Kelompok Bersenjata Sudan Serbu Rumah Staf PBB dan Lakukan Pemerkosaan, Militer dan Paramiliter Saling Tuduh

Sementara itu, WHO yang mengutip Pusat Operasi Darurat Kementerian Kesehatan Sudan melaporkan bahwa sedikitnya 270 orang tewas dan lebih dari 2.600 lainnya terluka akibat perang saudara ini.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 19 Apr 2023, 13:36 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2023, 13:36 WIB
Gambaran suasana perang di Khartoum, Sudan, pada Senin (17/4/2023), tampak asap hitam mengepul. (Dok. AFP)
Gambaran suasana perang di Khartoum, Sudan, pada Senin (17/4/2023), tampak asap hitam mengepul. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Khartoum - Tembakan, ledakan, dan suara jet tempur terdengar di seluruh ibu kota Sudan, Khartoum, pada Selasa (19/4/2023), ketika orang-orang bersenjata dilaporkan menyerbu rumah-rumah staf PBB dan organisasi internasional lainnya.

Pertempuran antara angkatan bersenjata negara itu (SAF) dengan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) yang memasuki hari keempat di Khartoum pada Selasa, berlangsung dekat dengan komando militer dan istana presiden, serta dengan dua pangkalan RSF di utara dan barat ibu kota.

Badan kemanusiaan Médecins Sans Frontières menyebutkan bahwa 11 orang tewas di wilayah Darfur Utara dan puluhan lainnya cedera, termasuk anak-anak, selama 48 jam terakhir.

Sementara itu, WHO yang mengutip Pusat Operasi Darurat Kementerian Kesehatan Sudan melaporkan bahwa sedikitnya 270 orang tewas dan lebih dari 2.600 lainnya terluka akibat perang saudara ini.

Menurut dokumen internal PBB, sekelompok orang bersenjata yang menggerebek tempat tinggal staf PBB melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan dan mencuri sejumlah barang, termasuk mobil.

"Di Khartoum, personel seragam bersenjata, dilaporkan dari RSF, memasuki kediaman ekspatriat, memisahkan pria dan wanita serta membawa mereka pergi," ungkap dokumen internal PBB yang dilansir CNN, Rabu (19/4).

Satu insiden pemerkosaan dilaporkan terjadi dalam peristiwa itu.

RSF membantah laporan tersebut dengan mengatakan bahwa pihaknya tidak akan pernah menyerang staf PBB atau karyawan manapun.

"RSF sangat berhati-hati dalam rangka menghormati hukum internasional," sebut kelompok itu.

Kelompok itu kemudian menyalahkan SAF yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.

"Itu adalah cara baru yang menunjukkan sikap putus asa dari pasukan Burhan. Mereka memasok pakaian seragam RSF kepada orang-orangnya sehingga dapat melakukan kejahatan terhadap warga sipil dan kedutaan dan kelompok lain termasuk PBB, sehingga citra dan perspektif RSF rusak, secara lokal dan internasional," ungkap RSF.

SAF juga membantah terlibat dalam pelanggaran.

Beberapa diplomat dan pekerja kemanusiaan lain dilaporkan juga menjadi target serangan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken membenarkan adanya serangan terhadap konvoi diplomatik AS pada Senin (17/4).

"Konvoi diplomatik Amerika yang ditembaki. Semua orang kami aman, tapi ini tindakan sembrono, tidak bertanggung jawab dan tentu saja tidak aman," kata Blinken dalam konferensi pers pada Selasa.

Duta Besar Uni Eropa untuk Sudan juga diserang di kediamannya pada Senin, namun kondisinya diketahui baik-baik saja.

Serangan dikabarkan menewaskan tiga pekerja Program Pangan Dunia (WFP) di Darfur, mendorong WFP untuk menghentikan sementara semua layanan di negara tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Perang Saudara Sudan Dipicu Perebutan Kekuasaan

Ilustrasi Sudan.(AFP)
Ilustrasi Sudan.(AFP)

Sudan dilanda kekerasan dan kekacauan akibat perebutan kekuasaan antara Burhan dan RSF yang dipimpin Mohamed Hamdan Dagalo atau dikenal juga sebagai Hemedti. Kedua kubu saling menyalahkan karena memicu pertempuran dan melanggar gencatan sementara.

Pada Selasa, satu jam setelah gencatan senjata 24 jam antara SAF dan RSF diberlakukan, tembakan senjata berat bergema di latar belakang siaran langsung saluran berita televisi al-Arabiya.

Baik juru bicara SAF maupun penasihat komandan RSF mengklaim ingin melanjutkan gencatan senjata.

"Kami ingin melanjutkan gencatan senjata dan kami ingin kehidupan kembali normal," kata juru bicara SAF Kolonel Khaled Al-Aqeel, tidak lama setelah suara tembakan terdengar di Khartoum setelah gencatan senjata 24 jam mulai berlaku pada pukul 18.00 malam waktu setempat.

Adapun penasihat komandan RSF Mousa Khaddam mengatakan, "Pasukan kami yang dikerahkan di berbagai wilayah di Khartoum berkomitmen untuk gencatan senjata."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya