Kisah Staf Obama Kaget Dapat Sekoper Perhiasan dari Kerajaan Arab Saudi, Isinya Ada Jam Tangan hingga Gelang Berlian

Arab Saudi kerap memberikan hadiah diplomatik mewah bagi pemimpin asing, termasuk Presiden Barack Obama. Siapa sangka, staf Obama kecipratan juga.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 03 Apr 2023, 12:02 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2023, 12:02 WIB
Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama dan mendiang Raja Abdullah dari Arab Saudi dalam pertemuan pada Juni 2009 di Riyadh. (Dok. AP/Gerald Herbert)
Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama dan mendiang Raja Abdullah dari Arab Saudi dalam pertemuan pada Juni 2009 di Riyadh. (Dok. AP/Gerald Herbert)

Liputan6.com, Washington - Hadiah diplomatik bukanlah hal baru, terlebih bagi negara kaya raya seperti Arab Saudi, yang dikenal royal dalam memberikan kenang-kenangan.

Sebut saja pedang bertatahkan berlian yang diberikan raja Arab Saudi saat itu, Abdulaziz bin Abdul Rahman Al Saud, kepada Presiden Amerika Serikat (AS) ke-32 Franklin Delano Roosevelt. Itu hanyalah satu dari sekian banyak hadiah mewah yang diterima Roosevelt.

Pada tahun 1967, Raja Faisal dari Arab Saudi menghadiahkan Ratu Elizabeth II kalung yang terdiri dari 300 berlian dengan berat lebih dari 80 karat.

Namun, lazimnya hadiah ditujukan kepada kepala negara atau pemerintahan. Mungkin, itulah yang membuat Ben Rhodes, penulis pidato dan mantan wakil penasihat keamanan nasional Barack Obama kaget bukan kepalang mendapati dirinya diguyur sekoper hadiah perhiasan bernilai puluhan ribu dolar oleh pemerintah Arab Saudi.

Kisah tersebut diungkapkan Rhodes dalam memoarnya, "The World As It Is", yang dirilis pada tahun 2018.

Setelah mendarat di Arab Saudi pada Juni 2009, Rhode menulis dalam bukunya, para pejabat AS diangkut dengan mobil golf ke kompleks milik kerajaan di tengah gurun pasir.

"Ketika saya membuka pintu unit saya, saya menemukan sebuah koper besar," tulis Rhodes seperti dikutip dari The Guardian, Senin (3/4/2023). "Di dalamnya ada perhiasan."

Mengiranya Suap

Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama dan mendiang Raja Abdullah dari Arab Saudi dalam pertemuan pada Juni 2009 di Riyadh. (Dok. AFP)
Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama dan mendiang Raja Abdullah dari Arab Saudi dalam pertemuan pada Juni 2009 di Riyadh. (Dok. AFP)

Rhodes awalnya mengira koper berisi perhiasan itu adalah suap yang ditujukan kepadanya karena dia sedang menulis "pidato Kairo", yang dimaksudkan sebagai pidato kepada dunia muslim. Pidato itu disampaikan Obama di Mesir.

Tapi kemudian Rhodes menemukan fakta bahwa dia tidak sendiri. Anggota delegasi AS lainnya ternyata juga menerima hadiah serupa.

"Kami semua mendapat koper penuh perhiasan," ujar Rhodes. "Kami semua kemudian menyerahkannya kepada kantor protokol negara yang mengurusi hadiah. Ada opsi untuk membeli hadiah-hadiah itu, tapi mengingat harganya, saya tidak ingat apa itu tapi harganya puluhan ribu (dolar), saya yakin tidak ada yang memilih opsi itu."

Menurut data Kementerian Luar Negeri AS, Rhodes mendapat sepasang kancing manset perak, jam tangan pria dan wanita, pulpen perak, dan satu set perhiasan berlian termasuk anting, cincin, dan gelang. Paket serupa diberikan kepada 13 anggota delegasi lainnya.

Sementara itu, Raja Abdullah, dilaporkan juga memberikan Michelle Obama satu set perhiasan rubi dan berlian senilai US$ 132 ribu atau sekitar Rp1,9 miliar (kurs dolar Rp15.051), termasuk anting, cincin, gelang, dan kalung. Hadiah tersebut, bersama dengan hadiah-hadiah mewah bagi Obama dan kedua putri mereka, telah diserahkan ke Arsip Nasional, sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang AS.

Kunjungan resmi pertama Obama ke Arab Saudi pada tahun 2009 dilaporkan tidak berjalan dengan baik. Riyadh disebut menolak menerima tahanan dari Teluk Guantanamo, sebuah langkah yang akan membantu Obama memenuhi janji kampanyenya.

Arab Saudi saat itu juga menolak sikap damai terhadap Israel, tidak sesuai yang diharapkan Obama.

Hubungan Arab Saudi dengan AS era Obama diwarnai ketidakharmonisan menyusul kesepakatan nuklir Iran, yang membatasi program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.

Arab Saudi-AS sempat hangat kembali pada era Donald Trump, dipicu oleh sikap Trump yang menentang kesepakatan nuklir Iran.

Namun, pada era Joe Biden, relasi Riyadh dan Washington berjarak cukup jauh. Hal tersebut dipicu oleh sejumlah isu, termasuk kritik Biden atas kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya