Liputan6.com, London - Pangeran Harry menghadapi gelombang hujatan hingga kritik atas diluncurkannya memoar berjudul "Spare".
Ia dikritik media, komentator, veteran tentara dan bahkan Taliban, sementara Istana Buckingham tetap diam tentang isi buku yang telah bocor tersebut.
Baca Juga
Beberapa hari sebelum publikasi resmi pada Selasa mendatang, isi dari buku tersebut mendominasi berita utama.
Advertisement
Pengungkapan, termasuk dugaan serangan fisik terhadapnya oleh pewaris takhta Kerajaan Inggris Pangeran William hingga bagaimana dia kehilangan keperjakaan sampai membunuh 25 orang di Afghanistan, telah memicu kecaman dan cemoohan.
Penulis A.N. Wilson menyebutnya buku itu hanya berhasil membuat publik bersimpati terhadap keluarga kerajaan, "bukan dengan dia" -- merujuk pada Harry, dikutip dari NST.com.my, Sabtu (7/1/2022).
Buku itu adalah selebaran terbaru dari Harry dan istrinya yang berkebangsaan Amerika, Meghan Markle, setelah mereka memutuskan untuk berhenti menjalankan tugas kerajaan dan pindah ke California pada tahun 2020.
Mantan Duke dan Duchess of Sussex, sebagaimana mereka dikenal secara resmi, sejak itu menguangkan koneksi kerajaan dengan beberapa kontrak untuk pembuatan buku hingga tampil di program.
Dalam autobiografinya, Pangeran Harry tidak ragu mengungkap hal yang dinilai cukup pribadi. Secara gamblang Duke of Sussex itu menjelaskan kapan dan bagaimana ia kehilangan keperjakaan.
Dia menuliskan bahwa momen hilang keperjakaan tersebut terjadi di lapangan di belakang sebuah pub. Saat itu, dia berhubungan seks dengan wanita yang berusia lebih tua.
Diperlakukan Bak Kuda Jantan
"Dia memperlakukanku bak kuda jantan muda," kenang suami Meghan Markle itu. Demikian seperti dikutip dari Telegraph, Jumat (6/1/2023).
Lebih lanjut, Pangeran Harry menuliskan bahwa setelah berhubungan seks, wanita itu menampar pantatnya dan menyuruhnya pergi. Peristiwa itu terjadi pada tahun 2001 saat dia masih menempuh pendidikan di Eton College, artinya dia berusia 16 atau 17 tahun.
"Salah satu dari banyak kesalahan saya adalah membiarkan itu (hubungan seks) terjadi di lapangan, tepat di belakang sebuah pub yang sangat sibuk. Tidak diragukan lagi seseorang melihat kami," tulis Pangeran Harry.
Sebelum autobiografi itu dirilis, aktris dan model Liz Hurley telah membantah desas-desus yang menyebutkan bahwa dialah wanita yang berhubungan seks dengan Pangeran Harry.
"Bukan saya. Saya tidak bersalah," kata dia seperti dikutip news.com.au.
Pengakuan lain Pangeran Harry yang tidak kalah kontroversial adalah bahwa dia menggunakan kokain pada usia 17 tahun untuk membuat dirinya merasa berbeda.
"Itu tidak terlalu menyenangkan dan tidak membuat saya merasa bahagia seperti yang mungkin terjadi pada orang lain, namun itu membuat saya merasa berbeda dan itulah tujuan utama saya," ungkap ayah dari Archie Harrison Mountbatten-Windsor dan Lilibet Diana Mountbatten-Windsor itu.
Advertisement
Membunuh 25 Orang di Afghanistan
Dalam "Spare", Pangeran Harry juga mengklaim dia membunuh 25 orang selama bertugas di Afghanistan. Dia tidak menganggap 25 tersebut sebagai orang, melainkan bidak yang harus disingkirkan dari papan catur.
Ini adalah kali pertamanya Pangeran Harry membahas jumlah anggota Taliban yang dibunuhnya selama bertugas di militer, langkah yang dinilai dapat meningkatkan kekhawatiran tentang keselamatan pribadinya. Putra bungsu Raja Charles III ini dilaporkan telah lama menjadi target teroris, bukan hanya karena status kerajaannya, namun juga karena penempatannya ke Afghanistan.
Tahun lalu, Pangeran Harry telah mengambil tindakan hukum atas keputusan pemerintah Inggris yang tidak memberikan perlindungan penuh pada dia dan keluarganya saat mengunjungi Inggris. Pengacaranya mengatakan bahwa sang pangeran tidak merasa aman menyusul hilangnya fasilitas keamanan yang didanai pajak.
Mengisahkan pengalamannya di Afghanistan, Pangeran Harry mengklaim dia menonton video setiap pembunuhan yang dilakukannya ketika kembali pangkalan. Video-video yang merekam penuh setiap misi tersebut diambil dari kamera yang terpasang di helikopter Apache.
"Sejak hari pertama, aku telah bertekad untuk tidak pernah tidur dengan keraguan apakah aku telah melakukan hal yang benar.. apakah aku menembak ke arah Taliban dan hanya Taliban (targetnya), tanpa warga sipil di sekitarnya. Aku ingin kembali ke Inggris dengan anggota tubuh yang utuh, tapi lebih dari itu aku ingin pulang dengan nurani yang utuh," tulis suami dari Meghan Markle itu.
Menurut Pangeran Harry, dalam perang, tentara biasanya tidak mengetahui berapa banyak musuh yang telah mereka bunuh. Namun, pada era Apache dan laptop, dia mengklaim dapat mengatakan dengan tepat berapa musuh yang telah dibunuhnya.
"Dan menurutku penting untuk tidak takut dengan angka itu. Jadi, yang saya dapat adalah 25. Itu bukan angka yang membuat saya puas, tapi juga tidak membuat saya malu," tutur Pangeran Harry.
Mengaku Pernah Diserang Pangeran William
Tidak hanya mengungkapkan pengalaman perangnya di Afghanistan, Pangeran Harry turut memuat informasi terkait relasinya dengan sang kakak dalam autobiografinya. Dia mengklaim bahwa Pangeran William pernah menyerangnya secara fisik.
"Dia mencengkeram kerahku, menarik kalung hingga putus, dan dia mendorongku ke lantai," tulis Pangeran Harry seperti dikutip The Guardian.
"Aku mendarat di mangkuk anjing yang pecah di punggungku, pecahannya melukaiku. Aku berbaring di sejenak, kemudian berdiri dan menyuruhnya pergi," imbuhnya.
Pertengkaran itu dikabarkan dipicu oleh komentar Pangeran William yang menyebut Meghan Markle "sulit", "tidak sopan", dan "kasar".
Pangeran Harry juga menulis bahwa Pangeran William menyuruhnya untuk membalas, namun dia menolak. Sementara itu, Pangeran William belakangan disebut tampak "menyesal dan meminta maaf".
Pihak istana sendiri sejauh ini belum memberikan komentar apapun terkait narasi negatif yang terus-menerus dilontarkan Pangeran Harry dan Meghan Markle, termasuk lewat serial dokumenter yang dirilis Netflix.
Advertisement