Liputan6.com, New York - Selama lebih dari satu abad, berselingkuh dengan pasangan telah menjadi tindakan kejahatan atau kriminal di New York, AS.
Namun, perselingkuhan mungkin akan menjadi legal di Negara Bagian New York berkat sebuah rancangan undang-undang yang sedang berjalan melalui Majelis Legislatif New York, yang akan menghapuskan undang-undang yang jarang digunakan itu, di mana awalnya terdakwa dapat divonis hukuman dengan hampir tiga bulan penjara, seperti dilansir dari AP, Selasa (2/4/2024).
Baca Juga
Undang-undang tersebut masih ada di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, meskipun kasus tuduhan jarang terjadi, bahkan lebih jarang lagi terdapat vonis yang diberikan.
Advertisement
Larangan perselingkuhan biasanya diberlakukan untuk mengurangi jumlah perceraian yang pada saat itu perceraian hanya dapat diperoleh jika salah satu pasangan terbukti berselingkuh. Oleh karena itu, perselingkuhan dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan perceraian yang sah.
Perselingkuhan, sebuah pelanggaran ringan di New York yang sudah ditetapkan sejak 1907, didefinisikan dalam kode negara sebagai "tindakan melakukan hubungan seksual dengan orang lain di saat ia masih memiliki pasangan hidup, atau orang lain tersebut memiliki pasangan hidup."
Hanya beberapa minggu setelah itu mulai berlaku, seorang pria yang sudah menikah dan seorang wanita berusia 25 tahun menjadi orang pertama yang ditangkap berdasarkan undang-undang baru setelah istri pria tersebut mengajukan gugatan cerai, menurut sebuah artikel New York Times pada masa itu.
Terdapat sekitar 12 orang yang telah dituduh berdasarkan undang-undang New York sejak tahun 1972, dan dari mereka itu, hanya lima kasus yang menghasilkan vonis, menurut informasi dari Anggota Majelis Charles Levine, yang mensponsori rancangan undang-undang untuk membatalkan larangan itu.
Tuduhan perselingkuhan terakhir di New York sepertinya juga pernah diajukan pada tahun 2010 terhadap seorang wanita yang tertangkap sedang melakukan hubungan seksual di sebuah taman umum, tetapi tuduhan tersebut kemudian dibatalkan sebagai bagian dari perjanjian kesepakatan.
Sudah Waktunya Dicabut
Anggota Majelis Charles Levine mengatakan sudah saatnya untuk menghapus undang-undang tersebut karena tidak pernah ditegakkan, dan jaksa tidak seharusnya menyelidiki apa yang dilakukan orang dewasa secara sukarela di balik pintu yang tertutup.
"Ini sama sekali tidak masuk akal dan kita sudah bergerak jauh sejak hubungan intim antara orang dewasa yang sama-sama setuju dianggap tidak bermoral," ungkapnya. "Ini merupakan lelucon. Undang-undang ini merupakan ekspresi kemarahan moral seseorang."
Seorang profesor hukum di Universitas Boston yang merupakan co-penulis "A Guide to America's Sex Laws", Katharine B. Silbaugh, mengatakan bahwa larangan perselingkuhan adalah tindakan hukuman yang ditujukan kepada perempuan, dengan maksud untuk mencegah hubungan gelap yang dapat mempertanyakan keturunan seorang anak.
"Mari kita katakan saja, patriarki." kata Silbaugh.
Rancangan udang-undang New York untuk membatalkan larangan tersebut sudah lolos dari Majelis dan diperkirakan segera lolos dari Senat sebelum dapat bergerak ke kantor gubernur untuk ditandatangani.
Advertisement
Sebuah Masalah Moral Pribadi, Bukan Masalah Hukum
Pada tahun 1960-an, undang-undang tersebut hampir saja dihapus dari buku-buku hukum setelah sebuah komisi negara yang bertugas memperbarui seluruh kode pidana menemukan bahwa larangan itu hampir tidak mungkin untuk diterapkan.
Pemimpin komisi tersebut dikutip pada saat itu mengatakan, "Ini adalah masalah moral pribadi, bukan masalah hukum."
Perubahan-perubahan panel itu awalnya diterima di Majelis, tetapi Majelis mengembalikan undang-undang perselingkuhan setelah seorang politikus berpendapat bahwa penghapusan undang-undang itu mungkin akan terlihat seperti negara yang mendukung perselingkuhan, menurut sebuah artikel New York Times tahun 1965.
Artikel Times lain dari periode waktu tersebut juga menguraikan penolakan dari setidaknya satu kelompok agama yang berpendapat bahwa perselingkuhan merusak pernikahan dan kebaikan umum.
Perubahan kode pidana akhirnya ditandatangani menjadi undang-undang, dengan larangan perselingkuhan yang tetap utuh.
Adanya Keraguan dalam Mahkamah Agung
Sebagian besar negara bagian yang masih memiliki undang-undang perselingkuhan mengklasifikasikannya sebagai pelanggaran yang ringan, tetapi Oklahoma, Wisconsin, dan Michigan menganggap perselingkuhan sebagai pelanggaran pidana berat.
Beberapa negara bagian lain seperti Colorado dan New Hampshire, juga telah bergerak untuk mencabut undang-undang perselingkuhan, menggunakan argumen serupa dengan yang disampaikan oleh Anggota Majelis Lavine.
Terdapat juga keraguan mengenai apakah larangan perselingkuhan sesuai dengan konstitusi atau tidak.
Keputusan Mahkamah Agung tahun 2003 yang menghapuskan undang-undang sodomi membuat undang-undangan perselingkuhan kembali diragukan, dengan saat itu Hakim Antonin Scalia menulis dalam sanggahannya bahwa keputusan pengadilan tersebut mempertanyakan larangan-larangan tersebut.
Namun, pada tahun 2022, dalam keputusan Mahkamah Agung yang menghapus perlindungan terhadap aborsi, Hakim Clarence Thomas menegaskan perlunya mempertimbangkan kembali keputusan sebelumnya terkait undang-undang sodomi dan pernikahan sesama jenis, mengingat adanya interpretasi baru mengenai perlindungan konstitusional terkait kebebasan dan privasi.
Hipotesis Mahkamah Agung dalam menyikapi undang-undang perselingkuhan mungkin hanya menjadi perdebatan akademis belaka, mengingat jarangnya kasus-kasus perselingkuhan yang diajukan dan diproses secara hukum.
Advertisement