Liputan6.com, Jakarta - Bagi Anda yang ingin menurunkan berat badan mungkin mulai bisa memanfaatkan musim dingin. Hal ini disampaikan dalam sebuah studi baru yang menemukan bahwa suhu dingin dan peningkatan vitamin A dapat mendorong pembakaran lemak.
Penelitian tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal Molecular Metabolism minggu lalu, mengeksplorasi pengaruh suhu dingin dan vitamin A terhadap pengubahan lemak putih.
Dikutip dari laman FoxNews, Rabu (2/11/2022), ini merupakan tempat penyimpanan kalori berlebih, menjadi lemak coklat, yang "merangsang pembakaran lemak dan pembentukan panas."
Advertisement
Lebih dari 90 persen dari timbunan lemak tubuh manusia adalah lemak putih, yang disimpan di perut, paha bagian bawah dan atas, tulis studi tersebut.
Suhu dingin yang diterapkan pada tikus terbukti meningkatkan produksi vitamin A, yang mengakibatkan pembakaran lemak lebih tinggi.
Menurut temuan tersebut, suhu dingin meningkatkan kadar vitamin A, yang membantu mengubah lemak putih menjadi coklat, sehingga merangsang pembakaran lemak.
Cadangan vitamin A sebagian besar disimpan di hati. Setelah dingin diterapkan pada tikus dalam penelitian tersebut, peningkatan "kadar vitamin A dan pengangkut darahnya, protein pengikat retinol" menyebabkan tingkat pembakaran lemak yang lebih tinggi karena lemak putih diubah menjadi coklat saat tubuh berusaha untuk menghangatkan diri.
Â
Atasi Obesitas
Studi ini menjanjikan dalam menemukan solusi untuk mengatasi penambahan berat badan dan obesitas.
Meskipun peneliti utama studi tersebut, Florian Kiefer dari Medical University of Vienna, memperingatkan agar tidak mengonsumsi suplemen vitamin A dalam jumlah besar dalam upaya menurunkan berat badan.
"Hasil kami menunjukkan bahwa vitamin A memainkan peran penting dalam fungsi jaringan adiposa dan memengaruhi metabolisme energi global. Namun, ini bukan argumen untuk mengonsumsi suplemen vitamin A dalam jumlah besar jika tidak diresepkan, karena sangat penting vitamin A itu diangkut ke sel yang tepat pada waktu yang tepat,"jelas peneliti MedUni Vienna.
"Kami telah menemukan mekanisme baru di mana vitamin A mengatur pembakaran lipid dan pembentukan panas dalam kondisi dingin. Ini dapat membantu kami mengembangkan intervensi terapeutik baru yang memanfaatkan mekanisme khusus ini."
Advertisement
Fakta Soal Obesitas
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan hampir 60 persen orang Eropa mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
Pandemi COVID-19 yang berkepanjangan membuat mereka dengan indeks massa tubuh berlebihan ini berisiko menghadapi berbagai gangguan kesehatan dan bahkan kematian.
Laporan yang dirilis ini membuat kesimpulan yang jelas bahwa lebih dari 1,2 juta kematian per tahun di Eropa disebabkan oleh kelebihan berat badan dan obesitas. Menurut para pakar kesehatan, fakta ini bisa dipahami karena kondisi berat berlebihan memang bisa mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan, seperti kanker dan penyakit kardiovaskular.
Menurut laporan tersebut, 200.000 kasus baru kanker ditemukan setiap tahunnya akibat kelebihan berat badan dan obesitas.
Kondisi ini juga memicu munculnya komplikasi muskuloskeletal, diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan setidaknya 13 jenis kanker.
Julianne Williams, pakar kesehatan WHO yang ikut menulis laporan itu. menjelaskan alasan mengapa kelebihan berat badan menjadi masalah yang semakin umum di Eropa.
"Kita hidup di lingkungan di mana kita memiliki akses mudah ke makanan murah dan lezat dan di mana sangat mudah untuk tidak bergerak sepanjang hari. Kita tahu anak-anak kita dibombardir dengan iklan," kata Williams.
"Iklan bahkan semakin meningkat di dunia digital. Ketika mereka bermain video game, contohnya, mereka melihat iklan makanan kaya lemak, gula dan garam. Kita tahu bahwa anak-anak sangat rentan terhadap itu."
Â
Pembatasan COVID-19 Perburuk Situasi
"Tingkat menyusui eksklusif di Eropa juga sangat rendah dibandingkan dengan wilayah lain di dunia. Dan kita tahu bahwa menyusui adalah satu hal yang melindungi anak dari kelebihan berat badan dan obesitas di kemudian hari," tambahnya.
Williams mengatakan, berbagai pembatasan terkait pandemi COVID-19, ikut memperburuk kondisi ini.
“Kita melihat orang-orang menjadi kurang aktif. Aktivitas fisik mereka menurun, kebiasaan makan menjadi lebih buruk. Ini sangat mengkhawatirkan. Bila terkena COVID, orang dengan obesitas, atau orang yang kelebihan berat badan, lebih cenderung menjalani rawat inap di ICU, dan lebih berisiko mengalami kematian. Tingginya angka kematian akibat COVID adalah akibat dari kegagalan kita menangani obesitas dan kelebihan berat badan," paparnya.
Untuk mengubah situsi ini, menurut Williams, perubahan kebijakan yang efektif perlu diterapkan di tingkat pemerintah.
Advertisement