Liputan6.com, Tokyo - Jepang memiliki reputasi sangat baik di kalangan warga Indonesia. Negeri Sakura itu terkenal dengan seni budayanya, masyarakat yang tertib, teknologi, dan angka kejahatan yang rendah. Di tengah semua keindahan itu, masih ada kegelapan di Jepang yang menjadi misteri tak terpecahkan.
Pada Mei 1990, seorang anak bernama Mami Matsuda menghilang dari sebuah tempat bermain pachinko di Ashikaga. Jasad anak empat tahun itu ditemukan di dekat sebuah sungai.
Beberapa bulan kemudian, polisi mendatangi pria bernama Toshikazu Sugaya, seorang duda berusia 45 tahun yang bekerja sebagai sopir bus sekolah. Ia dituduh sebagai pembunuh Mami Matsuda dan diperiksa polisi.
Advertisement
Tak hanya diperiksa, ia juga disiksa. Sugaya akhirnya mengaku bersalah dan divonis penjara seumur hidup.
Beruntung, ada seorang jurnalis yang memeriksa kasus tersebut.
Menurut situs Tokyo Weekender, Rabu (12/7/2023), jurnalis Kiyoshi Shimizu menginvestigasi lagi kasus Sugaya pada akhir tahun 2000-an. Hasilnya, ia menemukan bahwa ada keganjalan dalam pengakuan Sugaya dan tes DNA-nya juga tidak tepat.
17 tahun setelah dipenjara, jaksa akhirnya mengakui bahwa ada kesalahan dalam kasus tersebut. Sugaya akhirnya dinyatakan tak bersalah dan dibebaskan.
Ibu Meminta Hukuman Mati
Sugaya dilaporkan mendapatkan uang ganti rugi hingga 70 juta yen. Akan tetapi, uang itu tak bisa menggantikan perasaan keluarganya yang berduka melihatnya di dalam bui.
Pria yang sudah lanjut usia itu mengaku sedih karena orang tuanya sudah keburu meninggal ketika ia masih dipenjara.
Pada wawancara bersama the New York Times, Sugaya mengungkap bahwa bapaknya meninggal dua pekan setelah ia ditangkap polisi. Bapaknya yang seorang penjual obat keliling diduga meninggal akibat shock.
Ibunya menolak mengunjunginya di penjara, bahkan memintanya dihukum mati saja agar bisa dipulangkan.
Tiga tahun sebelum Sugaya bebas, ibunya meninggal dunia.
"Saya harap saya bisa menjelaskan padanya apa yang sesungguhnya terjadi," ujar Sugaya. Â
Setelah bebas, Sugaya menulis buku dan keliling Jepang untuk berbagi pengalamannya.
"Saya bilang ke orang-orang jangan percaya polisi," tegasnya. "Lihat apa yang mereka lakukan padaku."
Polisi Mengaku Tertekan
Pembunuhan Mami Matsuda menggegerkan publik Jepang sebab kasus serupa waktu itu marak terjadi.
Tokyo Weekender mencatat kasus penculikan dan pembunuhan Maya Fukushima (5), Yumi Hasebe (5), dan Tomoko Oosawa (8). Mereka meninggal di antara 1979 hingga 1987 dan misteri kematian mereka tak terpecahkan.
Terkait kasus Matsuda, jurnalis Toshikazu Shimizu menyebut ada cukup bukti untuk menangkap pelaku sebenarnya, akan tetapi kasus itu keburu kedaluwarsa.
The New York Times melaporkan bahwa Sugaya dicurigai karena ada saksi yang bilang ia berada di tempat pachinko yang dikunjungi Mami Matsuda. Ia lantas dibuntuti polisi.
Sugaya mengaku takut dengan polisi sehingga berbohong dalam bersaksi. Polisi disebut berteriak-teriak kepadanya.
Polisi pun mengakui bahwa penjelasan Sugaya memang aneh. Sugaya bilang ia menculik korbannya dengan sepeda, padahal saksi lain bilang gadis itu dibawa dengan jalan kaki.
Pengacara dari Sugaya, Hiroshi Sato, juga memainkan peran besar dalam memperjuangkan kebebasan kliennya.
Apa alasan kepolisian? Mereka menyebut mengalami pressure dari publik untuk menyelesaikan kasus pembunuhan anak-anak perempuan yang terjadi.
"Sebelumnya saya terkenal karena menjadi seorang kriminal," ujar Sugaya. "Sekarang saya terkenal karena tidak bersalah."
Advertisement