dikonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan Masyarakat yang juga menambahkan bahwa 16 lainnya masih hilang dalam kecelakaan itu.
Sebuah tangki di ladang bahan bakar di dekat pelabuhan Matanzas dilalap api besar menyusul sambaran petir pada pukul 19:00 malam waktu setempat.
Advertisement
Baca Juga
Api mencapai tangki kedua pada Sabtu pagi dan memicu serangkaian ledakan, demikian dikutip dari laman Xinhua, Senin (8/8/2022).
Petugas pemadam kebakaran Kuba bergabung dengan petugas Meksiko dan Venezuela pada hari Minggu untuk memadamkan api yang masih menyebar.
"Kuba kekurangan beberapa sumber daya dan teknologi yang diperlukan untuk mengendalikan kebakaran berskala besar ini," kata Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel yang berada di lokasi kejadian, 100 km sebelah timur Havana, ibu kota negara itu.
Sejauh ini, sekitar 5.000 penduduk telah dievakuasi dari daerah tersebut, menurut data resmi.
Negara Karibia tersebut menderita kekurangan listrik karena kekurangan bahan bakar.
Mati Lampu di Kuba: Pemerintah Belum Dapat Solusi
Kuba sedang mengalami masalah mati lampu yang berpotensi berlangsung berbulan-bulan. Pemerintah masih kesulitan mencari solusi untuk masalah mati lampu yang akut ini.
Dilaporkan VOA Indonesia, Rabu (20/7/2022), Kuba, yang mengalami kekurangan uang, Senin malam lalu (18/7) menyampaikan kabar buruk pada warga masyarakat, bahwa pemadaman listrik yang mengganggu kehidupan dan ekonomi mereka belum akan berakhir.
Pemadaman listrik adalah penyebab utama meluasnya kerusuhan sosial tahun lalu, dan terus mengganggu dalam beberapa bulan terakhir ini, bahkan ketika aksi-aksi unjuk rasa mereda.
Menteri Urusan Energi dan Pertambangan Kuba, Livan Arronte Cruz, dalam sebuah diskusi tentang jaringan listrik di stasiun televisi pemerintah Senin malam, mengatakan “cadangan operasi yang kami miliki dalam sistem kelistrikan tidak cukup untuk memenuhi permintaan sehingga menimbulkan dampak pada layanan.”
Ditambahkannya, kerusakan pada 20 pembangkit listrik Kuba yang sebagian besar memang telah usang karena penangguhan pemeliharaan akibat kekurangan dana, ditambah kebakaran dua generator tahun ini, telah semakin membuyarkan harapan untuk menyudahi pemadaman listrik selama bulan-bulan musim panas ini – dan bahkan hingga tahun depan.
Arronte Cruz mengatakan harga bahan bakar yang lebih tinggi juga menguras sumber daya, meskipun hanya menimbulkan sedikit dampak terhadap pemadaman listrik, terutama mengganggu generator cadangan.
Kuba mengimpor lebih dari 50% bahan bakarnya terutama dari Venezuela.
Pembangkit listrik Kuba kebanyakan menggunakan minyak mentah lokal yang korosif. Hanya 5% listrik yang berasal dari sumber alternatif.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ibu Kota Aman
Sebagian besar ibu kota Havana tidak mengalami pemadaman listrik sebagaimana di kota-kota lain, yang biasanya berlangsung selama empat jam atau lebih, dan berulang dalam periode 24 jam.
Pemadaman listrik mencerminkan memburuknya krisis ekonomi, yang diawali dengan sanksi baru Amerika yang keras pada tahun 2019, dan terus memburuk akibat perebakan luas pandemi dan kini invasi Rusia ke Ukraina.
Sanksi dan kenaikan harga bahan makanan, bahan bakar dan pengiriman telah mengekspos ketergantungan dan kerentanan Kuba pada impor.
Ekonomi negara yang dikelola Partai Komunis itu juga turun 10,9% pada tahun 2020 lalu, dan hanya pulih 2% tahun 2021 lalu.
Selama lebih dari dua tahun warga Kuba telah bertahan menghadapi kekurangan makanan dan obat-obatan, yang membuat mereka harus antre panjang untuk membeli barang kebutuhan pokok dengan harga tinggi. Pemadaman listrik semakin menambah rasa frustrasi dan sakit, yang memicu eksodus lebih dari 150.000 orang sejak Oktober 2021 lalu, sebagian besar ke Amerika.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
G20 Transisi Energi
PT PLN (Persero) memastikan kepada dunia bahwa berinvestasi di Indonesia, khususnya proyek transisi energi, bisa memberikan keuntungan yang menarik. Upaya keterlibatan global dalam proyek transisi energi di Indonesia juga sejalan dengan cita cita dunia dalam mencapai Carbon Neutral 2060.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan ada banyak langkah yang sudah dilakukan PLN dalam upaya mengurangi emisi karbon. Dalam Gala Seminar G20 Side Event Series bersama perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Bank Standard Chartered, dan International Finance Corporation (IFC), ia menegaskan transisi energi tidak bisa dilakukan sendiri oleh PLN.
"Peran serta global dalam mewujudkan target carbon neutral sangat penting. Karena emisi karbon yang dihasilkan Indonesia tetap akan berpengaruh pada dunia. Maka perlu langkah kolaborasi bersama," ujar Darmawan.
Darmawan memahami jika pasar global ingin terlibat dalam proyek transisi energi di Indonesia perlu iklim investasi yang mendukung. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sudah mendeklarasikan Energi Transition Mechanism (ETM) yang menjadi salah satu instrumen pembiayaan untuk proyek transisi energi.
"Kita perlu membangun lingkungan yang kondusif untuk investasi dengan kontrak yang fair dan bisa menjamin keuntungan bersama. Indonesia sudah punya program ETM. Kita ajukan skema investasi hijau yang menguntungkan secara komersial," ujar Darmawan.
UN Special Envoy for Climate Action and Finance, Mark Carney menjelaskan negara G20 menjadi salah satu pemegang kendali dalam berhasilnya target pengurangan emisi karbon secara global. Ia sangat mendorong keterlibatan aktif negara G20 dan kolaborasi antara negara G20 dalam menciptakan langkah strategis mencapai target transisi energi.
Tenaga Surya
PLN juga mendapatkan kucuran pendanaan senilai USD 380 juta dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang merupakan bagian dari World Bank Group untuk proyek PLTA Upper Cisokan melalui skema Subsidiary Loan Agreement (SLA).
Selain itu pembangkit dengan kapasitas 1.040 MW ini direncanakan bakal didanai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) senilai USD 230 juta dalam bentuk co-financing dengan World Bank dengan skema serupa. "Kami di UN sangat mendukung langkah Indonesia dalam mencapai pengurangan emisi. Kami rasa perlu keterlibatan aktif semua negara dalam bergotong royong mengurangi emisi global," ujar Carney.
Carney menilai saat ini banyak peluang pendanaan yang bisa dimanfaatkan khususnya oleh negara berkembang seperti Indonesia. "Perlu ada langkah strategis dari semua pihak untuk bisa melakukan unlock capital yang saat ini ada," tambah Carney.
Standard Chartered Chief Executive Bill Winters juga menilai proyek transisi energi yang dilakukan PLN dan Indonesia saat ini mendapatkan respons positif dari dunia. Ia pun memastikan dukungannya kepada Indonesia atas rencana pengurangan emisi global.
"Kami sudah memetakan langkah apa saja yang bisa kita kerja samakan. Perlu ada penguatan data potensi dan juga rencana perbaikan iklim investasi agar kita bisa mencapai misi bersama ini," ujar Winters.
Kepercayaan global terhadap proyek transisi energi di Indonesia sudah terjalin dari beberapa proyek EBT yang berlangsung. Seperti misalnya, keterlibatan Asian Development Bank (ADB) dalam beberapa proyek pengembangan pembangkit EBT di PLN.
Selain itu, PLN sempat mendapatkan dukungan pendanaan dari sindikasi tiga bank internasional yaitu Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Societe Generale dan Standard Chartered Bank untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Cirata yang merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 145 MWAc.
Advertisement